3. Ngirab, di daerah Cirebonan.
4. Safaran di beberapa daerah.
Selain upacara adat pada hari Rebo Wekasan, banyak orang Muslim tertentu yang melakukan sembahyang tertentu.
Makanan yang dibuat untuk upacara biasanya di antaranya ketupat, apem, dan nasi tumpeng.
Hukum Rebo Wekasan
Dikutip dari SyariahIslam.com, Rebo Wekasan bersumber dari pernyataan dari orang-orang soleh (Waliyullah).
Penulis kitab sama sekali tidak menyebutkan adanya keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan Rebo Wekasan.
Sedangkan sumber syariat Islam adalah Alquran dan sunnah Nabi SAW, tentunya Rebo Wekasan tidak lantas kita percaya.
Karena kedatangan bencana di muka bumi ini, merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah.
Meyakini datangnya malapetaka atau hari sial di hari Rabu terakhir bulan Safar (Rebo Wekasan) termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang, karena ini merupakan perilaku dan keyakinan orang Jahiliyah.
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لا عدوى ولا طيرة ولا هامَة ولا صَفَر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
"Tidak ada penyakit menular (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa." (HR Bukhari, 5387, dan Muslim, 2220).
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali, mengatakan:
"Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Safar.