TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - "Kopi, lombok (cabai), apukat (alpukat), dan duren (durian), bisa menghidupi kami. Kami tidak butuh tambang!"
Itulah pernyataan Subarianto, petani dari Dusun Batu Ampar Desa Mulyorejo Kecamatan Silo, Jember kepada Surya, Senin (10/12/2018).
Surya berbincang dengan Subarianto, dan teman satu dusunnya, Jupri , di jalan depan gerbang DPRD Jember.
Keduanya bersama beberapa orang memilih duduk sambil memberi dukungan kepada teman-teman dan saudaranya yang berorasi di atas truk di depan gedung dewan itu.
(Caleg PSI Dhimas Anugrah Ingin Hadirkan Solusi Apatisme Politik di Kalangan Anak Muda Lewat PSI)
Keduanya bersama ribuan orang dari Kecamatan Silo menyuarakan satu kata 'tolak tambang' di Blok Silo, Jember.
Mereka menyuarakannya dalam aksi di depan gedung dewan, dan kantor Pemkab Jember.
Meskipun keduanya duduk dan tidak berorasi, namun suara bulat keduanya adalah juga menolak tambang.
"Ini keinginan kami sendiri, dari hati nurani kami. Saya sendiri sangat tidak setuju tambang. Saya menanam kopi, lombok, apukat, dan duren. Penghasilan tahunan dari kopi, mingguan dari lombok. Tambahan dari apukat dan duren. Tidak perlu tambang. Kami berkeluarga itu hanya butuh ketenangan, apa tambang bisa membuat kami tenang, tidak," tegas Subarianto.
Bapak dua anak itu memiliki tanaman kopi di lahan seluas 1 hektare. Dari bertani, dirinya mampu menyekolahkan sang anak.
"Anak saya juga tidak putus sekolah. Saya mampu menyekolahkan sampai SMA bahkan kuliah," tegasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Jupri, tetangga Subarianto. Salah satu anak Jupri kini sekolah di bangku SMA.
"Kalau anaknya nanti mau kuliah, saya sanggup membiayai sekolahnya dari hasil pertanian kopi dan tanaman lain yang saya tanam," tegas Jupri.
(Ingin Rayakan Pesta Pernikahan Seperti di Atas Awan? Jangan Lewatkan Tempat Ini!)
(Masuk 5 Besar, Managemen Persebaya Surabaya Makin Optimistis Arungi Kompetisi Tahun 2019)
Seperti halnya Subarianto, Jupri juga menanam kopi di areal hampir 1 hektare. Dia juga menanam komoditas lain seperti cabai dan jagung.
"Juga punya buah-buahan," imbuhnya.
Jupri memiliki alasan lain kenapa dirinya menolak tambang Blok Silo.
"Saya takut longsor, karena lokasi tambang itu ada di ketinggian, di gunung di atas permukiman kami. Kalau benar sampai ditambang, permukiman kami juga akan kena dampaknya. Belum lagi, pertanian kami pasti juga akan rusak bahkan mati. Akan habis semua," imbuhnya.
Karena itulah, petani itu menegaskan penolakannya terhadap segala macam bentuk pertambangan di Silo.
Alasan pertanian dan juga ancaman kerusakan lingkungan itulah yang menjadi alasan kuat warga Silo menolak Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Blok Silo yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM No 1802 tahun 2018 itu.
SK itu menyebut Blok Silo sebagai kawasan tambang emas.
(Kick Off Kompetisi Liga 1 2019 Belum Jelas, Managemen Persebaya Kesulitan Persiapkan Tim)
(Persebaya Finish Lima Besar Liga 1 2018, Djanur: Hasil Ini Cukup Terhormat)
Sejak SK itu diketahui warga pada September 2018 lalu, penolakan demi penolakan terus disuarakan.
Aksi yang dilakukan Senin (10/12/2018) ini merupakan aksi besar dari sejumlah penolakan yang disampaikan. Aksi ini diikuti oleh ribuan orang.
"Ada sekitar 5.000 orang yang ikut aksi hari ini, perwakilan dari empat desa yang terdampak tambang Blok Silo yakni Desa Pace, Mulyorejo, Karangharjo, dan Harjomulyo," kata Kepala Desa Pace Kecamatan Silo M Farohan
Aksi besar ini dipicu hadirnya staf Dinas ESDM Provinsi Jatim dan tiga orang warga negara Tiongkok ke Desa Pace pada Rabu (5/12/2018) lalu.
Warga menyandera para tamu tidak diundang tersebut.
Staf Dinas ESDM Jatim mengakui kedatangan mereka ke Pace dan sekitarnya untuk melakukan survei awal terhadap kawasan yang disebut sebagai tambang emas itu.
(Mengenal Komunitas Pemburu Penampakan Surabaya, Dghost Bust Community)
(Ingin Rayakan Pesta Pernikahan Seperti di Atas Awan? Jangan Lewatkan Tempat Ini!)
Warga marah dan menyandera mereka sampai akhirnya para tamu itu dievakuasi polisi ke Mapolres Jember. Semenjak itu, warga sekitar Blok Silo resah.
Puncaknya mereka melakukan aksi besar hari ini.
Mereka memilih menempuh perjalanan berjarak sekitar 45 kilometer dari rumah mereka ke pusat pemerintahan Kabupaten Jember.
Mereka mengawali aksinya di gedung DPRD Jember.Mereka menyuarakan penolakan atas izin pertambangan itu, dan meminta supaya izin itu dicabut.
Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi mengatakan, kalau berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, Jember tidak diperuntukkan bagi pertambangan namun agro pertanian, ekonomi dan pariwisata untuk kehidupan berkelanjutan.
"Jadi tidak ada pertambangan. Sayangnya RTRW ini belum ditindaklanjuti dengan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) daerah," kata Ayub.
Setelah bertemu anggota dewan, ribuan pendemo itu berjalan kaki menuju kantor Pemkab Jember. Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo, dan beberapa anggota DPRD Jember ikut berjalan kaki bersama ribuan pendemo itu.
Mereka meneruskan aksinya di depan Kantor Pemkab Jember. Mereka bertemu dengan Kepala Daerah Jember di kantor pemerintahan itu.
Penulis : SURYA.CO.ID/Sri Wahyunik
(Ingin Rayakan Pesta Pernikahan Seperti di Atas Awan? Jangan Lewatkan Tempat Ini!)
(Caleg PSI Dhimas Anugrah Ingin Hadirkan Solusi Apatisme Politik di Kalangan Anak Muda Lewat PSI)