Pertama di Dunia, Ilmuwan ITS Teliti Dampak SRM Geoengineering

Penulis: Samsul Arifin
Editor: Yoni Iskandar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilmuwan ITS Heri Kuswanto (kiri) bersama Andy Parker (tengah) dan ahli SRM Peter J Irvine (kanan) dari Harvard University, saat mengikuti workshop riset dampak dari SRM di Italia.

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin

 TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Satu dari sekian ilmuwan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Heri Kuswanto menjadi peneliti pertama di dunia yang meneliti dampak dari Solar Radiation Management (SRM) atau solar Geoengineering.

Saat ini solar geoengineering sedang gencar dilakukan oleh ilmuwan di beberapa negara maju di dunia. Namun, dampak dari SRM tersebut masih belum diteliti secara serius.

Ketua Program Pascasarjana Departemen Statistika ITS tersebut menjelaskan, proyek ini bertujuan untuk mempelajari dampak dari SRM. Aspeknya meliputi perubahan suhu dan curah hujan yang ekstrim.

Lebih khusus dari itu, proyek ini akan menyelidiki bagaimana temperatur dan curah hujan akan berubah setelah penerapan SRM di masa yang akan datang.

“Tim kami akan mengkaji juga mengenai Heat Stress Index (Indeks Tekanan Panas), yaitu batas kemampuan makhluk hidup tertentu dalam menerima tekanan akibat daripada cuaca yang panas,” papar pria yang akrab disapa Heri tersebut kepada TribunJatim.com , Selasa, (18/12/2018).

Sebelum Tewas Tenggelam di Sungai Jabon Sidoarjo, Anam Sempat Jual Ikan Rp 300 Ribu

PO Aza 6 Sold Out? Tenang, Tunggu Kehadirannya 5 Januari di DBL Store Surabaya

Kabateck LLP : Hak Korban Lion Air Tak Bisa Disandera, Korban Harus Dapat Hak Asuransi

Tim dari Indonesia yang diketuai Heri tersebut beranggotakan dua dosen muda dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) yang juga alumni ITS dan satu orang peneliti dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Untuk diketahui, SRM sendiri ialah ide yang sangat kontroversial dengan melakukan pemantulan terhadap sebagian sinar matahari agar menjauhi bumi, untuk mengurangi risiko perubahan iklim di bumi.

SRM dilakukan dengan cara melakukan bloking terhadap sejumlah sinar matahari untuk mendinginkan bumi, contohnya dengan menyemprotkan partikel-partikel pemantul di atmosfer.

Sayangnya, menurut Heri, hal tersebut masih memiliki potensi yang dapat membahayakan.

“Jika ini bisa dilakukan secara aman, teknologi ini akan menjadi cara yang cepat untuk mengurangi beberapa risiko perubahan iklim yang sedang dihadapi dunia ini, dimana dunia sedang berusaha melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca,” tuturnya kepada TribunJatim.com.

Heri mengatakan bahwa ia sangat bangga karena proyek yang dikerjakan timnya ini juga menjadi proyek penelitian yang pertama di Indonesia.

“Masih sedikit sekali pengetahuan mengenai SRM di sini (Indonesia, red) dan saya berharap kita bisa memulai diskusi yang lebih luas mengenai risiko dan keuntungannya,” ungkap pria berkacamata ini.

Doni Setia Pambudi, salah satu anggota peneliti dari UISI mengatakan bahwa di Indonesia sangat rentan terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pemanasan global.

“Kita perlu memikirkan usaha-usaha lain untuk menanganinya yang salah satunya dengan SRM geoengineering ini, dan saya ingin tahu lebih lanjut tentang dampaknya,” tuturnya.

Penelitian yang dilakukan timnya tersebut, menurut Heri, merupakan satu dari delapan proyek yang dianugerahkan oleh DECIMALS (Developing World Impact Modelling Analysis for SRM) Fund yang dibiayai oleh The World Academy of Science (TWAS) dan UNESCO.

Berita Terkini