Ubah Kursi Plastik Jadi High Class, Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya Ciptakan Kursi Kuda

Penulis: Sulvi Sofiana
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Franklin Goenardi (20) dan Monique Habriela Ruslie (20) menunjukkan pemakaian kursi plastik desain mereka, Selasa (8/1/2019).

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kursi plastik sederhana biasa digunakan di warung jalanan atau identik dengan 'kaki lima'.

Namun, di tangan dua mahasiswa Interior Arsitektur Universitas Ciputra (UC) Surabaya, wajah kursi plastik 'kaki lima' diubah menjadi kursi interior berkelas.

Dilarang Pelihara Anjing, Mahasiswi Universitas Ciputra Bangun Bisnis Gantungan Kunci Custom Anjing

Memadukan unsur klasik namun tetap unik, Franklin Goenardi (20) dan Monique Habriela Ruslie (20) mendesain sebuah kursi dengan mempertimbangkan unsur manfaat dan kemudahan bagi konsumen.

Desain para mahasiswa kursi interior Kaki Lima yang berwajah high class tidak lepas dari peran Tri Novianto Puji Utomo sebagai dosen pengampu.

Keinginannya untuk membawa kursi kaki lima di ranah publik seperti ruang tunggu dan cafe, akhirnya terealisasi dengan projek yang ia berikan kepada 43 mahasiswa semester lima.

Cerita Mahasiswa Universitas Ciputra yang Busana Karyanya Ditampilkan di Paris: Dulu Tak Bisa Gambar

Dosen Interior Arsitektur mata kuliah Produk Interior ini mengajak mahasiswanya, untuk memecahkan problem solving yang ditemui di lingkungan sosial masyarakat.

Dosen yang akrab di sapa Tomi ini, ingin mengajak mahasiswanya lebih peka dan kritis terhadap lingkungan sosial melalui desain interior.

"Kadangkala desainer kurang memperhatikan apa potensi lingkungan. Kayak kursi plastik kaki lima ini kalau udah rusak ya sudah," katanya.

Menurutnya, kursi plastik kaki lima mempunyai tantangan tersendiri karena merupakan 'kursi rakyat'. "Sehari-hari sering lihat. Tapi sehari-hari juga nggak perhatikan," imbuhnya.

Dari hasil pengamatan yang dia lakukan, kursi plastik tidak bisa menahan beban tubuh yang cukup besar.

Hal itupun juga ditemui oleh mahasiswa.

Banyak mahasiswa yang menemukan masalah pada kaki kursi plastik.

Oleh karena itu, mahasiswa diminta untuk meneliti kursi plastik secara mendetail.

"Setelah tahap penelitian, mahasiswa harus memulai merancang pembuatan kursi yang mengutamakan standart kenyamanan, ukuran dimensi dan keamanan," jelasnya.

Tomi menilai, prototype kursi plastik yang dibuat mahasiswa masih lemah pada sentuhan akhir.

Seperti pemilihan material antara plastik dan bahan-bahan lainnya.

"Karya kursi ini perlu dikembangkan. Kita juga akan adakan pameran untuk uji pasar," imbuhnya.

Seperti kursi Kulawa (Kursi Plastik Mudah di Bawa) buatan Franklin dengan menggunakan sistem knock down sehingga kaki kursi dibentuk menyilang.

"Konsep saya kursi ini bisa mudah dibawa. Dari segi packaging ini bisa dimodifikasi dan banyak dicari-cari orang," ujar mahasiswa semester 5 ini.

Pasalnya, selain nilai estetika harus ada pada desain kursi.

Packaging juga harus memenuhi unsur estetika.

Dijelaskan pria yang akrab di sapa Frank ini, sebelum pembuatan desain kursi ia harus lebih dahulu menganalisis kebutuhan pada kursi untuk di desain kembali.

"Masalah yang saya lihat seperti kaki kursi yang kurang kuat. Jadi saya buat bentukan cros pada kaki kursi untuk memperkuat posisi dudukan dengan menggunakan bahan dari besi," jelas dia.

Selain pertimbangan desain pada kursi, sisi packaging juga mendapat perhatian mendetail dari Frank, yaitu dari sisi finishing.

Sebab, pengemasan kursi masih belum rapi dan masih terlihat beberapa bentukan yang masih kasar, seperti pada material bahan.

"Banyak yang harus diperbaiki dan rancangan kursi akan dikembangkan lagi. Dengan mempertimbangkan beberapa unsur secara mendetail agar bisa digunakan," papar Frank.

Berbeda dengan Frank yang menggunakan konsep kursi lipat, Monique Habriela Ruslie justru mengutamaan konsep multifungsi sebuah kursi.

Dengan memberikan desain mendetail penyangga pada sisi kiri kursi.

Sehingga tidak hanya dibuat untuk bersantai namun juga bisa digunakan dalam pengerjaan tugas.

Kursi karya perempuan yang akrab disapa Monique ini dinamakan El Caballo Chair (Kuda).

Dikatakan Monique, kursi kuda yang ia buat tidak terlepas dari filosofi seekor kuda yang mempunyai banyak fungsi.

"Bisa buat andong, bisa untuk kerja selain itu juga bisa untuk baca-baca. Makanya saya tidak mau potong kursi tapi hanya menambah kursi saja," katanya.

Meskipun kesan unik dan multifungsi yang hampir sempurna, Monique masih berencana memperbaiki reflek duduk dan finishing pada kursi.

"Karena ada 'cacatnya' jadi harus disempurnakan lagi," pungkasnya.

Berita Terkini