Rumah Politik Jatim

Di Madiun, Ma'ruf Amin Cerita Alasan Mau Dampingi Jokowi, Umpamakan Kiai Seperti 'Pemadam Kebakaran'

Penulis: Rahadian Bagus
Editor: Ani Susanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cawapres nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin menghadiri halaqoh nasionalisme bertema 'Menjaga Keutuhan NKRI' di Gedung NU Center, Kelurahan Munggut, Kecamatan  Wungu, Kabupaten Madiun, Senin (21/1/2019) malam. 

Cawapres nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin, kembali menceritakan alasannya bersedia mendampingi capres Joko Widodo (Jokowi), seperti pemadam kebakaran.

TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Cawapres nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin, kembali bercerita alasannya bersedia mendampingi capres Joko Widodo (Jokowi).

Dalam kesempatan itu, KH Ma'ruf Amin juga mengumpamakan seorang kiai seperti pemadam kebakaran.

4 Hal Terkait Maruf Amin di Debat Pilpres 2019, Diamnya Jadi Perbincangan, Ini Ternyata Alasannya

KH Maruf Amin Bersama Para Kiai Hadir dalam Istigosah Kubro di Sidoarjo

La Nyalla: Kemenangan Jokowi-Maruf Amin, Simbol Kemenangan Kalangan Pesantren di Madura

Hal itu disampaikannya saat menghadiri halaqoh nasionalisme bertema 'Menjaga Keutuhan NKRI' di Gedung NU Center, Kelurahan Munggut, Kecamatan  Wungu, Kabupaten Madiun, Senin (21/1/2019) malam.

"Banyak yang bertanya, kenapa KH Ma'ruf Amin mau menjadi wakil presiden. Padahal saya sudah menduduki kursi strategis Rais Aam PBNU, dan Ketua MUI," katanya di hadapan ratusan Nahdliyin dan ulama yang hadir dalam acara, malam itu.

Dia menuturkan, ia merasa nyaman dengan posisinya saat itu, namun karena para ulama, dan pimpinan NU, memintanya agar ia menerima tawaran tersebut, maka dengan dengan kerelaan, kesiapan, dan sunguh-sungguh, ia akhirnya menerima tawaran dari Jokowi sebagai cawapres.

"Saya anggap ini bentuk penghargaan kepada ulama. Pak Jokowi bisa saja memilih wakilnya dari kalangan politisi, profesional, pengusaha, bisa. TNI atau Polri, juga bisa. Tetapi beliau tidak memilih orang itu, tetapi milih saya. Bagi saya itu merupakan bentuk penghargaan kepada ulama," jelasnya.

Demi Menangkan Jokowi-Makruf Amin di Jatim, Jokma Rangkul Semua Kekuatan

Dia menuturkan, ada yang mengatakan, capres dan cawapres yang dipilih hendaknya yang dipilih kiai dan ulama, bukan pemerintah.

Namun, soal ulama dan kiai mendukung capres dan cawapres itu, sudah ada sejak dulu.

"Dari dulu, capres dan cawapres mencari ulama untuk mendukungnya. Setelah itu, wabillahi taufiq wal hidayah," katanya.

Dia mengatakan, oleh sebab itu ada yang mengumpamakan kiai seperti ketika ada mobil mogok, diminta tolong untuk mendorong, setelah mobilnya sudah jalan, ditinggal begitu saja.

Atau, dia juga mengumpamakan kiai seperti pemadam kebakaran, begitu kebakaran atau api sudah selesai dipadamkan, maka ditinggal pergi begitu saja.

"Makanya, dulu kiai diibaratkan seperti daun salam. Ibu-ibu kalau masak, pakai daun salam. Tapi kalau sudah selesai masak, yang pertama kali dibuang apanya, daun salam. Pak Jokowi tidak hanya mendapatkan dukungan dari kiai dan ulama, tetapi satu-satunya capres yang menggandeng ulama," katanya.

Besok, Cawapres Maruf Amin akan Hadiri Istighosah Kubro di Trenggalek

Alasan lainnya, kenapa ia bersedia mendampingin Jokowi adalah karena ia menganggap Jokowi concern terhadap upaya menjaga keutuhan bangsa dan keutuhan NKRI.

Sebab, bagi NU, NKRI merupakan harga mati.

"Bagi kita NU, NKRI adalah harga mati. Bahkan sudah dilakukan sejak, masa yang lalu, ketika Indonesia dalam keadaan kritis, ketika Indonesia baru dimerdekakan pada Agustus 1945, dua  bulan kemudian, Oktober penjajah datang lagi, untuk menjajah lagi. Tentara belum terkonsolidasi, polisi belum terkonsolidasi, untungnya ada putera terbaik bangsa,  KH Hasyim Asyariashari, sebagai pendiri NU, yang juga pimpinan Pondik Tebu Ireng, tampil membuat fatwa jihad, melawan penjajah," jelasnya.

Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mendeklarasikan resolusi jihad,  untuk merespons Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang mencoba menjajah Indonesia kembali.

Hal itulah yang menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk berani melawan penjajah.

KH Hasyim Asy'ari bersama para ulama dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya pada 21- 22 Oktober 1945.

Para ulama kemudian mendeklarasikan perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai perang jihad melawan penjajah, pada 10 November 1945.

"Hingga akhirnya, 10 November dijadikan Hari Pahlawan, tetapi  22 Oktober, yang menjadi inspirasi dilupakan.  Baru setelah 70 tahun, pada 2015, 22 Oktober ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional oleh Pak Jokowi," tegasnya.

Australia Diminta Maruf Amin Agar Tak Intervensi Pemerintah Soal Pembebasan Abu Bakar Baasyir

KH Ma'ruf Amin menambahan, dipilihnya ia sebagai cawapres merupakan bentuk penghargaan kepada NU, oleh sebab itu ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan  itu.

"Sudah lama, sejak Gus Dur menjadi presiden, sebelumnya dan sesudahnya, tidak ada NU yang jadi Wakil Presiden. Karena itu, saya pikir ini kesempatan untuk mensyukuri nikmat itu.  Mudah-mudahan, kalau saya nanti jadi wakil presiden, ke depan ada orang NU yang jadi presiden," imbuhnya. (rbp)

Berita Terkini