Cerita Anita Berjuang Bangkitkan Semangat ODHA, Ditawar Hidung Belang hingga Dijuluki ‘Mbak HIV’

Penulis: Erwin Wicaksono
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Progam Komisi Penanggulangan Aids, Kabupaten Malang, Anita menujukkan hasil kerajinan kreasi salah satu Odha di Kabupaten Malang.

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Perempuan 38 tahun ini memang memiliki nama yang singkat, yakni Anita.

Namun perjuangan perempuan kelahiran Kabupaten Tulungagung untuk memutus rantai diskriminasi pada Orang dengan HIV/AIDS (Odha) mungkin tak sesingkat namanya.

Anita yang kini menjadi Kepala Progam Komisi Penanggulangan Aids, Kabupaten Malang itu semula tak menyangka bisa terjun di dunia yang mungkin tak banyak diminati banyak orang.

Yakni, hampir setiap hari tak jauh dengan para orang-orang yang terpapar virus yang ditengarai karena perilaku seks bebas itu.

Revolusi Industri 4.0, KSPM Universitas Negeri Malang Dorong Milenial Terjun ke Pasar Modal

"Saya adalah sarjana hukum. Tapi saya terpanggil untuk sesama apalagi dengan Odha. Di bidang ini, hidup saya lebih berguna untuk sesama," terang Anita sambil menunjukkan hasil kerajin Odha bimbingannya.

Dedikasi Anita terhadap perjuangan hidup para Odha, bermula sejak tahun 2003.

Awalnya, ia merasa ada perasaan takut bertemu dengan para Odha. Perasaan ragu pun timbul, dari takut berjabat tangan hingga duduk bersamaan.

Seiring waktu berjalan, relasi itu terbangun bertahap.

Tak ada yang instant.

Hingga akhirnya mulai terbiasa dan tak sungkan lagi untuk berbagi dengan para Odha.

Mulai dari makan bersama, bahkan memakai sikat gigi secara bergantian.

Semua ia lakukan demi kemanusiaan agar tak tercipta jarak antara dirinya dengan Odha.

"Kepedulian itu memberikan saya sebuah imunitas tersendiri. Sepeti sudah kebal," ungkap alumnus Unmer Malang itu.

Banyak suka duka yang telah dialami.

Satu di antara yang tak terlupakan adalah pernah ditawar oleh pria hidung belang saat melakukan pendekatan kepada WPSL atau PSK di salah satu lokalisasi di Gondanglegi.

Pengalaman tersebut dialaminya pada tahun 2015.

Ketika duduk-duduk disalah satu parit yang ramai dilakukan transaksi seks, sekitar pukul 22.00 WIB.

Seorang pria mendatanginya.

“Tiba-tiba ada yang mendekat bapak-bapak. Saya juga pakai pakaian yang gak gitu-gitu amat. Tiba-tiba pria itu tanya, ‘mbak baru ya di sini? Tarifnya berapa?’ Untungnya ada salah satu preman berkuasa menegur dan beritahu kalau saya bukan PSK," kenangnya.

Anita berpendapat, dirinya seakan diberi suntikan semangat agar bisa bermanfaat untuk meningkatkan harapan hidup para Odha.

Setiap bulannya, ia wajib memberikan pendampingan terkait pemberian obat dan motivasi semangat hidup. Namun, apa yang dilakukannya tak semudah yang dibayangkan.

"Tak semudah memberi obat pada orang pada umumnya. Beberapa dari mereka (Odha) ada yang sudah mulai kehilangan semangat hidup. Saya mereka adalah orang-orang hebat, beban mereka lebih berat dari kita sebagai orang normal. Sering saya dengar curhatan mereka berkaitan dengan diskriminasi dilingkungan masyarakat. Itu yang kadang membuat saya kesal. Tapi mereka terus saya beri motivasi," beber Anita.

Anita menerangkan, diskriminasi tersebut justru membuat para Odha marah dan memiliki perasaan dendam hingga bertindak nekat.

“Salah satu hal yang saya khawatirkan adalah diskriminasi. Hal tersebut turut mempengaruhi psikologis para Odha. Dikhawatirkan mereka menjadi dendam hingga berbuat nekat dengan berhubungan seks tanpa pengamanan. Tujuannya karena dia telah terpapar dan seolah-olah dia (ODHA) adalah manusia hina," tutur Anita.

Maka dari itu ia mengajak masyarakat untuk tidak mendiskriminasi para Odha. Ia menegaskan berjabat tangan dan berbincang dengan para Odha tak membuat seseorang tertular HIV. Setidaknya, jika diskriminasi itu dapat diputus.

Pada 2018 saja terdapat 2497 jiwa warga Kabupaten Malang telah terpapar HIV/AIDS, bisa ditekan pertambahannya.
"Jauhi penyakitnya bukan orangnnya," pesan Anita.

Untuk pencegahan HIV/AIDS sendiri, Anita berpesan bisa dimulai dari tataran keluarga.

Menurutnya orang tua harus paham dengan segala seluk beluk buah hatinya.

Ketika anak sudah beranjak dewasa berilah pemahaman mengenai norma agama sehingga terhindar dari perilaku seks menyimpang. Anita pun mewanti-wanti jangan sesekali mencoba prostitusi.

"Keluarga harus menjadi tempat bercerita para anak. Ajaklah untuk sharing. Jangan sampai anak itu hanya diam di kamar tanpa kita tahu. Kemudian jangan coba coba mengenal prostitusi," tegas ibu satu anak ini.

Di sisi lain, karena dikenal selalu berkecimpung dengan para Odha.

Anita pun di juluki di juluki ‘Mbak HIV'.

Julukan tersebut seakan menjadi branding tersendiri bagi dirinya.

Singkat cerita, julukan itu muncul sekitar dua tahun yang lalu, saat mensukseskan progam Warga Peduli Aids (WPA).

Program itu jalankan bekerja sama dengan Pemkab Malang dan juga Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang.

Kini, Anit patut berbangga ada ratusan kader tersebar di 33 Kecamatan di Kabupaten Malang saat ini.

Anita berharap, para kader diharapkan mampu melakukan edukasi kepada masyarakat dan memutus rantai diskriminasi para Odha.

“Saking seringnya berkumpul dengan para Odha, saya dijuluki Mbak HIV. Bagi saya gak ada masalah, justru saya bangga bisa membantu teman-teman Odha. Harapan kami tetap, ayo sama-sama putus rantai diskriminasi terhadap para Odha," ajaknya. (ew)

Berita Terkini