Golput di Jatim Masih Berpotensi Tinggi, Begini Penjelasan KPU Jatim

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Divisi Sumber Daya Manusia dan Partisipasi Masyarakat (SDM dan Parmas) KPUD Provinsi Jatim, Gogot Cahyo Baskoro.

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur masih optimis dapat meningkatkan partisipasi pemilih sesuai target, yakni mencapai 77,5 persen.

Sekalipun, banyak pihak yang pesimis dengan target KPU tersebut mengingat pola sosialisasi dan publikasi yang dilakukan KPU.

"Kami optimistis dapat memenuhi target nasional, 77,5 persen," kata Komisioner KPU Jatim, Gogot Cahyo Baskoro kepada tribunjatim.com ketika dikonfirmasi di Surabaya, Selasa (26/3/2019).

Angka Golput Masih Dua Digit, TKD Jatim Dorong KPU Lebih Intens Sosialisasi Soal Pemilu 2019

Sortir Ulang Ribuan Surat Suara Rusak, KPU Kabupaten Kediri Temukan 80 Persen Masih Layak Pakai

Target tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan partisipasi pemilihan legislatif dan pilpres di 2014 silam yang masing-masing baru mencapai 74 dan 71 persen.

"Yang perlu menjadi catatan, Pileg dan pilpres saat ini berjalan serentak. Sehingga, semakin banyak pihak yang mendorong untuk keterlibatan pemilih," katanya.

Sudah Masuk DPT, Tapi Cek Nama Tidak Ada? Warga Bisa Langsung Datang ke KPU, Berikut Caranya!

KPU Jatim, menurut Gogot telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat tersebut.

Meskipun kenyataannya, pada pemilihan kepala serentak di 18 daerah dan 1 pemilihan gubernur di Jatim silam, angka partisipasi masyarakat justru hanya berada di angka 68 persen.

"Namun, hasil pilgub itu bisa naik dari pilgub sebelumnya (2013). Pilkada lalu, naik delapan persen," sebutnya.

Gogot juga menanggapi hasil survei sejumlah lembaga tentang masih besarnya pemilih yang belum menentukan pilihan.

"Swing voters kan bukan berarti mereka akan golput. Namun, pada mereka yang belum menentukan pilihan. Artinya, potensi untuk mereka ikut pemilu masih tinggi," katanya.

"Oleh karenanya, mereka menjadi bagian yang kita tatar untuk kita fokuskan lagi. Kita pilah, pemilih seperti apa yang belum menentukan pilihan," katanya.

Gogot tak memungkiri, salah satu alasannya karena soal minimnya sosialisasi program para calon.

"Mereka (calon pemilih) masih belum mendapatkan informasi soal track record atau rekam jejak masing-masing calon. Juga, dengan banyaknya perdebatan di media massa antar pendukung, dan faktor lain," kata Gogot.

Meskipun demikian, Gogot menyebut pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam memfasilitasi sosialisasi tersebut.

"Fasilitasi pasti. Di antaranya, terkait pelaksanaan kampanye dengan pemasangan APK (Alat Peraga Kampanye). Ini bagian dari fasilitasi agar publik mengenal," katanya.

"Kemudian, iklan kampanye kan juga ada dari KPU RI, KPU Provinsi. Ada juga, berbagai portal, misalnya di website, aplikasi KPU RI 2019. Termasuk, media sosial, pendekatan budaya, lomba mural, model-model sosialisasi begitu sudah kami lakukan. Jadi, banyak media yang bisa dimanfaatkan," katanya menjelaskan.

Pihaknya menargetkan bahwa pola sosialisasi tersebut bisa mengurangi angka undecided voters pada pemilu yang rencananya akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang. "Utamanya, kepada pemilih milenial," katanya.

Sebelumnya, Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi di Jawa Timur memberikan kritik keras terhadap pola sosialisasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). BPP Jatim menilai pola sosialisasi yang dilakukan KPU tak signifikan menurunkan potensi pemilih golongan putih (golput).

"Kami melihat potensi golput tidak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya apabila tak ada perbaikan dalam pola publikasi. Bahkan, (angka golput) bisa lebih besar," kata Ketua Bidang Media BPP Jatim, Hadi Dediansyah ketika dikonfirmasi di Surabaya, Selasa (26/3/2019).

KPU selaiknya lebih masif dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat di antaranya melalui pola kerjasama dengan media. "Sementara itu, untuk bisa menjangkau ke lapisan bawah itu tidak ada medianya," kata Hadi.

Apabila tak segera diselesaikan, potensi golput pada pemilu yang rencananya akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang bisa mencapai dua digit. "Bahkan potensi golput bisa mencapai 25-30 persen," katanya.

Berita Terkini