May Day 2019

8 Bulan Diabaikan Perusahaan, Pria Ini Datang Jauh-jauh dari Surabaya ke Malang Untuk Aksi May Day

Penulis: Rifki Edgar
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana aksi Mayday yang dilakukan oleh buruh di Balaikota Malang, pada Rabu (1/5).

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Sudah delapan bulan ini Agus Karyono (50) tidak diberikan kejelasan oleh perusahaannya.

Nasibnya kini terkatung-katung lantaran dirinya dirumahkan oleh perusahaan meski sudah bekerja selama 21 tahun.

Dia tidak di PHK dan dia tidak juga dipekerjakan lagi lantaran sesuatu hal yang hingga kini dirinya tidak mengetahuinya.

Agus merupakan warga Surabaya yang berkerja di PT Platinum Keramik Industri.

Rekapitulasi Surat Suara, Logistik Pemilu Dibawa ke DPRD Kabupaten Malang, Dikawal Ketat Polri-TNI

400 Personel Gabungan Siap Amankan Peringatan Hari Buruh 2019 di Kota Malang

Bulan Puasa Ramadan, Jam Kerja ASN Kota Malang Dipangkas 1 Jam hingga Diperbanyak Agenda Kegiatan

Dirinya bersama dengan 37 rekannya yang lain datang jauh-jauh ke Kota Malang hanya untuk mengikuti aksi May Day 2019.

"Kami di sini ingin menuntut kejelasan. Apakah kami di PHK atau kami tetap dipekerjakan. Delapan bulan ini kami dirumahkan tanpa ada kejelasan," ucapnya di sela-sela aksi May Day 2019 pada Rabu (1/5).

Agus mengaku, kurang lebih 409 karyawan di perusahaan tempat dirinya bekerja telah dirumahkan.

Kini mereka terbagi dalam tiga kelompok dalam menyuarakan aksi untuk keadilan.

Agus hanya mau kejelasan, dan uang pesangon yang sesuai apabila dirinya memang di PHK oleh perusahaan.

"Dulu sempat kami diberi uang tali kasih (pesangon). Tapi jumlah tidak sesuai. Jika di PHK harus ada hukumnya juga, kenapa kami di PHK. Kini nasib kami awu-awu (tidak jelas)," ucapnya.

Selama delapan bulan itulah, Agus kebingungan mencari kerja apa untuk menafkahi keluarganya.

Agus dan temannya yang lain hanya bisa bekerja serabutan.

Mereka kini dibantu oleh seorang pengacara dalam menuntut keadilan bagi dirinya dan rekan-rekannya yang lain.

"Kami datang ke Malang ini bersama rombongan. Kami bersama pengacara juga. Beberapa dari kami juga melakukan aksi di Surabaya. Sedangkan kami melakukan aksi di sini," imbuhnya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Lindah (30) petani buruh Tomat dan Cabai Rawit asal Poncokusumo, Kabupaten Malang.

Dirinya kini mengeluh lantaran harga pupuk yang melambung tinggi.

Menurutnya, mahalnya harga pupuk tidak sesuai dengan harga tomat dan cabai rawit yang cukup murah.

"Dulu harga pupuk Rp 90 Ribu. Kini mencapai harga Rp 100 Ribu lebih. Kalau seperti ini jadi kasihan kami para buruh tani," ucapnya.

Lindah berharap, pemerintah bisa menstabilkan harga pupuk dan lebih mempedulikan nasib petani.

"Kalau pupuknya murah, petani pasti senang," pungkasnya.

Sejak pagi, para buruh ini sudah memadati Balaikota Malang, Rabu (1/5).

Ribuan buruh itu tergabung dalam Front Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) yang datang dari berbagai daerah.

Mereka menyuarakan keadilan dengan membawa pengeras suara dan poster-poster.

Berita Terkini