TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi di Jatim berharap kepolisian tak menghalangi masyarakat yang hadir pada aksi 22 Mei di Jakarta mendatang.
BPP Prabowo-Sandi menilai aksi tersebut menjadi hak masyarakat yang seharusnya justru diakomodasi oleh pihak keamanan.
• Tanggapi Santai Kalah Suara di Jatim, Sandiaga: Teman BPP Menyampaikan, Saya Bagian Bekerja Keras
• BPP Prabowo-Sandi Bakal Bawa Bukti Kecurangan di Rekapitulasi Provinsi: Lebih Jelek dari Pilkades
• Saksi Prabowo-Sandi Ungkap Alasan Tak Mau Tanda Tangani Hasil Real Count KPU, Sebut Soal Mandat BPP
”Seharusnya, (pihak keamanan) tidak berhak melarang. Itu kan kehendak rakyat. Ketika suara rakyat dikebiri dan hak konstitusinya dimanipulasi, hak mereka bergerak. Kami tidak bisa menyalahkan mereka. Sebab itu hak,” kata Ketua Bidang Media BPP Prabowo-Sandi di Jatim, Hadi Dediansyah kepada Surya.co.id (grup TribunJatim.com) ketika dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (19/5/2019).
Meskipun demikian, pihaknya menegaskan tak menggalang massa untuk berangkat ke Jakarta.
Hadi menegaskan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pun tak mengisntruksikan jajaran di daerah untuk mengumpulkan massa ke Jakarta.
”Bukan artinya kami menyuruh. Nggak ada penggalangan massa baik dari BPP Prabowo-Sandi maupun DPD Partai Gerindra. Khususnya, dari Surabaya ke Jakarta,” kata Hadi yang juga Wakil Ketua DPD Gerindra Jatim ini.
”Namun, ketika pendukung menuntut hak konstitusinya, kami tak bisa mencegah. Yang berkeinginan, silakan. Kami tahu, baik dari unsur relawan, badan pemenangan, hingga Pak Prabowo kecewa. Sebab, pemilu yang dilakukan secara curang,” katanya.
Saat ini, beberapa elemen masyarakat disebut telah melakukan persiapan ke Jakarta.
”Mereka dari segala relawan, maupun pendukung ijtima ulama ketiga, secara khusus sudah melakukan persiapan. Namun, sejauh ini belum koordinasi resmi dengan kami,” katanya.
”Nanti akan berangsur-angsur berangkat dalam waktu dekat. Bukan hanya dari Jatim, namun berangsur-angsur dari seluruh Indonesia,” katanya.
Ia sekali lagi menegaskan bahwa negara tak memiliki kewenangan untuk membatasi hak masyarakat dalam bersuara.
”Kalau ada yang menghalangi, artinya pihak keamanan tak bisa menjalankan tugasnya. Seharusnya, bisa sebagai pengaman dan pengayom. Bukan sebagai pemain,” kata Hadi.
”Pihak keamanan seharusnya profesional yang netral dan melindungi. Jangan arogan, sebaliknya, harus bisa melindungi semua masyarakat,” tegas Hadi.
Hadi lantas mengutip putusan Bawaslu yang menyebut KPU bersalah. Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutus KPU bersalah atas input data Sistem Informasi Pemungutan Suara (Situng) serta pendaftaran lembaga quick count.
Keputusan tersebut berdasarkan pada hasil sidang putusan yang diselenggarakan Bawaslu dan surat putusan Bawaslu Nomor: 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019.
Keputusan ini diambil atas laporan dugaan kecurangan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. ”Pemilu sudah dicederai dengan berbagai kecurangan. Bawaslu pun memutuskan bahwa KPU lalai dan melanggar. Sehingga, wajar kalau masyarakat kecewa,” urai Hadi.