TRIBUNJATIM.COM - Siti Hartinah atau biasa dikenal dengan nama Bu Tien merupakan istri Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Bu Tien meninggal dunia pada tanggal 28 April tahun 1996.
Proses kematiannya saat itu memang sempat menjadi perdebatan masyarakat Indonesia, karena munculnya sejumlah rumor.
Sebab, meskipun dokter telah menyatakan Tien meninggal karena penyakit jantung yang diidapnya, namun sempat berembus rumor lainnya.
• Ajudan Bongkar Soal Uang yang Disimpan Soeharto, Ngaku Tahu Persis Jumlah Uang Pak Harto, Triliunan?
Rumor itu menyebutkan Tien meninggal karena adanya baku tembak antara dua anaknya, yaitu Bambang dan Tommy.
Terlepas dari hal itu, Tien memang memiliki sejumlah keunikan.
Itu seperti yang disampaikan oleh seorang putrinya, Tutut.
Tepatnya, seperti yang dituliskannya dalam situs miliknya www.tututsoeharto.id, (10/8/2018) lalu.
• Pengakuan Soeharto Soal Cita-citanya yang Sebenarnya, Bukan Presiden & Sebut Hanya Kebetulan
Saat itu, Tutut sedang duduk santai bersama ibu dan neneknya.
Tutut yang kala itu juga membaca koran, tiba-tiba kaget atas pemberitaan di sebuah koran.
Koran itu memberitakan adanya seorang wanita yang baru bisa melahirkan setelah hamil selama 10 bulan.
“Bu, ini ada berita, seorang ibu hamil 10 bulan lebih, anaknya baru lahir. Apa nggak berat ya bu?" tanya Tutut.
• Momen Prabowo Merasa Terhina Saat Datangi Habibie di Istana, Bawa Nama Soeharto & Keluarganya
Mendapatkan pertanyaan itu, Tien kemudian menimpalinya.
“Apa iya tho wuk. Biasanya, kalau sudah sembilan bulan, nggak lahir-lahir, kan dokter langsung ambil tindakan operasi Caesar,” kata ibu,"jawab Tien.
Mendengar percakapan Tien dan Tutut, sang nenek pun ikut menanggapinya.
Menurutnya, ukuran wanita mengandung selama 10 bulan masih sebentar.
• Politisi Demokrat Bocorkan Keadaan SBY Pasca Ditinggal Ani Yudhoyono, Ucap 1 Kalimat hingga Menangis
“10 bulan lebih itu masih sebentar wuk. Ibumu itu, tidak mau keluar-keluar, betah di perut eyang," tulis Tutut menirukan ucapan sang nenek.
Sebab, menurutnya saat itu dirinya mengandung Tien selama 12 bulan.
“Wooo luwih (lebih) wuk. Ibumu itu tinggal di perut eyang 12 bulan. Pas satu tahun, baru mau keluar dari perut eyang,"jawab sang nenek.
Mendapatkan jawaban dari neneknya seperti itu, Tutut langsung kaget.
“Subhannallah… Betul itu eyang satu tahun. Iya bu betul cerita eyang?” saya terheran mendengar cerita eyang," tulis Tutut.
Mendapatkan pertanyaan dari anaknya, Tien pun menjawabnya dengan canda.
“Yo ora ngerti ibu, wong lagi enak-enak nglingker di padarannya (di perut) eyang, didawuhi (disuruh) metu (keluar) sama eyang," kata Tien yang ditirukan Tutut.
Sang nenek tampaknya juga tidak mengetahui pasti penyebab Tien lama berada di kandungannya.
“Wong ibumu keenakan bobok di perut eyang, ke mana-mana digendong, dadi (jadi) wegah (males) metu (keluar)," jawab sang nenek.
Meski demikian, sang nenek mengaku saat itu hal tersebut menjadi sebuah peristiwa besar.
Bahkan, dia juga disarankan oleh seseorang segera pergi ke kandang kambing.
“Ya ramai wuk, akhirnya ada yang menyarankan pada eyang, supaya eyang dibawa ke kandang kambing, karena kan kambing 12 bulan baru melahirkan. Jadi oleh eyang kakung dibawa ke kandang kambing sebentar. Kandang kambing nya itu seperti rumah panggung, tapi pendek, jadi ada undak-undakan (tangga) nya. Eyang didawuhi (disuruh) eyang kakung duduk di situ. Setelah beberapa saat, eyang diajak pulang eyang kakung,” jawab sang nenek yang ditirukan oleh Tutut.
Sehari setelah dibawa ke kandang kambing, Tien kemudian lahir ke dunia.
“Alhamdulillah, kersaning Gusti Allah (karena kehendak Allah), besoknya ibumu lahir, sudah agak besar, tidak seperti bayi baru lahir. Minum susune akeh banget,"ucap sang nenek.
Kisah Bu Tien Didatangi Peramal India, Nasib Mujur Soeharto Dibongkar & Terbukti, Sempat Tak Percaya
Ada sebuah kisah saat Bu Tien Soeharto didatangi peramal keturunan India.
Peramal itu membeberkan nasib mujur sang suami, Soeharto, yang saat itu belum menjadi presiden.
Namun, awalnya Bu Tien Soeharto sempat tak mempercayai ramalan tersebut.
Simak kisahnya.
Diketahui, peramal India yang berjualan batu-batuan itu tubuhnya tak terlalu tinggi.
Umurnya, kira-kira lebih dari 50 tahun.
Ketika berbicara, peramal tersebut selalu menggunakan bahasa Inggris dan Indonesia.
Suatu hari, ia mampir ke rumah Soeharto di Jl Agus Salim, Jakarta.
Ketika itu Soeharto berpangkat mayor jenderal dan menduduki posisi cukup penting Pangkostrad.
Entah siapa yang mengajak pria itu mampir ke rumah Pangkostrad.
Dilansir dari buku "Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia", yang jelas, pria itu diterima Bu Tien Soeharto, sang pemilik rumah.
Setelah dipersilakan duduk, pria itu menawarkan barang dagangannya, berupa batu-batu permata yang berwarna-warni.
Sayangnya ketika berbagai jenis permata itu ditunjukkan, Bu Tien tidak begitu tertarik.
Pria itu lalu mengeluarkan ‘jurus’ baru, mengaku bisa meramal nasib seseorang.
Sontak Bu Tien menjadi tertarik dan ingin mendengarkan ceritanya.
"Sekedar mengisi keisengan saya setuju saja. Setelah orang itu melakukan cara-cara sesuai 'ilmunya', ia lalu menceritakan keadaan masa lalu saya. Banyak yang cocok. Saya jadi penasaran sehingga ingin tahu lebih lanjut apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang," kenang Bu Tien dalam bukunya.
Dilansir dari Intisari (grup TribunJatim.com), dialog pun berlanjut, hingga akhirnya mengarah kepada nasib Soeharto.
Lagi-lagi pria itu mempertontokan 'jurus’-nya.
Bu Tien terpana.
"Madam.. Suami Madam akan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan presiden yang sekarang, Soekarno," kata pria itu.
Mendengar penjelasan itu, Bu Tien hanya tersenyum dan mengaku tidak percaya dengan sang peramal.
"Ah, tak mungkin…. Suami saya hanya seorang perwira tinggi TNI AD. Sebagai Panglima Kostrad. Sesekali hanya mewakili Menteri/Panglima AD. Itupun sudah berat sekali. Saya tidak percaya," katanya.
Sang peramal mengaku tak akan memaksakan Bu Tien untuk mempercayai ramalannya.
Justru yang ia perlukan adalah imbalan jasa ramalannya.
Bu Tien kemudian bertanya, berapa bayarannya.
Sang pria itu menjawab, "Forty thousand (empat puluh ribu rupiah)."
Akan tetapi Bu Tien menangkapnya lain.
Ia mengira sang peramal itu meminta imbalan forteen thousand (empat belas ribu).
Gara-gara itu, Bu Tien kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang.
"Madam, not forteen but forty."
Sebenarnya Bu Tien sendiri merasa menyesal.
Sebab, biaya atau ongkos meramalnya terlalu tinggi.
"Mengapa untuk hal begini saja, cuma sekedar iseng-iseng kok harus merogoh saku empat puluh ribu yang pada waktu itu tergolong jumlah yang banyak. Padahal gaji suami pas-pasan saja," kenang Bu Tien.
Setelah uang diberikan, sang peramal itu lalu pergi.
Sejak itu Bu Tien mengaku tak pernah lagi bertemu dengan sang peramal itu, meski Soeharto pada akhirnya menjadi seorang tokoh bangsa yang tampil pada 1 Oktober 1965, menghadapi kudeta PKI, lalu dipercaya menjadi presiden menggantikan Soekarno. (Januar Adi Sagita)