Banyak Mitra Warga PPDB yang Ternyata Mampu, Pemkot Surabaya Kewalahan

Penulis: Delya Octovie
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Bappeko Surabaya, Eri Cahyadi (kanan) saat meninjau pemasangan box culvert di Manukan-Sememi Surabaya, Rabu (12/6/2019).

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Surabaya 2019 membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kewalahan.

Sebab, Pemkot Surabaya menemukan banyak warga yang sebenarnya tidak termasuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tetapi terdaftar sebagai Mitra Warga.

Akibatnya, data MBR yang dimiliki Pemkot Surabaya tidak sesuai dengan lapangan, dan anggaran Pemkot Surabaya untuk bantuan-bantuan kepada MBR melebihi jumlah semestinya.

Pemkot Surabaya Beri 48 Beasiswa Bagi Siswa Prestasi Kurang Mampu, Syaratnya Lulus SMA Jurusan IPA

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko), Eri Cahyadi, ada beberapa faktor yang membuat ketidakvalidan data MBR, yang berimbas pada Mitra Warga.

"Mitra Warga ini kan diambil dari data MBR milik Dinsos, ditambah data dari sekolah-sekolah. Ternyata, ada yang bilangnya tidak pernah dapat bantuan dari pemkot, lalu dapat Mitra Warga, tapi ternyata pernah dapat PBI (Penerima Bantuan Iuran) maupun intervensi lainnya dari pemkot pada tahun 2015 atau 2016," tutur Eri Cahyadi, Kamis (13/6/2019).

Permasalahannya, semua warga yang pernah mendapat intervensi dari Pemkot Surabaya dan tidak melaporkan perubahan status ekonominya, tetap masuk dalam data MBR.

Merasa Mampu, Warga Kota Surabaya Tolak Status Mitra Warga, Pilih Jalur Kawasan PPDB SMP Negeri

Eri Cahyadi mengatakan, data MBR memang mudah sekali berubah-ubah, karena status ekonomi seseorang bisa berubah karena keadaan maupun akibat intervensi Pemkot Surabaya.

"Misalnya ada pekerja swasta, rumahnya satu, mobilnya satu, tapi rumahnya terbakar, mobilnya hilang, dia jadi cacat, akhirnya jadi miskin, lalu dapat bantuan. Ada juga yang tadinya miskin kemudian sudah tidak," ujarnya.

Problem di lapangan yang ditemukan selanjutnya, adalah banyaknya warga yang ternyata status ekonominya tidak termasuk MBR, tetapi masih berada di dalam Kartu Keluarga (KK) anggota keluarga yang termasuk MBR, sehingga walau sudah berpenghasilan tinggi, mereka tetap mendapat bantuan dari Pemkot Surabaya.

Surabaya Duduki Posisi Keenam Inflasi Mei 2019 Versi BPS Jatim, Angkutan Antar Kota Jadi Faktornya

Intervensi yang dimaksud macam-macam, mulai dari gratis sekolah, obat, makanan, tempat tinggal, dan lain-lain.

"Orang miskin itu kan aturannya bila ada satu orang yang diintervensi, seluruh anggota keluarga dalam KK itu juga harus diintervensi. Dari hasil PPDB ini, banyak bapaknya MBR karena sudah tidak bekerja, tapi ternyata anaknya tinggal di lokasi lain dan anaknya itu tidak termasuk MBR," jelas Eri Cahyadi.

Ini yang membuat data MBR maupun Mitra Warga kacau, karena akhirnya Pemkot Surabaya tidak bisa memilah mana warga yang benar-benar membutuhkan, mana yang tidak.

"Maka dari itu, kami meminta tolong, masyarakat Surabaya kalau tidak tinggal di lokasi itu, jangan masuk di KK. Akhirnya kami tidak bisa intervensi. Bukan data Pemkot yang kacau, tapi kami jadi tidak bisa memilah," tegasnya.

Suroboyo Bus Mulai Digandrungi Masyarakat, Pemkot Surabaya Akan Lakukan Evaluasi

Dari pengalaman PPDB ini, Eri Cahyadi akhirnya memanggil para lurah untuk mengecek KK dengan fakta lapangan.

"(Kalau begini terus) Nanti anggaran Pemkot jebol," tutupnya. (Surya/Delya Octovie)

Yuk Subscribe YouTube Channel TribunJatim.com:

Berita Terkini