Kilas Balik

Alasan Soeharto Tak Singkirkan Pejabat yang Berkhianat Dibongkar Mantan Panglima, Padahal Terpukul

Penulis: Ani Susanti
Editor: Januar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soeharto sedang mencoba mobil hadiah dari PM Malaysia Mahathir Muhamad, di Jakarta, 19 Mei 1994.

TRIBUNJATIM.COM - Berbagai kisah di balik lengsernya Soeharto sebagai presiden masih terus diperbincangkan.

Diketahui, Soeharto mundur sebagai presiden setelah 32 tahun memimpin Indonesia.

Saat itu, Soeharto benar-benar sendirian.

Sejumlah pejabat dan orang-orang kepercayaannya 'berkhianat', mereka membangkang perintah Soeharto.

Para pejabat dan orang-orang dekatnya satu persatu meninggalkan Soeharto.

Seoharto yang sudah tidak lagi didampingi oleh Bu Tien harus sendirian menghadapi kenyataan tekanan rakyat Indonesia yang menuntut dirinya mundur.  

Simak kisahnya.

Momen Mahasiswa yang Lengserkan Soeharto Bertamu Pasca Tragedi, Ekspresi Berubah saat Pintu Ditutup

Di tahun 1998, berbarengan dengan demonstrasi gerakan mahasiswa menuntut Soeharto lengser, keadaan Jakarta mencekam.

Ribuan orang berkumpul di Gedung DPR RI di Senayan menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden yang telah diembannya selama 32 tahun.

Sosok The Smilling General yang di masa lalu terkenal dengan pemerintahan otoriter dan bertangan besi, seolah tak berdaya menghadapi tekanan gelombang demonstrasi mahasiswa dan rakyat tersebut. 

Waktu itu Soeharto yang masih menjabat sebagai Presiden masih memiliki kekuatan untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya tak loyal.

Namun hal tersebut tak dilakukannya, belakangan diketahui alasan Seoharto tak gebuk para pejabat tersebut.

Dua orang Jenderal mantan Panglima ABRI membeberkannya. 

Sosok & Pengalaman Tempur Kolonel Kopassus, Kisah Pernah Tampar Soeharto Tak Akan Terlupakan

Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. (AP PHOTO/CHARLES DHARAPAK via Kompas.com)

Dilansir dari TribunJambi (grup TribunJatim.com), demonstrasi mahasiswa tersebut juga bersamaan dengan kerusuhan yang terjadi di Jakarta.

Aksi penjarahan, pembakaran terjadi di berbagai tempat di Jakarta.

Soeharto akhirnya memutuskan untuk lengser keprabon pada 23 Mei 1998.

Detik-detik sebelum pengunduran dirinya, Soeharto benar-benar sendiri waktu itu.

Para pejabat, orang-orang yang dulu dipercaya muali menjauhinya.

Penyesalan Soeharto Tak Dengarkan Benny Moerdani, Nangis Sebelum Sang Jenderal TNI Wafat: Kamu Benar

Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno mengakui reformasi merupakan tuntutan jaman.

Bahkan, Soeharto juga menyadari hal tersebut.

Saat Soeharto lengser, Try Sutrisno sudah tidak menjabat Wakil Presiden.

Sebelum Soeharto lengser, Try Sutrisno mengatakan penguasa Orde Baru itu sempat menawarkan ke sejumlah pihak untuk membentuk tim yang akan mengatur jalannya reformasi.

Namun tawaran presiden saat itu ditolak mentah-mentah.

"Saya tidak mau diajak bapak (mengawal) reformasi, saya mau pak Harto turun. Saya tidak mau menyebut namanya," ujar Try Sutrisno mengurangi pernyataan sang reformis, pada kuliah umumnya, di Para Syndicate, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).

Sebelum Bu Tien Wafat, Soeharto Alami 3 Peristiwa Tak Biasa, Ada Hujan Badai hingga Tatapan Kosong

Posisi Soeharto saat itu terdesak.

Selain menghadapi demo mahasiswa di depan istana, dunia internasional juga menekan Soeharto yang saat itu sudah menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun.

Soeharto juga mendapat tekanan dari anak buahnya sendiri.

Saat itu 14 menteri yang ia tunjuk, menyatakan pengunduran diri.

"Ada 14 menteri waktu itu, teken (surat) mundur, ini istilah tentara insubordinasi, karena kabinet presidensial, ini menteri dipilih presiden, di berhentikan presiden, tidak bisa berhenti sendiri," ujarnya.

"MPR pun (menekan), Harmoko Cs, mengimbau Pak Harto secara konstitusional turun, Pak Harto orang bijak, kalau dia mau menggunakan "power" nya (red: kekuatannya), bisa saja, tapi ya berdarah-darah, beliau tahu situasi seperti itu," katanya.

Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur.

Pada 21 Mei 1998, ia menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai Presiden RI.

Setelahnya, BJ. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden, diangkat sumpahnya untuk menggantikan Presiden Soeharto.

"Begitu turun, saya ke Cendana, bersama Jendral Edi Sudrajat, pak kenapa bapak memilih cara seperti itu, di negara yang sebesar NKRI ini. Jawabanya sangat filosofis, dan etis, jawabannya itu 'saya sudah tidak dipercaya,'" ujarnya.

Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. (KOMPAS/JB SURATNO)

30 Prajurit Kopassus Nyamar Jadi Hantu Putih, Tembus Sarang Musuh, Ribuan Pemberontak Minta Ampun

Detik-detik Soeharto Mengundurkan Diri

Dinamika detik-detik jelang kejatuhan Soeharto yang 32 tahun menjadi Presiden diceritakan oleh BJ Habibie.

BJ Habibie waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden yang kemudian dilantik menggantikan Soeharto menjadi Presiden.

Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, yang juga menjadi penanda berakhirnya kekuasaan Orde Baru.

Mundurnya Soeharto memang dilakukan setelah desakan masyarakat yang semakin besar, terutama setelah Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.

 Sebelum Bu Tien Wafat, Soeharto Alami 3 Peristiwa Tak Biasa, Ada Hujan Badai hingga Tatapan Kosong

Kerusuhan besar pada 13-14 Mei 1998 juga menjadikan situasi politik Tanah Air semakin tidak stabil.

Dinamika pada Rabu malam, 20 Mei 1998, itu diceritakan Habibie dalam buku Detik-detik yang Menegangkan. Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006).

Habibie menilai krisis ekonomi menjadi faktor utama berakhirnya kekuasaan Soeharto.

Krisis itu mulai terasa sejak Agustus 1997, dan berkembang menjadi krisis multidimensional, termasuk di bidang politik.

Semakin besarnya aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa juga menjadikan krisis kepemimpinan semakin terlihat.

Saat itu, mahasiswa sudah menduduki Gedung DPR/MPR sejak 18 Mei 1998.

Tidak hanya itu, krisis politik semakin berkembang saat Ketua DPR/MPR Harmoko yang disertai pimpinan DPR/MPR meminta Presiden Soeharto untuk mundur pada 18 Mei 1998.

Soeharto Tiba-Tiba Batal Beli Pesawat Kepresidenan 16 Juta Dollar AS, Tak Semua Diungkap ke Publik

Kegelisahan di internal kabinet

Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak terhadap internal kabinet.

Apalagi, pada 17 Mei 1998 Menteri Pariwisawata, Seni, dan Budaya Abdul Latief sudah menyatakan diri mundur dari kabinet.

Habibie kemudian mengungkap ada kegelisahan yang dirasakan sejumlah menteri.

Kegelisahan itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita pada 20 Mei 1998.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Ginandjar menelpon Habibie.

Dia menyampaikan bahwa 14 menteri menyatakan tak bersedia untuk duduk dalam Kabinet Reformasi.

Namun, 14 menteri itu tetap akan melanjutkan tugasnya di Kabinet Pembangunan VII.

Mengutip arsip Harian Kompas, 14 menteri yang menandatangani "Deklarasi Bappenas" itu secara berurutan adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng.

Pernyataan Ginandjar itu membuat Soeharto terpukul.

Soeharto sendiri menerima surat pernyataan itu, menurut Harian Kompas, pukul 20.00 WIB pada 20 Mei 1998.

3 Jenderal TNI Pernah Permalukan Soeharto, Nasib Tragis Menyambut, Ada yang Korban Pembunuhan Keji

Habibie kemudian bercerita bahwa informasi di internal kabinet memang simpang-siur.

Dalam bukunya, Habibie menyatakan bahwa pada pukul 17.45 WIB Menteri Keuangan Fuad Bawazier menelpon.

Fuad bertanya seputar isu mundurnya Habibie sebagai wapres.

Mantan Presiden BJ Habibie ketika memberikan orasi di hadapan pejabat Provinsi Sulawesi Utara dan Peserta Hari Pers Nasional 2013 yang diselenggarakan di Manado. (KOMPAS.com/Ronny Buol)
"Saya jawab, 'Isu tersebut tidak benar. Presiden yang sedang menghadapi masalah yang multikompleks, tidak mungkin saya tinggalkan. Saya bukan pengecut!'," jawab Habibie kepada Fuad.

Habibie kemudian bertanya balik kepada Fuad mengenai rapat 14 menteri di Bappenas.

Namun, Fuad saat itu tidak hadir.

Sehingga Habibie meminta Fuad bertanya kepada Ginandjar Kartasasmita.

Isi Sebenarnya Buku Khusus Milik Soeharto Saat Jadi Presiden, Mantan Kapolri Ungkap Soal Daftar Urut

Berdiskusi dengan Soeharto

Malam harinya, Habibie kemudian bertemu Presiden Soeharto sekitar pukul 19.30 WIB di Jalan Cendana, Jakarta Pusat.

Habibie baru bertemu Soeharto beberapa saat kemudian, sebab sebelumnya Soeharto bertemu dengan Soedharmono.

Menurut Habibie, pembicaraan dengan Soeharto saat itu terkait nama-nama yang akan ditempatkan dalam Kabinet Reformasi.

"Karena ada perbedaan pandangan menyangkut beberapa nama, maka terjadilah perdebatan yang cukup hangat," tulis Habibie.

Karena tidak ada titik temu, Habibie menyerahkannya kepada Soeharto.

 Setelah itu, Soeharto segera meminta Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid untuk membuat keputusan presiden terkait pembentukan kabinet yang diharapkan jadi solusi terhadap krisis politik saat itu.

Rencananya, pada 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan kabinet itu dan melantiknya pada 22 Mei 1998.

Momen Bu Tien Didatangi Tukang Ramal, Isi Ramalan Soal Soeharto Buatnya Terpana, Berujung Penyesalan

Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR yang meminta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.

Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.

Dia ingin bertanya kepada Soeharto, tapi enggan.

Habibie kemudian bertanya mengenai posisinya sebagai wakil presiden.

Jawaban Soeharto cukup mengejutkan.

"Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden," ucap Soeharto, seperti disampaikan Habibie.

Habibie juga bertanya masalah terkait 14 menteri.

Ketika itu, Soeharto meminta Habibie berbicara dengan Ginandjar secara baik-baik.

Soeharto (Ist via Intisari.Grid.ID)

Habibie memanggil menteri

Setelah bertemu Soeharto, Habibie pun memanggil sejumlah menteri ke kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan.

Ada 4 menko dan 14 menteri saat itu.

Kepada para menteri, Habibie menceritakan hasil pertemuannya dengan Soeharto.

Selain itu, dia juga meminta sejumlah menteri yang menyatakan mundur untuk membatalkan niatnya.

Ada sejumlah kesepakatan dalam pertemuan yang berakhir pada 22.45 WIB itu.

Tujuan Sebenarnya Soeharto Beri Soekarno Gelar Pahlawan Proklamasi, Sesuai Permintaan Bung Karno?

Pertama, mereka memahami Kabinet Reformasi sebagai kenyatan.

Selain itu, pertemuan juga menyepakati keppres tentang pembentukan kabinet ditandatangani Soeharto.

Adapun pelantikan kabinet akan dilakukan oleh Habibie.

Setelah pertemuan, Habibie berusaha menelpon Soeharto.

Akan tetapi Soeharto tidak berkenan menerima.

Ketika itu, Soeharto menugaskan Mensesneg Saadilah Mursyid untuk menyampaikan bahwa Soeharto akan mundur pada pukul 10.00 WIB.

Habibie menceritakan itu kepada para menteri yang masih berkumpul di pendopo.

"Semua terkejut mendengar berita tersebut," ungkap Habibie.

 Terkuak Alasan Soekarno Gagal Melarikan Diri Saat Soeharto Berkuasa, Ajudan Ungkap Pesan untuk Mega

Dikutip dari Harian Kompas, pada pukul 23.00 WIB Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.

Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto.

Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur.

Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.

Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais.

Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya.

Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.

Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned".

Artikel TribunJambi.

Berita Terkini