Ekspedisi Prajurit Kopassus 'Nekat' ke Daerah Suku Kanibal di Papua, Tim Was-was Takut 'Dimakan'

Editor: Alga W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Ekspedisi prajurit Kopassus 'nekat' ke daerah suku kanibal di Papua, tim was-was takut 'dimakan'

Ekspedisi prajurit Kopassus 'nekat' ke daerah suku kanibal di Papua, tim was-was takut 'dimakan'.

TRIBUNJATIM.COM - Kisah keberanian prajurit Kopassus memang selalu menarik untuk diperhatikan. 

Mulai dari saat prajurit Kopassus berhadapan dengan musuh, maupun menghadapi misi berbahaya. 

Seperti yang terjadi saat prajurit Kopassus harus masuk ke dalam hutan belantara Papua dan masuk sarang suku kanibal.

Mengulik Pasukan Elite Wanita Rusia, Punya Baret Merah Mirip Kopassus hingga Dijuluki Fatal Beauty

Dikutip Sripoku.com dari Intisari, misi tersebut bermula ketika ditemukannya jasad Rockefeller hanya ditemukan berupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.

Berdasar jenis sepatu itulah, sepotong kaki itu kemudian dikenali sebagai jasad dari mendiang Rockefeller.

Michael Rockefeller (Everett Collection/REX)

Michael Rockefeller, Putra Miliarder AS yang Hilang di Belantara Papua, Ditemukan Potongan Kakinya

Kabar kematian Rockefeller dengan cara yang sangat tragis itupun menjadi perhatian dunia internasional.

Termasuk rumor bahwa Rockefeller telah dimakan oleh suku terasing yang tinggal di hutan belantara Papua Nugini.

Rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia tidak hanya beredar di Papua Nugini, tapi juga menyebar ke kawasan pedalaman Irian Barat (Papua) yang di tahun 1960-an masih merupakan hutan lebat yang belum terjamah.

Pada 5 Mei 1969 ,meski rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia di pedalaman Papua masih santer, sekitar 7 anggota pasukan baret merah RPKAD/Kopassus), 5 anggota Kodam XVII Cenderawasih Papua, dan tiga warga asing yang juga kru televisi NBC, AS, serta satu wartawan TVRI, Hendro Subroto, melaksanakan ekspedisi ke Lembah X yang berlokasi di lereng utara Gunung Jayawijaya.

Tim ekspedisi yang berjumlah total 16 orang itu dipimpin oleh personel RPKA, Kapten Feisal Tanjung sebagai Komandan Tim dan Lettu Sintong Panjaitan sebagai Perwira Operasi.

Lokasi ekspedisi disebut sebagai Lembah X dan berada di lereng utara Gunung Jayawijaya yang berpemandangan elok sekaligus merupakan tempat yang belum pernah dijamah oleh manusia dari luar.

Pasangan Kanibal Jual Kue Berbahan Daging Manusia, di Rumah Ditemukan Buku Harian Pelaku, Ini Isinya

Suku setempat masih dikenal sebagai suku yang sangat terasing dan dimungkinkan merupakan suku yang masih memakan manusia seperti yang dialami oleh Rockefeller.

Dengan risiko yang tinggi itu pengendali ekspedisi Pangdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo berpesan agar tim siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Dalam menjalankan ekspedisi, semua anggota militer mengenakan seragam militer lengkap, bersenjata senapan serbu AK-47 dan pistol, parang, tali-temali, dan lainnya.

Sebelum tim ekspedisi Lembah X diterjunkan melalui udara, Lettu Sintong terlebih dahulu melakukan orientasi medan melalui udara dengan cara menumpang pesawat misionaris jenis Cesna.

Lalu sesuai rencana tim akan diterjunkan pada lokasi padang ilalang yang berdekatan dengan perkampungan yang diduga masih dihuni oleh suku terasing pemakan manusia.

Suku Togutil yang Masih Primitif, Sebagian Bisa Ngaji, Tiap Jumat Keluar Hutan untuk Salat Jumat

Pada 2 Oktober 1969, semua tim bersama keperluan logistik diterjunkan sesuai rencana meski dengan perasaan tak karuan.

Pasalnya, mereka harus mendarat di daerah sangat terpencil yang konon didiami suku terasing yang masih suka memakan manusia.

Dengan perhitungan seperti itu, maka aksi penerjunan termasuk misi nekat.

Apalagi meski bersenjata lengkap para personel RPKAD dan Kodam Cenderawasih dilarang melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terpaksa.

Itupun merupakan tembakan yang dilepaskan ke atas untuk tujuan menakut-nakuti. Semua tim akhirnya bisa melakukan penerjunan dengan selamat.

Tak Hanya di Pulau Sentinel, Ini 4 Suku Lain yang Paling Berbahaya dan Terisolasi di Dunia

Tapi Sintong Panjaitan yang seharusnya mendarat di padang ilalang yang jauh dari perkampungan suku terasing justru mendarat di tengah kampung.

Ia langsung dikepung oleh warga yang hanya mengenakan koteka sambil mengacungkan tombak, panah, dan kapak batu.

Sadar sedang menghadapi bahaya dan masih terbayang oleh suku ganas pemakan manusia, secara reflek Sintong  Panjaitan memindahkan posisi senapan AK-47 di bahu ke posisi di depan dada serta mengokangnya.

Tapi Sintong Panjaitan terkejut ketika melihat senapan AK-47-nya ternyata tanpa magazin karena terjatuh saat terjun.

Dengan kondisi senapan AK-47-nya tanpa peluru, jelas sama sekali tidak berguna jika harus menghadapi warga suku terasing yang terus memandanginya secara curiga sambil mengacungkan semua senjata tradisional itu.

Mengenal Suku Sentinel, Uncontacted People Kepulauan Andaman yang Tak Ragu Bunuh Orang Asing

Tiba-tiba Sintong Panjaitan melihat jika magazin tempat peluru yang jatuh berada di antara warga suku dan bahkan sedang ditendang-tendang oleh seorang pemuda yang merasa bingung dengan benda asing itu.

Di luar dugaan pemuda itu mengambil magazin dan memberikannya kepada Sintong Panjaitan.

Sebuah pertanda bahwa warga suku itu ingin bersahabat.

Sintong Panjaitan akhirnya membiarkan saja ketika sejumlah warga suku menyentuhnya, lalu memeganginya, untuk memastikan bahwa ‘manusia burung’ yang jatuh dari langit itu masih hidup dan merupakan manusia seperti mereka.

Meski diliputi oleh perasaan was-was dan awalnya merasa akan diserang dan ‘dimakan’, semua tim ekspedisi ternyata diperlakukan secara bersahabat dan kemudian bisa berinteraksi secara normal dengan suku terasing itu.

Tradisi Unik Suku Naulu di Indonesia, Mau Nikah Harus Penggal Kepala Manusia untuk Mas Kawin

Sebagai suku terasing dan menggunakan bahasa yang saat itu tidak bisa dipahami, semua anggota tim ekspedisi pun harus belajar keras memahami bahasa setempat dengan cara mencatatnya.

Seperti diduga, meski bukan merupakan suku kanibal, suku terasing di Lembah X masih sangat primitif dan sama sekali belum mengenal korek api, cermin, pisau, pakaian, apalagi kamera televisi yang bisa merekam mereka.

Warga suku Lembah X juga masih lari tunggang langgang setiap ada pesawat lewat atau sedang melaksanakan dropping logistik karena mengira sebagai burung raksasa yang akan menyambarnya.

Semua warga suku juga takut air dan tidak pernah mandi, dan untuk minum mereka mengandalkan tanaman tebu liar.

Kebiasaan memakan tebu itu secara tidak sengaja sekaligus berfungsi sebagai sikat gigi sehingga semua warga suku giginya tampak putih bersih.

Rumah Wartawan Serambi di Aceh Tenggara Diduga Dibakar OTK, Mobil dan Garasi Ikut Hangus

Meski sempat mengalami musibah ketika sejumlah perahu karet yang ditumpanginya terbalik di jeram dan tim NBC kehilangan rekaman film yang sangat berharga, semua tim ekspedisi bisa pulang selamat pada akhir Desember 1969.

Bagi anggota RPKAD dan Kodam Cenderawasih, ekspedisi Lembah X terbilang sukses karena menginspirasi ekspedisi berikutnya yang kemudian dikenal sebagai Ekspedisi Nusantara Jaya.

Tapi bagi kru NBC, ekspedisi itu gagal total karena telah kehilangan semua rekaman yang bernilai jutaan dollar.

VIRAL Pria Pura-pura Mati Dibawa ke Sampang Hidup Lagi, Pihak Ponpes Sebut Robi Anjal Tidak Normal

Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Kisah Prajurit Kopassus Terpaksa ke Sarang Suku Kanibal di Papua, Takut Dimakan, Begini Akhirnya.

Berita Terkini