TRIBUNJATIM.COM, GRESIK - Sekretaris daerah (Sekda) Kabupaten Gresik Andhy Hendro Wijaya terancam dipanggil paksa oleh penyidik Kejaksaan Negeri Gresik.
Sebab, tidak hadir tanpa keterangan kepada kejaksaan negeri Gresik saat dipanggil sebagai saksi dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) mantab Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Gresik Mukhtar.
Humas Kejaksaan Negeri Gresik Bayu Probo Sutopo mengatakan mengatakan bahwa saksi Sekda Gresik Andhy Hendro Wijaya tidak hadir tanpa keterangan baik kepada penyidik maupun kejaksaan negeri Gresik.
"Enam orang hadir, dari para kepala bidang hadir. Satu orang lagi yaitu Pak Sekda tidak hadir tanpa keterangan, tanpa informasi apapun kepada penyidik mauoaun kejaksaan," kata Bayu kepada Tribunjatim.com, Selasa (15/10/2019).
Menurut Bayu, secara KUHP, jika saksi dua kali tidak hadir maka akan dilakukan pemanggilan secara paksa. Setelah pemanggilan pertama tidak hadir, penyidik Kejari Gresik akan segera mengirimkan surat ke Sekda Gresik.
"Dalam KUHP dipanggil dua kali, jika tidak hadir lagi dilakukan upaya paksa untuk melakukan pemanggilan," imbuhnya.
• UPDATE Suami Bakar Istri di Gayungan Surabaya, Pelaku Buronan Polisi, Kabur Bawa Motor Penjaga Kosan
• Anang Dibully Akibat Perbuatan 7 Tahun Lalu ke Kontestan, Kritikan Ari Lasso Buat Satu Studio Ngakak
Pemanggilan Sekda Gresik Andhy Hendro Wijaya ini terkait kasus pemotongan dana insentif milik pegawai BPPKAD Kabupaten Gresik yang sudah berlangsung sejak 2014 sampai 2018, waktu itu Kepala Dinasnya yaitu Yetty Sri Suparyati sampai Andhy Hendro Wijaya.
Sehingga, ketika tim penyidik Pidana Khusus Kejari Gresik menggeledah Kantor BPPKAD Kabupaten Gresik ditemukan uang rayusan juta dalam brangkas terdakwa Mukhtar.
"Mereka hanya sebagai saksi. Pengembangan ini atas perintah hakim pengadilan Negeri Tipikor Surabaya," katanya.
Dari kasus tersebut sudah menetapkan seorang tersangka yaitu mantan Plt Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik M Mukhtar. Dalam persidangan tersebut terdakwa M Mukhtar divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman selama 4 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsidaur 2 bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar. Jika dalam waktu satu bulan sejak putusan dinyatakn inkrah. Jika tidak dibayarkan maka asetnya akan disita kemudian dilelang dan jika tidak ada diganti dengan hukuman penjara selama 6 bulan. (Sugiyono/Tribunjatim.com)