Agung Suprio menjelaskan, bukan KPI yang memberikan sensor dan blur terhadap tayangan kartun dan pentil ban.
Tindakan memberi sensor dan blur sebenarnya berasal dari lembaga penyiaran sendiri.
Pasalnya, KPI hanya memantau tayangan televisi, yaitu setelah tayang dan bukan sebelum tayang.
"Jadi KPI tidak (melakukan) blurring, jadi kita memantau pasca tayang, bukan sebelum tayang," kata Agung Suprio.
Dijelaskan langsung oleh Agung Suprio, KPI tidak memantau proses produksi siaran televisi.
Namun, KPI hanya memantau setiap tayangan setelah tayang di televisi.
• Kata Robby Purba Diminta Pilih Ayu Ting Ting atau Sophia Latjuba, Melaney Merespon,Lihat Ekspresinya
• Penghasilan Barbie Kumalasari Bisa Mencapai Rp 1 M Sebulan, Akui Pernah Pacaran dengan Bule Amerika?
• Prediksi Denny Darko Ada Kemungkinan Gading dan Gisella Rujuk Kembali, Wijin Cocok Jadi Sahabat?
Ya, bagi KPI Pusat penggunaan sensor adalah reaksi yang berlebihan dari lembaga penyiaran.
"Jadi kalau kami melihat ini adalah reaksi yang belebihan dari lembaga penyiaran," kata Agung Suprio.
Agung Suprio menilai, blurring atau sensor digunakan oleh lembaga penyiaran karena mereka khawatir tayangannya terkena sanksi dari KPI.
Padahal KPI tidak melakukan sensor atau blurring pada sebuah tayangan.
"Mungkin karena takut disanksi oleh KPI, padahal KPI tidak melakukan penyensoran," ujar Agung Suprio.
Agung Suprio mengatakan, masyarakat sudah salah persepsi, jika mengira KPI mewajibkan penyensoran.
Padahal KPI tidak melakukan sensor pada sebuah tayangan.
"Jadi yang melakukan blurring adalah pihak mana?" tanya Melaney Ricardo.
"Pihak lembaga penyiaran," jawab Agung Suprio.