Maraknya Anak Laki di Tulungagung 'Jual Diri' ke Predator Anak, ULT PSAI Kuak Sebabnya Demi Hal Ini
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Selama 2019 Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) Tulungagung mencatat, ada empat kasus pencabulan sejenis dengan korban anak-anak.
Dari empat kasus itu, ULT PSAI mendampingi 13 korban, terdiri dari 12 anak laki-laki dan satu anak perempuan.
“Kami mendampingi dari awal korban dimintai keterangan sebagai saksi, sampai selesai proses persidangan. Dilanjutkan pemulihan psikologisnya,” terang Koordinator ULT PSAI Tulungagung Sunarto, Selasa (26/11/2019).
• Ibu Muda Yang Ditangkap di Kalidawir Tulungagung Sudah Berhasil Mengutil Emas
• Polsek Kalidawir Tulungagung Tangkap Satu Terduga Anggota Komplotan Pencuri Emas
• Dua Pasien DBD di Tulungagung Meninggal Dunia, Dinkes Minta Masyarakat Mulai Waspada Demam Berdarah
Yang terbaru, ULT PSAI mendampingi enam anak laki-laki, yang menjadi korban Muanam alias Mayar, seorang pemilik toko elektronik di Desa/Kecamatan Boyolangu.
Sebelumnya ada empat anak laki-laki yang menjadi korban Muhanjar Sidik (42), alias Bang Jek, warga Dusun Mayangan, Desa Srikaton, Kecamatan Ngantru.
Kemudian dua anak laki-laki yang menjadi korban Purwanto alias Poernanda, pemilik salon di Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru.
Selain itu ada satu anak perempuan yang menjadi korban pencabulan kakak kelasnya.
• Kebingungan Warga Dengar Dentuman Keras di Langit Tulungagung, Muncul Video Hoaks Ledakan dari SPBU
• Alokasi DD Naik Rp 4 Miliar, Bupati Tulungagung Minta Kades Aktif Atasi Kemiskinan
Sedangkan tahun 2018 ada satu anak laki-laki yang menjadi korban Roni, warga Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol.
Sunarto mengungkapkan, ada kecenderungan para anak laki-laki itu menjual diri kepada predator anak.
“Jadi mereka mendatangi para pelaku itu, dengan harapan diberi uang,” ungkap Sunarto.
Beberapa kasus memang ada unsur tipu daya, dengan iming-iming uang.
Masih menurut Sunarto, kondisi ini tidak lepas dari gawai dan internet yang sudah menjadi kebutuhan di antara remaja itu.
Sehingga saat mereka tidak punya gawai, atau tidak punya paket internet, mereka melakukan hal tidak terpuji itu untuk mendapatkan uang.
“Pemicu utama adalah pola pengasuhan yang lemah di dalam keluarga. Salah satunya orang tua cuek saat anaknya pulang malam, di atas jam 10 (malam),” tuturnya.
Karena internet sudah dianggap kebutuhan, anak-anak memilih berlama-lama di warung kopi, untuk mendapatkan WIFI gratis.
Saat itulah anak-anak dalam kondisi rentan menjadi korban predator anak.