TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Hamparan sawah di Desa Jarakan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung tampak dibiarkan begitu saja tanpa tanaman.
Sejauh mata memandang hanya terlihat tanag yang pecah lantaran menghadapi musim panas berkepanjangan.
Padahal, dulunya sawah di Desa Jarakan tersebut salah satu lumbung padi yang bisa panen sekurangnya tiga kali dalam satu tahun.
Namun kini sawah seluas delapan hektar ini tidak lebih dari hamparan sawah tadah hujan.
“Kondisinya sudah berubah sejak empat tahun lalu. Saluran teknisnya ada, tapi tidak dialiri air,” ujar Kepala Desa Jarakan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, Su’ad Bagyo, Jumat (13/12/2019).
• Promo Natal dan Tahun Baru, Beli Yamaha Lexi di Jawa Timur, Cuma Segini Uang Muka dan Cicilannya!
Sebenarnya saluran teknis ini terhubung dengan saluran dari Waduk Wonorejo, di Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung.
Namun sejak empat tahun terakhir, aliran dari waduk ini tidak masuk ke area persawahan warga.
Warga curiga, pihak pengelola Waduk Wonorejo mengutamakan air untuk Pabrik Gula Modjopanggoong dan PDAM Surabaya.
• Kejari Gandeng BPKP untuk Tentukan Kerugian Negara Akibat Dugaan Korupsi PDAM Tulungagung
“Jadi ada pintu air di belakang Srabah. Yang ke arah sawah-sawah kami sudah ditutup,” tutur Su’ad.
Akibatnya saluran teknis yang sudah dibangun selama ini kering, tidak mendapat suplai air.
Lahan pertanian teknis ini kini berubah menjadi tadah hujan, yang hanya bisa ditanami padi satu kali.
Selebihnya warga membiarkan sawah kering kerontang tanpa ada tanaman.
“Sebenarnya kami dulu sudah mengupayakan, dengan memberi subsidi benih agar menanam jagung. Tapi tanaman ini dianggap kurang menguntungkan,” sambung Su’ad Bagyo.
Menurut Su’ad Bagyo, jagung memang hanya butuh sedikit air, namun tanaman jagung membutuhkan tenaga ekstra untuk melakukan perawatan.
• Kompor Meleduk, Warung di Singosari Malang Hangus Terbakar, Kerugian Mencapai Rp 90 Juta
Selain itu untuk menanam jagung, warga butuh bahan bakar untuk mengaliri sawah mereka dengan mesin pompa air.
Namun sering kali pihak desa harus bersitegang dengan petugas SPBU, agar warga diperbolehkan membeli bahan bakar bersubsidi.
“Saya sampai bilang, pindah saja dari Jarakan kalau petani tidak boleh membeli BBM bersubsidi,” tegas Su’ad Bagyo.
Dari delapan hektar sawah yang kekeringan, empat hektar adalah sawah bengkok perangkat desa.
Bengkok ini biasanya digarap oleh petani penyewa dari warga Jarakan sendiri.
Bagi para penyewa, mereka hanya mau menyewa sawah yang bisa ditanami padi sekurangnya dua kali.
“Jadi mereka rugi kalau hanya bisa tanam padi sekali saja. Dampaknya tidak ada yang mau menyewa tanah tadah hujan,” ungkap Su’ad Bagyo.
• Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Ajak Anak Muda Ambil Peran dalam Pembangunan Kota Surabaya
Dari informasi yang didapat di lapangan, bukan hanya sawaj di Desa Jarakan yang tidak lagi mendapat pasokan air.
Namun tiga desa lainnya, Kauma, Tiudan dan Bolorejo juga mengalami hal serupa.
“Percuma kita bangaun saluran irigasi begitu bagus, tapi airnya tidak ada,” pungkas Su’ad.
Berulang kali surya.co.id menghubungi Kepala Sub Divisi ASA I/3 Perum Jasa Tirta, Hadi Witoyo.
Namun yang bersangkutan tidak merespon. (David Yohanes)
• Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Nongkrong Bareng Karang Taruna, Serap Gagasan Anak Muda Surabaya