Naiknya Angka Kematian Bayi di Tulungagung di Tahun Ini, Tersedak Susu Formula dengan Dot Jadi Sebab
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Angka kematian bayi di Kabupaten Tulungagung tahun 2019 sebanyak 126 anak dari 14.364 kelahiran.
Sedangkan tahun 2018 lalu, angka kematian bayi tercatat sebanyak 106 anak dari 14.749 kelahiran, atau naik di tahun 2019 ini sebanyak 20 kematian.
"Penyebab kematian paling besar adalah asfiksia dan berat badan lahir rendah (BBLR)," terang Kasi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Gizi Dinkes Tulungagung Siti Munawaroh.
• Bantuan Seragam Tidak Sesuai Harapan, DPRD Tulungagung Minta Dinas Pendidikan Belajar ke Solo
• Polres Tulungagung Membidik Dugaan Korupsi Dana Hibah Koni ke Organisasi Motor Cross
• Tulungagung Uji Coba Tes Urine Calon Pengantin, Bawa Alat Rapid Test, Rehabilitasi Jika Positif
Dari data Dinkes, aspirasi atau tersedak menjadi salah satu penyebab kematian bayi.
Bayi yang mengalami aspirasi ditemukan pada kasus bayi yang diberi susu formula dengan dot.
Karena salah teknik pemberian susu, maka saat bayi tersedak cairan masuk ke dalam saluran nafas hingga paru-paru.
"Pelan-pelan paru-paru anak mengalami infeksi ditandai dengan gejala panas, kemudian semakin parah dan meninggal dunia," sambung Siti.
Selama ini memberikan susu formula dengan dot dianggap hal yang sepele oleh banyak ibu.
Padahal menurut Siti, ada teknik khusus agar bayi terhindar dari aspirasi.
Kondisi paling aman adalah memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayi.
Namun memang ada konsisi khusus seorang ibu tidak memungkinkan memberikan asi kepada bayi.
"Pada ibu yang tidak boleh menyusui anaknya, harus ada persetujuan medis," tegasnya.
Karena itu Siti menekankan kepada setiap ibu hamil agar ikut kelas ibu hamil.
Sehingga para ibu bisa mengurus anaknya dalam segala kondisi, termasuk saat tidak direkomendasikan memberikan ASI.
Selama kelas hamil akan diajarkan cara memberikan susu yang aman untuk bayi.
Sedangkan angka kematian ibu hamil turun dari 18 di tahun 2018 menjadi 11 di tahun 2019.
Tahun 2018 penyebab kematian paling banyak karena pendarahan sebanyak 5 kasus, disusul jantung 3 kasus.
Kemudian dua kasus masing-masing karena eklamsia (kejang), asma dan hepatisis.
Dan satu kasus masing-masing karena emboli, kematomesis, hypertyroid dan infeksi.
Sedangkan tahun 2019 tertinggi karena eklamsia sebanyak 3 kasus, disusul HIV 2 kasus, kemudian masing-masaing satu kasus karena meningitis, asma, pnemonia dan lupus, serta lain-lain 7 kasus.
"Sebagai upaya menekan angka kematian ibu dan anak, kami berupaya menemukan ibu hamil secepatnya, tiga bulan awal kehamilan," tutur Siti.
Harapannya jika ditemukan masalah di awal kehamilan, Dinkes punya waktu untuk melakukan intervensi.
Salah satu fokus yang dilakukan adalah triple eliminasi, meliputi HIV, hepatitis dan infeksi menular seksual (IMS).
Dengan intervensi dini, diharapkan ibu hamil tidak menularkan penyakitnya kepada bayi yang dilahirkan.
Selain itu hal yang sangat vital adalah memberikan suplemen tambah darah agar tidak mengalami anemia.
Sebab sel darah merah adalah transportasi nutrisi.
Jika sel darah merah rendah, maka bayi yang dilahirkan kemungkinan akan mengalami BBLR, dan ibu mengalami pendarahan saat melahirkan.
"Jadi intervensi pemberian suplemen penambah darah, langsung berdampak kepada ibu dan kepada bayi yang akan dilahirkan," pungkas Siti.