Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kasus kecelakaan lalu lintas di jalan tol Jawa Timur meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, medio 2017-2019.
Catatan Subdit Gakkum Ditlantas Polda Jatim, di tahun 2017 tercatat ada 65 kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas), dengan 31 korban tewas.
Lalu di tahun 2018 meningkat, tercatat ada 70 kasus laka lantas, korbannya 23 orang tewas.
• Wajah Via Vallen Tanpa Make Up saat Berjemur Diekspos, Lihat Tampilan Si Biduan di Rumah, Beri Pesan
• Kapan Virus Corona Berakhir? Peneliti ITB Prediksi Penyebaran Terhenti di April, Simak Penjelasannya
Dan di tahun 2019, angka itu terus meningkat menjadi 194 kasus dengan 96 orang korban tewas.
Melalui catatan tersebut, terkuak ternyata laka lantas di ruas jalan tol, mayoritas disebabkan oleh tiga faktor ini.
1. Faktor Pengemudi Mengantuk
Menurut Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Jatim, AKBP Adhitya Panji, faktor ini menjadi dominan lantaran pengemudi memiliki kecenderungan sikap untuk meremehkan kondisi tubuh selama berkendara.
Apalagi dengan sebagian besar karakter jalan tol di Jatim bertrack lurus, tanpa kelok, kecuali tol arah Kota Malang, justru makin mempertebal rasa congkak pengemudi saat berkendara.
• Jokowi Sebut Rumah Sakit Darurat Covid-19 dari Wisma Atlet Siap Dipakai, Bisa Tampung 3.000 Pasien
Berdalih 'tanggung mau sampai', lanjut Adhitya, ternyata membuat pengemudi acap memaksa kemampuan tubuhnya, yang telah letih, untuk senantiasa ajeg dan terjaga.
Padahal para pengemudi tak pernah tahu gejala microsleep; tertidur dengan tiba-tiba dalam waktu yang teramat singkat, bisa terjadi setiap saat. Maka disitulah fatalitas laka lantas di ruas tol acap terjadi.
"Mengantuk itu kan, obatnya ya tidur. Kondisi badan tidak bisa dibohongi," katanya saat dihubungi TribunJatim.com, Minggu (22/3/2020).
2. Ban Mobil Meletus
Adhitya menerangkan, ada dua sebab ban mobil meletus saat berkendara di jalanan.
Ada yang disebabkan, oleh kondisi ban sudah tidak laik, seperti aus, corak mengelupas, atau sobek.
• Balap Liar Berdarah di Tulungagung, 2 Penonton Tewas Diseruduk Honda Tiger, 1 Kritis
Namun, ada pula yang disebabkan karena tekanan angin tidak sesuai dengan standar baku kendaraan itu sendiri yang telah ditetapkan oleh pabrikan.
"Kan di masing-masing mobil ada (aturan) tekanan (gas ban), itu berbeda antara mobil satu dengan yang lain. Biasanya ada pintunya pengemudi," tuturnya.
Mengapa ukuran tekanan ban ini penting, ungkap Adhitya, perputaran roda ban di aspal jalan ternyata memicu perubaha suhu gas di dalam rongga ban yang cenderung makin memanas.
• Air Mata BCL Rayakan Ultah Pertama Tanpa Ashraf, Keluarga Doa, Haru Pesan Ibu Mertua: Alhamdulilah
Bilamana tekanan ban tak sesuai dengan ketentuannya, lonjakan suhu tekanan gas yang terlampau ekstrem bisa mengoyak permukaan ban itu sendiri alias meletus.
"Tapi biasanya orang merubah sesuai dgn kenyamanan masing-masing.
Dan itu berpengaruh pada saat kecepatan tinggi, ban itu panas," terangnya.
Adhitya sedikit menganjurkan, para pengendara mulai beralih mengganti tekanan gas ban mobilnya dengan gas nitrogen.
"Kalau nitrogen lebih dingin. Tapi kalau pakai gas biasa memang lebih cepat panas," katanya.
3. Aspek Jaga Jarak Antar Mobil (Beruntun)
Adhitya menuturkan, jarak aman antar kendaraan saat melaju di aspal jalan tol wajib diperhatikan.
Semakin tinggi kecepatan mobil tersebut, patut diatur pula jarak aman dengan kendaraan di depannya.
Pasalnya, saat terjadi manuver pengereman mendadak dari sebuah kendaraan yang tengah melaju.
Kendaraan yang berada di belakangnya membutuhkan jarak sekian meter guna memastikan laju kendaraannya dapat berhenti secara aman tanpa benturan.
"Tapi disaat melaju dengan kecepatan 100 km/jam. Tapi dia pakai jarak seperti kecepatan 40 km/jam, pada saat didepan terjadi kecelakaan, yang dibelakang enggak sempat lagi pengereman," pungkasnya.
Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Heftys Suud