TRIBUNJATIM.COM – Penyebaran virus Corona ternyata memang patut dikenali lebih dalam agar kita bisa mencegahnya masuk ke dalam tubuh.
Upaya untuk mencegah penyebaran virus Corona juga menjadi pekerjaan rumah penting untuk banyak negara di Indonesia.
Meski kini sudah menjalani berbagai imbauan untuk cuci tangan, masker, dan social distancing, tetapi bisa saja ada celah khusus virus Corona masuk.
Hal itu tidak bisa dipungkiri, ada saja celah untuk virus itu masih bisa menular antara satu orang ke orang lainnya.
Menurut penelitian terbaru seperti dikutip TribunJatim.com dari Intisari, ada fakta bahwa beberapa orang bisa menjadi penyebar atau ‘carrier’ untuk virus Corona.
Orang-orang tersebut bisa saja bukan sosok yang dapat terinfeksi virus.
Dan bisa saja orang terinfeksi tanpa gejala juga menjadi pendukung dari penyebaran virus itu dari satu manusia ke manusia lainnya.
Beragam penelitian telah dilakukan oleh para ilmuwan di dunia untuk menggali semua informasi tentang virus Corona.
• Video Pilu Pasien Virus Corona sampai Tidur di Lantai Berdesakan Tunggu Diperiksa, Rumah Sakit Penuh
Objek kajiannya pun beragam, dari sumber, sifat, cara penyebaran, gejala, hingga vaksin virus Corona jenis baru penyebab Covid-19.
Per Rabu (25/3/2020) malam, sebanyak 438.749 orang terinfeksi di lebih dari 180 negara dengan angka kematian sebesar 19.675 kasus.
Salah satu faktor yang memengaruhi kecepatan penyebaran virus ini adalah banyaknya pasien yang tak menunjukkan gejala, sehingga mereka tak sadar jika telah membawa virus Corona.
Berikut 5 hal yang perlu diketahui soal infeksi virus corona tanpa gejala, agar kita bisa selalu waspada:
1. Risiko Transmisi
Sejauh ini, infeksi virus corona tanpa gejala telah ditemukan di banyak negara.
Terbaru, sejumlah atlet dunia yang dinyatakan positif Covid-19 mengakui hal itu.
Para ahli masih mencoba untuk mencari tahu sejauh mana orang-orang yang terinfeksi dalam kategori ini berkontribusi dalam penyebaran virus.
Pada Minggu (22/3/2020), SCMP melaporkan, sepertiga dari pasien positif virus corona di China baru menunjukkan gejala setelah dikonfirmasi positif.
Sebelumnya, mereka tidak merasakan gejala sama sekali.
Kasus asimptomik atau tanpa gejala ditemukan di antara orang-orang yang telah melakukan kontak dekat dengan pasien positif, klaster, dan melalui pelacakan kontak.
Beberapa ahli memperingatkan bahwa pasien tanpa gejala dapat membuat rute transmisi baru setelah penguncian diredakan.
"Ini memprihatinkan, mengingat banyak negara belum menerapkan tingkat pengujian komunitas yang cukup luas," kata Adam Kamradt-Scott, seorang spesialis kesehatan masyarakat di University of Sydney, dilansir dari Reuters.
• 3 Strategi Ampuh Lawan Corona Versi China, Negara yang Jadi Harapan Dunia, Indonesia Harus Pelajari
2. Tidak Tunjukkan Gejala Sama Sekali Selama Perawatan
Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea Selatan Jung Eun-Kyeong mengungkap indikasi berbeda yang ia temukan.
Sekitar 20 persen dari pasien positif virus corona di Korea Selatan tidak menunjukkan gejala sama sekali selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Melansir Bloomberg, di Islandia, menurut Kepala Ahli Epidemiologi Thorolfur Gudnason, separuh dari jumlah pasien positif tidak memiliki gejala.
Satu analisis dari wabah kapal pesiar Diamond Princess menunjukkan, 33 dari 104 penumpang yang terinfeksi tetap tanpa gejala bahkan setelah rata-rata 10 hari pengamatan di rumah sakit.
3. Screening Bandara Tidak Efektif
Yale Scool of Public Health menyebutkan, keberadaan pasien asimptomik mengindikasikan bahwa screening di bandara dan tempat masuk lainnya tak cukup efektif.
"Gambaran nyata hanya akan terungkap ketika kami memiliki tes serologis untuk mengetahui siapa yang telah terinfeksi," kata Ian Henderson, Direktur Institute for Molecular Bioscience di Queensland University.
Sejauh ini, screening di bandara masih menjadi andalan utama bagi banyak negara untuk mendeteksi penumpang yang mungkin telah terpapar virus corona.
Singapura kini mulai sadar akan hal itu dan memperketat tes masuk di bandaranya.
4. Pasien dengan Paru-paru Normal
Seorang perempuan asal Wuhan, China, dengan riwayat perjalanan ke Anyang untuk mengunjungi keluarganya, sempat dinyatakan negatif pada tes awal.
Akan tetapi, pada tes lanjutan hasilnya berubah menjadi positif.
Ia pun kemudian menjalani uji CT Scan untuk mengecek kondisi paru-parunya.
Dari uji scan itu, diketahui paru-parunya tetap normal, tak mengalami demam, dan gejala pernapasan.
5. Ada Metode Pengujian yang Belum Efektif
Dilansir dari Health, Presiden ACCESS Health International William Haseltine mengatakan, metode pengujian virus corona secara umum yang ada saat ini dinilai tidak cukup efektif.
Hal itu didasari atas fakta bahwa penyebaran virus corona tak hanya disebarkan oleh orang bergejala.
Ia pun meminta agar banyak negara mengoptimalkan sistem pengujian yang dikenal sebagai contact tracing atau pelacakan kontak.
Menurut dia, penting untuk menemukan pasien tersebut lebih awal sebelum mereka sakit.
"Ini bukan tentang berapa banyak tes yang dilakukan di suatu negara, tetapi bagaimana tes itu digunakan," kata dia.
(*)
Temuan ini menyimpulkan bahwa ada orang yang bergejala dan tanpa gejala yang sebenarnya memiliki potensi yang sama dalam penularan virus corona.
Oleh sebab itu penting sekali adanya social distancing untuk setiap orang agar bisa memutus rantai penyebaran tersebut.
Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di University of Minnesota, AS, Michael Osterholm, mengingatkan pemerintah dan pejabat publik untuk terbuka tentang cara penyebaran virus ini.
Masyarakat juga diminta jujur soal riwayat perjalanan dan kontak saat merasakan gejala virus corona.
Dengan demikian, bisa dilacak siapa saja yang berpotensi tertular, meskipun belum merasakan gejala terinfeksi. (Artikel Intisari)
• Video Pilu Pasien Virus Corona sampai Tidur di Lantai Berdesakan Tunggu Diperiksa, Rumah Sakit Penuh