"Doanya bagaimana Pak Alip?" tanya rektor padanya.
"Wahai Corona..cepatlah pergi karena ini sudah mendekati Ramadhan," doanya.
Dalam kondisi ini, maka ia harus sabar dan tawakal. Tapi di satu sisi, ia juga ada positifnya. Jadi banyak waktu bersama keluarga.
"Biasanya kan mikirnya duit saja," tandasnya. ia menyatakan, kadang sehari mendapat Rp 40
000.
Sedang Ngatimin, 48, penjual sate telor juga mendoakan agar virus Corona enyah dari bumi.
Ia mangkal di sekitar kampus UIN. Sekarang ia mendapat Rp 50.000 sampai Rp 60.000.
Kemudian untuk beli BBM Rp 10.000 satu liter. Dari pendapatannya itu, ia dapat keuntungan Rp 20.000. Sebelumnya ia bisa mendapat omzet Rp 200.000 per hari.
Sedang Slamet, 57, tukang becak juga sama mengalami penurunan pendapatan karena dampak Corona. Sebab tak banyak orang bepergian jika tidak penting banget.
"Untuk setoran becak Rp 10.000/hari. Sekarang dapatnya tidak menentu amtara Rp 25.000-Rp 30.000 per hari," kata Slamet.
Sebelum ini, ia mendapat penghasilan Rp 100.000-Rp 150.000/hari. Untuk SPP anaknya, ia perlu mengeluarkan Rp 50.000 per bulan.
"Anak saya masih SMP," jawabnya. Karena kondisi saat ini, ia pasrah saja dan berdoa. "Saya minta pada Tuhan semoga segera pergi Corona ini. Ini adalah ujian," katanya.
Dikatakan, doanya setiap saat adalah membaca ayat kursi. "Saya gak putus-putusnya berdoa pada Allah agar Corona pergi dari bumi," ungkapnya.
Diakhir acara, mereka mendapat bantuan dari UIN berupa paket sembako dan kue.
Menurut rektor, acara berjemur sambil diskusi ini berlangsung tiap hari dengan topik dan narasumber berbeda.
"Keinginan dasarnya adalah UIN ingin berbagi dalam menangani Covid-19 dengan pandangaj-pandangan dan gerakan untuk masyarakat," jelas dia.
Memilih diskusi sambil berjemur pagi agar badan menjadi imun.
Penulis: Sylvianita Widyawati
Editor: Heftys Suud