Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sering kali ditemukan hasil rapid test yang tidak sesuai dengan hasil tes swab atauPolymerase Chain Reaction (PCR).
Padahal, dua metode itu sama-sama dipakai untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi virus Corona (Covid-19 ) atau tidak.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi mengungkap validitas rapid test untuk mendeteksi adanya Covid-19 di tubuh seseorang memang rendah.
• Baru Terkuak Cara Bicara Didi Kempot sebelum Wafat, Asisten Sebut Ngelantur saat di Hotel: Ada Apa?
• Suami Istri Pemilik Stand Meninggal Seusai Positif Corona, 2 Pasar di Surabaya Ini Terpaksa Ditutup
"Rapid test itu tidak begitu sensitif karena untuk di Indonesia rapid test ini hanya mengukur anti bodi, nanti akan keluar yang untuk mengukur anti gen," kata Joni, Kamis (7/5/2020).
Joni menyebutkan hampir semua produk rapid test yang masuk ke Indonesia untuk mendeteksi sebuah anti bodi pada Covid-19 validitasnya 62,9 persen.
"Sensitivitasnya rendah, dan sifatnya memang bukan untuk diagnosis tapi skrining. Kalau positif dilanjutkan test PCR," lanjut Dirut RSUD dr Soetomo Surabaya ini.
• Kisah Romantis di Tengah Corona, Gadis Kirgizstan Terjebak di Bali dan Cinlok dengan Pria Lampung
• Rahasia Sumpah Serapah Inul ke Rhoma Irama 17 Tahun Lalu Terkuak, Buka Luka Lama: Kini Jadi Nyata
Joni mencontohkan, pada satu kasus bisa saja seseorang positif Covid-19 tapi saat dilakukan rapid test hasilnya negatif.
Sebabnya, anti bodi orang tersebut belum keluar sehingga rapid test tidak mendeteksi adanya antibodi.
"Ibaratnya ada musuh yang masuk, tentara kita menyerang musuh itu. Jadi yang dideteksi (rapid test) itu bukan musuh yang masuk tapi tentara yang menyerang. Kan bisa saja (saat rapid test) musuhnya sudah masuk tapi tentaranya belum ada," pungkasnya.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti
Editor: Heftys Suud