TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dihitung, sudah lima hari Kota Surabaya memasuki masa transisi new normal.
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, dr Windhu Purnomo menilai, masyarakat masih kurang memahami arti sebenarnya maksud dari masa transisi tersebut.
"Itu kalau bahasa Surabaya, saya sebut masa cul-culan. Jadi masa orang lepas bebas. Masyarakat gak tau bedanya transisi dan bukan transisi. Itu kan seharusnya persiapan kita menuju new normal," kata dr Windhu saat dihubungi, Sabtu (13/6/2020).
• Ziarah ke Makam Didi Kempot di Ngawi, Yan Vellia Tak Singgah ke Rumah Saputri: Nanti Setelah 40 Hari
• Masih Ingat Purie Andriani Eks Dewi Dewi? Nikahi Dokter Kandungan, Kini Penampilan Berubah Drastis
Dalam masa persiapan berkebiasaan baru, kata dr Windhu, banyak masyarakat yang malah abai terhadap protokol kesehatan dalam pencegahan penularan virus Corona ( Covid-19 ).
"Di jalanan, di pasar, atau di mana pun berapa persen yang pakai masker. Nah jadi itu new normal. Ya sudah normal seperti tidak terjadi apa-apa," ucapnya.
• 3 Rekomendasi Mix Match Outfit Hijaber Ala Selebgram @yuliisw, Cocokin Warna dan Style: Fashionable
• Pengantin Menangis Lihat Video Pernikahannya Bak Film Horor, Kecewa Sudah Bayar Mahal Rp7,1 Juta
Saat ditanya, penyebab masyarakat tak mengindahkan protokol kesehatan, dr Windhu mengatakan, karena aturan yang diberlakukan pemerintah tidak diimbangi dengan kejelasan sanksi.
Dengan begitu, peraturan tak akan berjalan maksimal jika tidak dibarengi dengan regulasi yang pas.
"Sanksi tidak ada. Di Surabaya aja loh Perwali yang baru, gak ada gregetnya blas toh. Jadi peraturan itu gak ada yg greget buat orang patuh," ujarnya.
Seharusnya, kata dr Windhu, jika Surabaya sudah berniat mengakhiri PSBB, tetap diimbangi dengan aturan yang lebih tegas.
"Okelah kalau masyarakat sudah alergi dengan PSBB. Ya ganti sebutannya new normal atau apa gak papa. Tapi aturan yang dibuat harus ada sanksi. Di Sidoarjo, Gresik sudah mulai tegas, pelanggar aturan protokol ada denda. Ini Surabaya malah gak gitu-gitu bingung saya," tutupnya.
Penulis: Tony Hermawan
Editor: Heftys Suud