Kisah Pilu Perawat RSI Surabaya Wafat Gegara Corona, Dipaksa Pakai Ventilator saat Gagal Nafas, Drop

Penulis: Tony Hermawan
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi- perawat Covid-19

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dunia medis di Jatim kembali berduka. 

Ini setelah satu perawat di Surabaya menghembuskan nafas karena terpapar Covid-19.

Begini kisah perjuangan hidupnya.

Pasien Terus Bertambah, RSUD dr Soetomo Surabaya Tambah Lagi Ruang Perawatan Pasien Covid-19

Lagi, 9 orang Tenaga Medis Sidoarjo Harus Jalani Perawatan, Terpapar Covid-19

Sulastri seorang perawat yang sehari-hari bertugas di Rumah Sakit Islam (RSI) Ahmad Yani, meninggal dunia akibat terinfeksi virus Corona, Rabu (1/7/2020).

Direktur RSI Surabaya Ahmad Yani dr Samsul Arifin mengatakan, sebelum meninggal perawat tersebut menjalani perawatan insentif sejak minggu lalu.

"Yah seminggu yang lalu, yang bersangkutan sakit, panas karo watuk (batuk) langsung dilakukan pemeriksaan. Awalnya negatif, terus dilakukan pemeriksaan ulang Swab ternyata positif," kata Samsul Arifin saat dihubungi, Rabu (1/7/2020).

Meski sudah ditangani dan dipastikan tak memiliki penyakit komorbid, sayangnya kondisi perawat ini semakin memburuk. 

"Terus Senin itu beliau gagal nafas dan dipasang ventilator. Awalnya gak mau, tapi kami paksa. Padahal gak punya komorbid, hanya gagal nafas tapi tau-tau selang tiga hari kondisinya drop," ungkapnya.

Dikatakan Samsul Arifin, almarhumah kini sudah dimakamkan di wilayah tempat tinggalnya. Meski demikian, hal itu dipastikan sudah mendapat ijin pihak keluarga maupun warga sekitar. 

Pun standart mengenai standart perawatan jenazah. Pemulasaran dan pemakamannya, dilakukan sesuai dengan prosedur pasien Covid-19.

"Perijinan tetap jadi pertimbangan pertama. Dan kami tetap menggunakan protokol kesehatan, ujarnya.

Menurut Samsul Arifin, Sulastri selama bekerja adalah sosok pegawai yang berdedikasi tinggi terhadap tanggung jawab pekerjaan. Terlebih saat rumah sakit dipenuhi pasien corona.

"Beliau kerja udah lama sejak tahun 1996, sekitar 20 tahunan lah. Sebulan yang lalu dia saya tugaskan sebagai Kepala Unit Rawat Inap. Terus setelah itu saya tugaskan untuk mencatat semua pasien yang kena covid-19 untuk dilaporkan dinas. Eman dia S2 keperawatan," kenangnya

Penyebab Penularan Virus Corona pada Tenaga Medis

Virus corona mampu menginfeksi segala kalangan usia, baik tua ataupun muda. Belakangan virus ini menyerang tenaga medis yang merawat pasien corona. Yaitu dokter dan perawat. 

Terbaru dokter di Jawa Timur (Jatim) yang meninggal karena corona 12 orang. Sedangkan yang sudah didiagnosa positif 83 orang.

Sementara perawat di Jatim yang meninggal terinfeksi corona saat ini sudah 11 orang, dan yang tertular mencapai 146 jiwa.

Lalu apa penyebab penularan virus corona makin masif di kalangan tenaga medis, berikut jawaban dari para ketua dua profesi tersebut.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (Jatim) mengatakan, kabar duka kerap kali menyelimuti dunia kesehatan karena beban pasien corona setiap hari selalu berdatangan.

"Jadi pasien yang mengalir itu sangat banyak, ndak ada habis-habisnya. Sehingga tenaga medis itu selalu terekspos dalam keadaan jenuh pasien," kata Sutrisno saat dihubungi, Rabu (1/7/2020).

Kata Sutrisno, saat ini banyak pasien yang datang banyak dengan kondisi sehat namun faktanya sudah terinfeksi corona. Hal itu disebut dengan Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Banyak kok pasien yang statusnya datang dengan OTG. kelihatannya sehat-sehat aja tapi ternyata membawa virus. Di Surabaya saja OTG ada 40 persen. Ini yang potensi menularkan," ujarnya.

Selain itu, saat ini banyak pasien yang tidak bisa menerima kenyataan. Setelah terkonfirmasi positif, diagnosa tersebut malah ditampik oleh pasien itu.

Tak jarang untuk membuktikannya mereka melakukan pengecekan ulang di rumah sakit berbeda.

"Ketiga banyak pasien yang tidak jujur. Sebetulnya dia sudah didiagnosa covid tapi dia pindah ke rs lain tapi gak cerita kalau sudah diperiksa," ungkapnya.

Selain dari 3 hal itu, dikatakan Sutrisno seharusnya rumah sakit juga melakukan evaluasi. Menurutnya, sekarang banyak rumah sakit yang terlalu memaksakan diri menerima pasien corona tanpa dibekali kesiapan yang matang.

"Terakhir RS juga musti berbenah tidak semua siap terima pasien covid. Mulai dari sistem bangunan, alurnya, pengetahuan, SDM, dan IT-nya semua belum siap. Tapi dipaksa terima pasien ini malah jadi masalah besar. RS yang establisg ini saja masih rawan penularan apalagi RS yang fasilitas belum set up," ucapnya.  

Senada dengan Sutrisno, Ketua Perawat Jatim, Prof Dr Nursalam juga menyebut, penularan virus corona banyak terjadi di kalangan medis karena seringnya bersinggungan dengan pasien Covid-19.

"Perawat itu kerja 24 jam, kalau profesi lain liate cuma 5 menit. Mereka bantu mulai buang air besar, kecil," kata dia.

Selain hal itu, perawat banyak yang terpapar karena saat bertugas tidak dibekali Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai standart. 

"Banyak perawat yang gak gunakan APD standart, karena dia tugasnya di poliklinik, ruang inap. Jadi malah resiko karen APD gak standart level 3," ucapnya.

Untuk mengatasi hal itu, Nursalam menyarankan agar tiap rumah sakit lebih memperhatikan kondisi perawat. Misalnya pemeriksaan Swab PCR secara berkala. 

"Ya pesan saya pertama dilakukan Swab secara berkala tiap 14 hari sesuai SK presiden. tapi nyatanya banyak RS yang gak mampu karena biayanya mahal, kan itu jadi dilema," katanya.

Kedua kejujuran dari pasien. Nursalam, menginginkan setiap pasien yang datang berkata jujur atas apa keluhan yang sedang dialami pasien.

Ketiga, setiap RS sudah seharusnya pula memperhatikan kebutuhan dasar perawat. Diantaranya adalah jam istriahat, nutrisi, dan vitamin.

 Saya menginginkan perhatian khusus terutama di dalam perawat tentang kebutuhan dasarnya. Misal istirahat, kalau Dinas Kesehatan kan menganjurkan perawat gak boleh pulang harus isolasi karena bersinggungan dengan pasien corona. Ada beberapa perawat yang sudah diinapkan dengan baik tapi ada juga yang endak. Terus kebutuhan nutrisi, vitamin juga harus diperhatikan. Kemudian beban kerjanya tidak terlalu berat harus diatur misalkan seminggu libur seminggu kerja. Tadi kadang beberapa RS belum bisa menerapkan," ujarnya.

Yang tak kalah penting, kata Nursalam, saat ini banyak RS yang membuka ruangan untuk merawat pasien corona. namun kebutuhan rasio antara perawat dengan pasien kondisinya berjomplangan.

"Sekarang beberapa RS kan membuka ruangan covid. Berarti kan butuh tenaga medis yang banyak juga. Rasio kami kalau di ICU perbandingannya 1 : 2, kalau rawat inap 1 : 5 itu kondisi jelek, lah kita selama ini ndak seperti itu. Ya beberapa RS besar sudah bagus tapi yang lain masih banyak yang gak karu-karuan," pungkasnya.

Berita Terkini