Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur
adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001.
Ia menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999.
Gus Dur di lahirkan di Kota Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940, dan beliau wafat tanggal 30 Desember 2009 pada usia 69 tahun.
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Gus Dur lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan.
Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.
Suatu ketika di masa muda, Abdurrohman Wahid alias Gus Dur saat masih remaja dipondokkan ke seorang Ulama yang masih teman ayahnya yaitu KH Abdul Fattah, Tambakberas, Jombang.
• Doa Memohon Kemudahan dan Kelancaran Segala Urusan, Amalan Pagi Hari, Tulisan Arab Latin dengan Arti
• Gus Baha : Jangan Suka Mengkafirkan Orang Muslim, Masuk Neraka
• BERITA TERPOPULER JATIM Kisah Gus Dur Temukan Makam Leluhur hingga Sosok Riris Ghofir Perancang Gaun
Mengingat Gus Dur adalah putra temannya sendiri yang juga seorang Ulama, Kiai Fattah mulang (mengajar) ngaji secara khusus kepada Gus Dur. Tidak dikumpulkan dengan santri-santri yang lain.
Agar Gus Dur tidak sendirian, maka dipanggillah seorang santri lain yang sebaya dengan Gus Dur bernama Khudhori.
Yang namanya Ulama besar, Kiai Fattah sudah pastinya sangat sibuk. Sehingga ketika mengajar Gus Dur beliau kelelahan. Acapkali di tengah-tengah mengajar, Kiai Fattah tertidur pulas.
Dua bocah di depannya hanya bisa bengong menunggu gurunya yang tengah tertidur.
Saat itulah ada selinder lewat di depan pondok.
“Ayo naik selinder (mobil untuk meratakan aspal) itu!” Ajak Gus Dur tiba-tiba pada Khudhori, setelah tahu gurunya tertidur pulas.
Mereka segera menghambur keluar dan naik selinder yang berjalan bak bekicot itu. Walaupun jalannya lambat, mereka sampai juga di Mojoagung, (kampung sebelah).
Merasa sudah jauh, mereka pun turun dan kembali pulang ke pondok.
Sesampainya di pondok didapati-nya Kiai Fattah masih tertidur. Namun tidak lama kemudian terbangun.
“Sampai di mana tadi?” tanya Kiai bermaksud menanyakan halaman kitab kuning yang akan diajarkan.