Tragedi Arema vs Persebaya

Eks Ketua Panpel Arema FC Dituntut 6 Tahun 8 Bulan Bui, Kuasa Hukum Anggap Banyak Manipulasi

Penulis: Rifki Edgar
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dengan berlinang air mata, Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris yang didampingi kuasa hukumnya dan Manajer Arema FC meminta maaf pada semua korban tragedi Kanjuruhan Malang, Jumat (7/10/2022).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifky Edgar

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Eks Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Panpel Arema FC Suko Sutrisno telah dituntut 6 tahun 8 bulan atas Tragedi Kanjuruhan.

Tuntutan tersebut disampaikan langsung jaksa penuntut umum dalam persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Surabaya pada Jumat (3/2/2023).

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Panpel Arema FC, Sumardhan SH MH menganggap bahwa dalam persidangan Tragedi Kanjuruhan yang merupakan laporan model A ini terlalu banyak manipulasi.

"Saya melihat banyak manipulasi fakta persidangan yang disodorkan oleh penuntut umum dalam perkara tersebut,"

"Apa yang dianggap manipulasi itu terkait dengan fakta-fakta persidangan yang tidak disampaikan secara benar di persidangan oleh penuntut umum," ucapnya kepada Surya, Sabtu (4/2/2023).

Baca juga: Eks Panpel Arema FC dan Security Officer Dituntut Penjara 6 Tahun 8 Bulan Imbas Kasus Kanjuruhan

Seperti ketika membahas ada tidaknya pintu darurat di Stadion Kanjuruhan. Sumardhan menyampaikan, bahwa dirinya telah menanyakan kepada saksi korban kenapa tidak melarikan diri melalui pintu darurat.

Korban pun berasalan bahwa polisi telah melakukan tembakan ke pintu darurat tersebut. Hal inilah yang membuat saksi tidak dapat menyelamatkan diri ke pintu tersebut.

Apa yang disampaikan oleh saksi korban tersebut kata Sumardhan juga sesuai dengan yang disampaikan kepada Brimob dari Kompi Madiun yang telah melakukan penembakan ke pintu darurat.

"Tapi nyatanya, jaksa mengatakan bahwa pintu darurat itu tidak ada. Seharusnya unsur tindak pidana pasal 359 dan 360 itu tidak terpenuhi. Karena semua publik tahu, penyebab kematian itu disebabkan oleh penembakan gas air mata setelah pertandingan selesai," ujarnya 

Sumardhan mengatakan, bahwa sebenarnya kedua kliennya ini tidak bersalah atas Tragedi Kanjuruhan.

Pasal 359 dan 360 yang disangkakan juga tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi dalam peristiwa 1 Oktober 2022 itu.

Secara rasional Sumardhan menjelaskan, bahwa Panpel Arema FC tidak bersalah. Sebab tragedi Kanjuruhan berlangsung ketika pertandingan sudah selesai.

"Dalam pasal 359 360 tidak boleh berantai. Contohnya gini, anda pemilik rumah. Kemudian rumahmu dibenahi oleh tukang. Saat bekerja, tukang itu menjatuhkan sesuatu dan menyebabkan korban. Masa yang salah pemilik rumah. Seharusnya ya tukang,"

"Itu gambaran rasional perkara pasal 359 dan 369. Jadi gak boleh, kemudian matinya orang karena tembakan polisi, lalu Panpel Arema yang bertanggung jawab," terangnya.

Selain itu, Sumardhan menganggap, bahwa apa yang disampaikan oleh jaksa tidak sesuai dengan temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bentukan Presiden Jokowi.

Pintu di stadion Kanjuruhan tetap terbuka. Bukti ini juga terdapat dalam video CCTV yang telah diputar dalam persidangan.

"Rencananya temuan TGIPF ini akan kami buat sandaran untuk pembelaan. Karena TGIPF juga selaras dengan yang disampaikan saksi dipersidangan," ujarnya.

Rencananya, sidang pembelaan untuk dua terdakwa Panpel Arema FC dan Security Officer akan berlangsung pada 10 Februari 2023 mendatang.

"Saya berharap dua orang sipil ini dibebaskan oleh hakim. Karena memang mereka bukan pelaku kejahatan. Bukan karena kelalaian mereka. Karena mereka sudah selesai pekerjaannya,"

"Dan pertandingan besar ini sebenarnya gak pertama. Tapi berulang. Cuma karena ada tembakan gas air mata ini yang jadi persoalan," tandasnya

Berita Terkini