Permasalahan hukum yang diangkat pada tiap episodenya rasanya malah menyentil sisi kemanusiaan.
Dari empat epidsode yang sudah tayang, yang paling pecah menurut saya adalah episode ketiga.
Di episode ini, rasanya pengin kirim banyak pelukan untuk Young Woo. Sedih banget melihat Young Woo yang jadi down karena nggak dipandang sebagai manusia yang juga bisa menyelesaikan masalah. Ketika dia mempertanyakan self worth-nya sebagai pengacara, tumpah sudah air mata ini.
Sedih, Tribunners, beneran, deh.
Yang juga nggak kalah menariknya adalah pada episode ketiga Extraordinary Attorney Woo, ada penekanan bahwa meskipun ada dua orang didiagnosis autis, bukan berarti mereka bisa punya karakter dan tingkah laku yang sama.
Fakta ini digambarkan melalui sosok Young Woo dan seorang pengidap autisme lainnya yang hadir di persidangan.
Mereka sama-sama mengidap autisme, tetapi berbeda dalam banyak hal.
Satu hal yang juga unik dari sosok Young Woo adalah ketertarikannya pada paus. Kalau sudah ngomongin paus, berbagai macam pengetahuan tentang paus, bisa dia paparkan.
Kalau orang yang nggak tahan, bisa kesal sendiri melihat dan mendengar kebiasaan Young Woo yang satu ini.
Di sisi lain, setiap kali Young Woo mendapat ide atau jalan keluar untuk masalah hukum yang sedang dia tangani, ada semacam momen semriwing yang menampilkan paus.
Melihat momen tersebut, saya jadi ikutan merasa fresh.
Senang aja gitu lihatnya.
Sekali lagi, meskipun Extraordinary Attorney Woo ini mengangkat tema hukum, drama Korea ini terbilang ringan kok untuk ditonton.
Dalam arti nggak bikin kita berpikir keras dan selalu tegang.
Kehadiran dua pengacara lainnya yang jadi rekan kerjanya Young Woo di kantor, jadi comic relief dalam drama ini dengan tingkah dan dialog yang sering memantik tawa.