Hikmah Ramadan

Khilafiyah Zakat Fitrah

Editor: Taufiqur Rohman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fauzi Palestin, Sekretaris MUI Jatim, Pengisi hujjah Aswaja tv9, dan Kandidat Doktor UINSA surabaya

Oleh: Fauzi Palestin
(Sekretaris MUI Jatim, Pengisi Hujjah Aswaja TV9, dan Kandidat Doktor UINSA Surabaya)

TRIBUNJATIM.COM - Dari sahabat Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari ucapan sia-sia dan ucapan keji, dan sebagai sarana memberikan makanan bagi orang miskin. 

Siapa saja yang membayarnya sebelum shalat Id, maka ia adalah zakat yang diterima. Tetapi siapa saja yang membayarnya setelah shalat Id, maka ia terhidup sedekah sunnah biasa,” (HR Abu Dawud). 

Hadits di atas menjadi salah satu ketetapan diwajibkannya zakat fithrah seraya memberi informasi tentang hikmah berzakat fithrah. Al-jurjawi menyebutkan: "posisi zakat Fithrah tak ubahnya sujud sahwi dalam shalat untuk menutupi ketidak sempurnaannya".

Pada tataran masyarakat, terutama masyarakat media sosial, debatebel prihal zakat Fithrah ini selalu mewarnai beranda medsos di setiap tahunnya.

Seakan menjadi rutinitas bahwa kalo masuk di 10 terakhir ramadhan, tema diskusinya tak lepas dari khilafiyah zakat dengan uang(qimah)  . 

Menurut hemat penulis, Setidaknya, alur perdebatan itu terbagi menjadi dua.

Pertama, tidak boleh berzakat Fithrah menggunakan uang(qimah) dengan Alasan mengacu pada madzhab syafi'i sebagaimana yang menjadi rujukan bermadzhab orang indonesia.

Adapun kewajiban zakat Fithrah yang dikeluarkan ada banyak pendapat. Menurut syaikh wahbah az zuhaili 2. 751. Menurut kyai ma'shum bin Ali 2, 720. Versi baznas 2, 5 kg.

Sedangkan menurut edaran Lembaga bahtsul masail (LBM) pwnu jawa timur tahun 2020 senilai 2.27 kg beras. Kalopun mau berzakat menggunakan uang, harus mengacu kepada madzhab hanafi.

Tapi, takarannya juga ikut madzhab hanafi. Dalam ukuran terendah madzhab hanafi yaitu satu sha' ukuran kurma khalas senilai 171.000, setiap jiwa.

Jadi, kelompok pertama ini menekankankan agar konsisten berzakat secara madzhab syafi'i yakni menggunakan beras terbaik.

Jika ingin zakat fitrah menggunakan uang, hendaknya berzakatlah dengan takaran ala madzhab hanafi.

Kedua, kebolehan berzakat menggunakan uang dengan takaran beras sebagaimana edaran baznas No. 07 tahun 2023 senilai 45.000 setiap jiwa. Senada dengan baznas, adalah putusan lembaga bahtsul masail (LBM) PBNU, tahun 2020.

Diantara yang menjadi kebolehan zakat dengan uang versi lembaga bahtsul masail(LBM) Pbnu mengacu pada kebolehan intiqolul madzhab dalam literatur turats.

Seperti keterangan dalam kitabnya syaikh Nawawi banten disebutkan:

Soal perpindahan dari satu madzhab ke madzhab yang lain walaupun hanya sebagian permasalahan itu terbagi menjadi tiga pendapat: ada yang melarang secara muthlaq, ada yang memperbolehkan secara muthlaq, dan ada yang memperbolehkan selama tidak melahirkan formulasi hukum yang bertentangan dengan ijmak, apa bila bertentangan dengan ijmak, maka perpaduan madzhab hukumnya dilarang seperti nikah tanpa mas kawin, tanpa wali, dan tanpa saksi.

Sungguh perpaduan semacam ini tidak diperbolehkan dari ulama manapun( syaikh Nawawi banten, ats-thsimar al-yani'ah)

Selain itu, zakat fithrah menggunakan uang menurut syaikh Abu jakfar adalah pembayaran paling baik.

Karena uang paling efektif untuk memberi manfaat kepada Faqir. Pasalnya, uang bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan(as-sarakhshi, al-mabsuth)

Syaichona cholil al-Bangkalani dalam kitab matnus syarifnya juga memperbolehkan zakat Fithrah menggunakan uang(qimah).

Pendapat bliau ini sempat diragukan oleh banyak pihak karna tidak seirama dengan kebanyakan ulama syafi'iyah.

Setelah melakukan penelusuran oleh tim turats syaichona cholil bangkalan dengan jalur temuan kitab terbitan paling kuno dan hasil wawancara kepada salah seorang murid syaichona cholil bangkalan, bahwa benar adanya syaichona cholil berpandangan bolehnya zakat fitrah dengan menggunakan uang.

Dari dua kelompok pendapat diatas, manakah yang paling baik? Disini penulis hanya mengemukan sebuah perbedaan pandangan. Dua pendapat itu dihasilkan oleh para ulama yang begitu kompeten.

Sulit kiranya mengatakan pendapat itu yang paling baik dan mengatakan pendapat satunya tidak baik. Apalagi sampai mengatakan tidak sah.

Fakta dilapangan dengan pola atm banking(online) kepada lembaga zakat, sedapatkan mungkin tetap melakukan niat sebelum mentransfer.

Sebab, niat ini sangat krusial sebagai pembeda antara zakat fithrah dengan sedekah.

Laziz atau amil zakat yang menjadi tujuan muzakki hendaknya menanyakan kepada pihak muzakki apakah sudah niat atau belum.

Jika belum, pihak laziz ataupun amil zakat bisa mengingatkan dan memberi tuntunan. Baik secara langsung maupun secara tidak langsung(online/ wa, dsb)

Kembali pada perbedaan menunaikan zakat fitrah, itu sejatinya menunjukkan bahwa di indonesia banyak sekali para pakar ilmu Fiqh yang memberikan solusi terbaik bagi ummat.

Sehingga, dalam konteks zakat fithrah ini, para muzakki bisa memilih mana yang menjadi keyakinan dengan mengacu pada kemaslahatan.

Baik dari sisi teknis pelaksanaan atau dari sisi tingkat kebutuhan para mustahik.
Satu dengan yang pasti di hadapkan pada kondisi yang berbeda.

Dari sini, perbedaan pandangan(furuiyyah) itu merupakan kekayaan yang sulit dihindarkan dari dulu hingga sekarang.

Walaupun ada perbedaan, insyaAllah bukan sebagai hambatan bahkan menjadi refrensi berharga bagi ummat islam untuk menentukan sebuah pilihan.

Ikuti berita seputar Ramadan 2023

Berita Terkini