Menurut Ma'ruf, hal itu sudah biasa dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran penyakit hewan ternak.
"Itu biasa kita biasanya begitu, terus kita melakukan blocking ya, supaya jangan ke mana-mana, dengan berbagai cara," ujar Ma'ruf, dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com.
Di samping itu, ia juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengawal proses penyembuhan terhadap warga yang sudah terpapar antraks.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah warga yang meninggal sebanyak tiga orang.
Kepala Dinkes Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati.
"Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Juli 2023.
Dari hasil penelusuran, sebanyak 125 orang diketahui melakukan kontak langsung dengan hewan ternak yang mati karena antraks.
Baca juga: Cerita Perangkat Desa di Tulungagung Terserang Antraks, Tertular Saat Autopsi Bangkai Sapi
"18 orang yang bergejala mulai dari luka, ada yang diare hingga pusing," ujar Dewi.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Republik Indonesia Syamsul Ma'arif mengungkapkan, daging hewan yang terkontaminasi antraks tetap tidak aman dikonsumsi meski direbus dalam waktu yang lama.
Sebab, bakteri antraks menyebar sangat cepat, termasuk ketika daging hewan yang mati mendadak karena antraks disembelih. Ketika daging dibuka, bakteri pun akan menyebar.
"Kalau ditanya kalau direbus aman enggak? Tidak aman. Jangankan direbus, dibuka saja enggak boleh. Bisa enggak dagingnya direbus dan aman dikonsumsi? Tidak boleh dilakukan itu. Membuka saja tidak boleh," kata Syamsul dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).
Informasi lengkap dan menarik lainnya diĀ Googlenews TribunJatim.com