Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tulungagung dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhambat.
Hambatan paling besar justru karena masalah administrasi, kewajiban menggunakan akta kematian yang diterbitkan pengadilan.
Akta kematian ini dipakai untuk pembagian waris yang orang tuanya sudah meninggal dunia.
Padahal sebelumnya warga selama ini cukup menggunakan surat kematian yang dikeluarkan pemerintah desa.
Menurur Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung, Agus Pamungkas, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menolak surat kematian.
Baca juga: Alasan Pemkab Tulungagung Belum Tanda Tangani Berita Acara Kesepakatan Dana Pilkada 2024
“Sebelumnya Bapak Sekda sudah mengundang BPN dan Dukcapil. Tapi BPN tetap meminta akta kematian,” ungkap Agus.
Sementara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) mau membantu jika datanya masih ada dalam sistem.
Namun jika datanya sudah terhapus, Dispendukcapil memfasilitasi dengan mengundang Pengadilan Negeri.
Nanti sidang penetapan untuk dasat penerbitan akta kematian akan dilakukan di Dispendukcapil.
“Untuk biayanya kalau tidak salah Rp 278.000 dan sehari jadi,” sambung Agus.
Agus mengakui, proses pengurusan yang mewajibkan dengan akta kematian ini sangat menghambat pendapatan.
Banyak berkas yang diajukan oleh Kepala Desa (Kades) akhirnya ditolak karena pemohon tidak siap dokumen akta kematian.
Baca juga: Jumlah Satlinmas Pengamanan Pemilu Kurang, Bupati Tulungagung Dorong Camat Genjot Pendaftaran Online
Akibatnya Bapenda menurunkan target pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Rp 32 miliar menjadi Rp 30 miliar.
“Terlalu berat untuk mencapai 32 miliar. Dengan penurunan target saja capaiannya masih seret,” ucap Agus.
Menjelang akhir Agustus 2023 pencapaian masih sekitar 12 miliar lebih, atau sekitar 40 persen.
Padahal dalam kondisi normal, menjelang September seharusnya sudah mencapai 60 persen dari target.
Ketua Komisi C DPRD Tulungagung, Asrori, mengaku dirinya banyak menerima keluhan dari para kepala desa terkait kewajiban akta kematian untuk waris.
“Para kepala desa mengeluh karena pengurusannya jadi lebih rumit. Karena kalau dibiarkan maka PAD kita tidak akan mencapai target,” ungkap Asrori.
Asrori berharap ada terobosan yang tidak menyulitkan pengurusan BPHTB karena berdampak langsung pada PAD Kabupaten Tulungagung.
Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo, dengan ketus juga meminta agar aturan tidak semakin sulit.
Sebab masyarakat sudah mau taat untuk membayar ke negara, namun terhambat dengan perkara administrasi.
Karena itu Bupati akan berkomunikasi dengan kepala ATR/BPN Tulungagung.
“Jangan ada aturan yang menyulitkan pada Kades untuk menarik pajak dari masyarakat,” ucapnya.
Sementara Kepala ATR/BPN Tulungagung, Ferry Saragih belum bisa dikonfirmasi.