TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Anggota Komisi B DPRD Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan, Agatha Retnosari, dibuat kesal dengan aksi pasangan calon pengantin foto preweding, yang sebabkan savana Gunung Bromo terbakar.
Makin membuatnya geram, bahwa pihak calon pengantin yang sebabkan kebakaran malah menuntut pengelola Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS).
"Saya kehabisan kata-kata menanggapi jalan pikiran pengacara dan calon pengantin yang telah membakar Gunung Bromo. Bagaimana mungkin dia yang salah, dia yang menuntut pengelola taman nasional. Logika tidak ketemu," tegas Agatha emosional, saat dikonfirmasi, Minggu (17/9/2023).
Lanjut Agatha, insiden kebakaran Gunung Bromo adalah contoh nyata orang-orang yang tidak bijaksana terhadap lingkungan. Akibatnya, negara dan warga akhirnya harus mengeluarkan energi dan dana besar untuk memadamkan kebakaran.
"Orang otak udang semacam ini sudah seharusnya dipenjara saja. Langsung dipenjara. Jangan banyak pertimbangan. Dalam video yang viral itu, mereka sudah jelas-jelas yang menyalakan flare hingga Gunung Bromo hangus terbakar, biar ada efek jera, bikin capek pikiran saja!," tegas Agatha yang juga aktivis lingkungan ini.
Ancaman penjara dan denda ini, kata Agatha, sudah tertuang di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 99.
Baca juga: Sosok Calon Pengantin Foto Prewedding Pakai Flare di Bromo, Profesi Terkuak, Trauma Kini Minta Maaf
Bunyi dari pasal ini adalah ‘Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun penjara, dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Merujuk undang-undang tersebut, menurut Agatha, pasangan calon pengantin itu telah sesuai dengan Pasal 99 yakni lalai yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, yakni kebakaran Gunung Bromo.
Bahkan, lanjutnya, yang terbakar tidak hanya savana Bromo. Tapi yang hangus juga ekosistem alam termasuk ekosistem biota flora fauna yang ada di dalam kawasan yang terbakar. “Jadi tunggu apa lagi, polisi segera lakukan tugas, harusnya mereka sudah dipenjara,” tegasnya.
Alumnus Teknik Lingkungan ITS ini kembali menegaskan, aksi calon pengantin ini menunjukkan kurang pahamnya common sense yang dimilikinya. Padahal pemahaman common sense sangat krusial dalam kehidupan sehari-hari dan berkelanjutan lingkungan.
"Jika pasangan calon pengantin ini memiliki common sense yang baik, seharusnya mereka paham tentang risiko jika melakukan aktivitas dengan api di daerah yang rawan terbakar," katanya.
"Aksi yang ceroboh ini akhirnya membuat warga juga mengalami kerugian yang tak terhitung nilainya. Pariwisata di Bromo berhenti total, UMKM terganggu, Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra trail run yang merupakan event internasional pada november ini juga terancam. Padahal banyak orang yang hidupnya bergantung pada pariwisata ini. Begini kok mereka masih bisa berfikir untuk menuntut pengelola taman nasional," tegas Agatha berapi-api.
Baca juga: Kebakaran Bromo, Kuasa Hukum Tersangka Sebut Bukan Mutlak Kesalahan Klien: TNBTS Lemah Pengawasan
Seperti yang diberitakan, melalui kuasa hukumnya, Hasmoko, calon pasangan pengantin berencana mengambil langkah hukum terkait insiden kebaran Gunung Bromo.
Hasmoko mengungkapkan, kurangnya sistem keamanan dan pemeriksaan yang ketat saat memasuki kawasan konservasi merupakan salah satu bentuk kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengelola.
Menurut dia, kelalaian itu mengakibatkan para pengunjung tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang larangan, membawa barang-barang tertentu saat memasuki kawasan BB TNBTS.
Hasmoko berpendapat bahwa hak-hak pengunjung terkait pemeriksaan dan pengawasan tidak diberikan dengan baik.
Oleh karena itu, mereka berencana untuk mengajukan tuntutan terhadap pihak BB TNBTS terkait kekurangan dalam pengawasan tersebut.