Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Sidoarjo

Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Nyaris Ngamuk Dengar Kesaksian Saksi, Singgung Jumlah Amplop

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eks Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar kembali menjalani sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (21/9/2023).

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Eks Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar kembali menjalani sidang lanjutan beragenda pemeriksaan saksi, di Ruang Sidang Cakra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (21/9/2023). 

Agenda sidang lanjutan kali ini, mendatangkan 4 orang saksi yang merupakan mantan pegawai BPN Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, diantaranya Musriati, Dedik Isworo, Hadi Suwondo, dan Triyadi. 

Saksi Musriati, pensiunan PNS Seksi Landreform BPN Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, memberikan kesaksiannya perihal pemberian yang dilakukan oleh instansinya kepada Saiful Ilah, Bupati Sidoarjo kala itu. 

Perempuan berkerudung biru itu, mengaku pernah diperintah oleh atasannya untuk mengantarkan uang honor dalam wadah satu amplop kepada Saiful Ilah. 

"Saya yang menyerahkan. Berdasarkan keputusan pimpinan. Saya menyerahkan honor selama bupati menjabat. Dalam bentuk amplop, saya tidak mengetahui apa. Kemungkinan uang," ujarnya dihadapan majelis hakim persidangan. 

Dalam amplop tersebut berisi dua amplop yang berbeda. Amplop pertama berisi uang honor. Saiful Ilah ditunjuk sebagai ketua pelaksanaan Sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL) Gogor Gilir yang diadakan di beberapa kecamatan Kabupaten Sidoarjo. 

Baca juga: Kepala Dinas Wanita Ini Nangis saat Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Hakim: Jangan Drama

Sedangkan amplop kedua, merupakan uang titipan. Setahu Musriati, uang tersebut berasal dari sejumlah perusahaan yang memberikan titipan setelah pelaksanaan sidang PPL. 

"(Saiful) Jarang hadir dalam sidang PPL Gogol Gilir mungkin banyak kegiatan. Saya gak ingat (dia datang ke sidang Panitia Pertimbangan Landreform atau PPL) mungkin hanya sekali," katanya. 

Biasanya, lanjut Musriati, berkas berupa amplop yang saat itu ia duga kuat berisi uang diserahkan ke Saiful Ilah dengan datang langsung ke Kantor Bupati Sidoarjo. 

Uang tersebut tidak diterima langsung oleh Saiful Ilah. Melainkan diterima oleh beberapa orang ajudan atau asisten pribadi Saiful Ilah secara bergantian pada hari yang berbeda. 

"Dari saya mengirim berkas, tidak langsung ke ketua. Tapi ke ajudannya. (BAP: sering ada titipan). Uang terpisah. Titipan honor Rp25 ribu dan titipan lain (beberapa juta dalam BAP saksi). Tidak ada tanda terima. Saya berikan ke asisten pribadi kadang-kadang ganti," kata Musriati. 

Baca juga: 3 Kepala Dinas dan Seorang Ajudan Bersaksi Soal Kasus Gratifikasi Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah

Biasanya Musriati mengantarkan uang tersebut bersama stafnya yang lain, saksi Dedi Isworo. Ia mengakui, dirinya juga ikut mendampingi Musriati mengantarkan uang. 

Uang tersebut tidak diterima langsung oleh Saiful Ilah. Melainkan oleh ajudan atau asisten pribadi. 

"Saya antar naik mobil, berdua sama Bu Musriati. Tolong diantarkan ke kantor bupati untuk tanda tangan PPL. Ketemu Bu Ciluk, sespri bupati. Hanya itu saja yang saya tahu. Setelah diantar, kami langsung pulang," ujar Dedi. 

Saksi Dedi juga mengaku pernah sekali diperintahkan oleh atasannya untuk mengantarkan uang titipan kepada Saiful Ilah.

"Satu kali aja (mengantar titipan dari Hadi Suwondo untuk menyerahkan ke Saiful Ilah)," ungkap Dedi. 

Sementara itu, giliran Saksi Hadi Suwondo Kasubsi Landreform BPN Sidoarjo memberikan keterangannya dihadapan majelis hakim. 

Baca juga: BREAKING NEWS - Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Terungkap Soal Honor Jutaan Rupiah

Saksi Hadi Suwondo menjelaskan, pemberian honor kepada Saiful Ilah kala itu secara resmi berasal dari APBN. 

Kemudian, pada pelaksanaan Sidang PPL swadaya, di beberapa lokasi, tidak tertera batas maksimal pemberian honor. 

"Yang saya tahu honor resmi berasal dari APBN. PPL swadaya gak ada penetapan honor," ujar Hadi Suwondo. 

Menurutnya semua honor tersebut diberikan oleh Kanwil BPN Jatim kemudian diserahkan ke BPN Sidoarjo. 

Selanjutnya, saksi Hadi menambahkan, uang tersebut diserahkan oleh Saksi Dedi Isworo. 

"Dari kanwil ke kantor Kabupaten. Kemudian diantar oleh petugas Dedi Kisworo. Penyerahan saya tidak ikut. Tidak ikut datang ke pendopo. Saya tidak tahu tentang amplop BPN. Saya tidak pernah tahu bentuk tanda tangan bupati," jelas Hadi. 

Mengenai keterangan saksi Dedi Kisworo yang menyebut dirinya memberikan instruksi khusus menyerahkan uang kepada Saiful Ilah di Kantor Bupati Sidoarjo.

Saksi Hadi sempat berkilah, bahwa dirinya tidak pernah melakukan hal tersebut. Namun, saat pernyataannya dikonfrontasi oleh JPU secara terus menerus. Akhirnya Saksi Hadi merubah diksi jawabannya. 

"(Soal ucapan pesan anda ke Dedi untuk menyerahkan amplop) Seingat saya tidak pernah. Kalau sifatnya yang titipan, bisa. Disampaikan langsung oleh Dedi. Asalnya gak tahu. Bisa saja dari pemohon. (Titipan biasa) setiap pemohon akan menitipkan ke bupati, ya dikirim saja, saya gak tahu isinya," ungkap Hadi. 

Kemudian, Saksi Triyadi, Kasi Penataan Tanah BPN Sidoarjo mengatakan, penjelasan saksi lain yang menyebut adanya honor senilai Rp 25 ribu kepada pihak yang datang dalam Sidang PPL, tidak pernah ada. 

Menurutnya, jumlah nilai honor yang ada sejumlah satu juta rupiah. Uang tersebut bersumber dari Dipa Pusat. 

"Honor Rp25 ribu gak ada. Tapi yang Rp1 juta itu ada, itu uang honor retribusi dari DIPA pusat. Dasar hukumnya dari APBN, soal aturannya saya gak tahu. Yang saya terima sudah amplopan dari kanwil. Iya uangnya kanwil. Iya yang menyerahkan Hadi Suwondo," kata Triyadi. 

Kemudian, terdakwa Saiful Ilah diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk bertanya kepada para saksi sekaligus memberikan tanggapannya. 

"Saudara pernah ketemu saya? Tidak pernah ya. tidak pernah menyerahkan apa-apa. Setiap asmaan, amplopnya ada berapa. Betul. Iya cukup. Amplopnya ada satu," ujar Saiful Ilah. 

Sepanjang mendengar keterangan para saksi, ia merasa keberatan jika dituduh bahwa sejumlah pengusaha diperintah untuk menghadap kepadanya untuk mengurus perihal pertanahan. 

"Tanggapan saya. Saya keberatan sekali bahwa ada pengusaha-pengusaha atau pengembangan datang ke saya. Saya keberatan sekali. Saya enggak pernah seperti itu," pungkas Saiful Ilah. 

Sementara itu, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan, pihaknya tak menampik bahwa sepanjang pemeriksaan sejumlah saksi malah mendapati beberapa fakta-fakta baru mengenai pelaksanaan PPL Gogor Gilir. 

Yakni, adanya praktik pemberian uang titipan dari sejumlah pihak perusahaan berstatus perseroan terbatas (PT) untuk mengurus sidang PPL Gogor Gilir menjadi Gogor Tetap. 

Namun, Arif menegaskan, pihaknya tetap akan sesuai dengan fakta-fakta yang menguatkan dakwaannya. 

Bahkan bila perlu, sejumlah perusahaan yang sempat disebut atau nama kantor perusahaan tertera dalam catatan barang bukti milik JPU, bakal dipanggil untuk dimintai keterangan di hadapan mejelis hakim persidangan. 

"Jadi mengenai hal itu tentu kami akan dalami lagi. Apakah pemberian pemberian itu ada terkait dengan, atau ada hubungannya dengan perizinan, atau mungkin mendapatkan hak mengolah tanah itu," ujar Arif seusai sidang diskors sementara. 

Meninjau keterangan Saksi Musriati yang sempat diketahui berbelit hingga terus menerus dicecar para JPU dan nyaris bikin majelis hakim naik pitam. 

Arif mengungkapkan, total uang titipan yang diberikan oleh melalui perantara Saksi Musriati untuk diberikan kepada Saiful Ilah, sejak 2011 hingga 2019 atau sebelum terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, senilai sekitar Rp400 juta. 

"Totalnya sekitar 400 juta, sejak 2010. Iya (termasuk dari perusahaan) yang disampaikan itu keterangan di sini. Dari 2011-2019. Bukan dari perusahaan, karena perusahaan itu dia langsung menemui bupati. Uang itu ada di Musriati," pungkasnya. 

Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar. 

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel. 

Perkara gratisikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta. 

Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020. 

Berita Terkini