Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Achmad Budi Santoso penasehat hukum angkat bicara terkait hasil sidang tuntutan yang dijalani terdakwa eks Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan eks kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana.
Mereka dihukum terkait dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar.
Ia menyebut, tuntutan yang dibacakan oleh JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah di Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (21/11/2023), tidak mendasar dan tak sesuai dengan fakta persidangan.
Terkait tuntutan terhadap Terdakwa Syaiful Rachman. Sejak awal kliennya itu, tidak terlibat langsung dalam pencarian DAK tersebut, karena hanya sebatas sebagai Pengguna Anggaran (PA) yang telah melimpahkan pelaksanaan teknis tersebut kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Ia menyayangkan sosok si pengemban KPA tersebut tidak disentuh oleh JPU dalam pelaksanaan sidang yang masih terus bergilir. Kecuali dilibatkan dalam pemeriksaan saksi pada sidang agenda sebelumnya.
"Gak bisa saya sebut. Yang jelas ada KPA yang mengurusi dari awal. Iya (kabid SMK) sejak mulai proposal sampai pelaksanaan. Meskipun dalam hal ini, dia ditengah jalan pindah tapi semua ini bermuara dari situ. Yang jelas sebelum Pak Ramli. Iya (inisial H). Dia jabat kabid SMK dan KPA," katanya pada awak media di depan Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Bersekongkol dengan Eks Kadispendik Jatim Soal Korupsi DAK, Eks Kepsek Jember Dituntut 9 Tahun Bui
Kemudian meninjau terkait tuntutan terhadap Terdakwa Eny Rustiana. Budi mengungkapkan, kliennya itu sejak awal hanya berniat membantu para kepsek yang kesulitan melakukan pembangunan infrastruktur karena DAK yang dijanjikan tak kunjung cair.
"Selain itu, Bu Eny juga secara fakta persidangan, tidak ada niat untuk merugikan. Justru membantu agar berjalan dengan baik. Karena fakta di persidangan, karena DAK cair terlambat," jelasnya.
Ia juga menyayangkan bahwa kalkulasi nilai kerugian negara yang dibuat oleh BPKP Jatim atas kasus ini, tidak didasarkan pada nilai kerugian negara secara detail.
"Kami sudah mengcounter itu, bahwa banyak perhitungan yang kerugian negara itu, sebenarnya gak ada," katanya.
"Karena perhitungan itu, menurut keterangan dari ahli itu, BPKP hanya menghitung secara potensi. Kita melihat, kalau potensi, di UU Tipikor harus clear, kerugian itu berapa. Itu saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Eks Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman terdakwa kasus korupsi pembangunan atap dan mebeler SMK atas Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, yang merugikan keuangan negara Rp8,2 miliar, dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama sembilan tahun.
Baca juga: Fakta Baru Sidang Korupsi Dispendik Jatim, Ahli Akuntan Publik Dilibatkan Analisis Kerugian Negara
Selain itu, Terdakwa Syaiful Rachman juga dikenakan pidana denda Rp500 juta atau subsider enam bulan penjara.
Pembacaan tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah dalam sidang lanjutan kasus tersebut yang berlangsung di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilian Tipikor Surabaya pada Selasa (21/11/2023) siang.