Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Didik Mashudi
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Berkat keuletan dan ketekunan merintis usaha menengah kecil mikro (UMKM), Suwarni, warga Desa Dawuhan Kidul, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, sukses menjadi pengusaha keripik pisang dan keripik gadung.
Suwarni saat ini telah mampu memproduksi keripik pisang dan gadung rata-rata satu kuintal setiap hari.
Pasarnya juga telah meluas di sejumlah toko pusat oleh-oleh di wilayah Kediri dan luar kota.
Bahkan sebelum pandemi Covid-19, pihaknya sempat memenuhi pesanan ekspor keripik pisang dan gadung ke Arab Saudi.
Namun saat pandemi mendera, pesanan ekspor terhenti.
Perjuangan Suwarni hingga meraih sukses berawal dari mengikuti pelatihan gratis pembuatan camilan keripik yang dibiayai Bank Dunia tahun 2010.
Kegiatan pelatihan ini diikuti 10 orang peserta dari Kediri.
Namun yang bertahan dan sukses merintis usaha saat ini hanya tinggal dua orang, salah satunya Suwarni.
Modal awal Suwarni merintis usaha keripik hanya mengandalkan uang Rp 350.000.
"Modal itu saya belikan bahan pisang tiga tandan dan minyak goreng serta kemasan plastik. Keripiknya dititipkan ke warung-warung," ungkapnya, Kamis (18/1/2024).
Upaya itu untuk uji coba apakah produk yang dihasilkan diterima pasar.
Ternyata keripik buatan Suwarni diterima pasar, karena banyak pesanannya.
Karena permintaan pasar yang bagus, kemudian produksi ditingkatkan, selain dititipkan ke warung, juga sejumlah toko di Kediri.
"Ternyata keripik saya laku dan berkembang sampai sekarang," jelasnya.
Produk keripik pisang dan gadung yang dibuat Suwarni renyah juga gurih, sehingga banyak diminati konsumen.
Harganya juga sangat terjangkau, keripik pisang dijual Rp 57.000 per kg dan keripik gadung Rp 70.000 per kg.
Sempat jatuh bangun, namun berkat bimbingan dari tim pendamping dan keuletan Suwarni, usahanya terus berkembang sampai sekarang.
Saat ini, Suwarni telah memiliki Usaha Dagang (UD) Warni Jaya dan merek produk camilannya juga diberikan label merek Warni Jaya.
Selain keripik pisang dan gadung, ia juga mencoba keripik mbote, keripik matahari dan opak gambir.
Untuk keripik pisang dibuat sendiri, mulai dari pemilihan bahan pisang, sampai proses penggorengan.
Sedangkan keripik gadung telah bekerja sama dengan pembuat keripik gadung.
"Keripik gadung kami ambil dari perajin daerah Mojo dan tinggal menggoreng. Untuk pasokan tidak ada masalah," jelasnya.
Kedua usaha keripik itu memang yang paling laku di pasaran dan banyak peminatnya. Sehingga pesanan terus mengalir dari sejumlah toko pusat oleh-oleh yang ada di Kediri.
Sementara permintaan ekspor ke Arab Saudi memang terhenti sejak pandemi Covid-19.
Pasca pandemi pun, masih belum ada permintaan lagi, karena pasarnya keburu diisi oleh produsen dari India.
Dalam proses produksinya, Suwarni tetap mengandalkan penggorengan dengan kayu bakar.
Selain menghasilkan kualitas keripik yang lebih enak dan renyah, juga lebih hemat biaya dibandingkan dengan menggunakan gas elpiji melon.
Jika menggunakan gas elpiji setiap hari membutuhkan sekitar 7 sampai 10 tabung.
Namun dengan menggunakan kayu bakar, selain lebih hemat biaya juga menghasilkan kualitas penggorengan yang lebih baik.
Diungkapkan Suwarni, setiap menjelang Lebaran, produksinya juga ditingkatkan lebih dari dua kali lipat.
"Untuk kebutuhan menjelang Lebaran keripik pisang bisa sampai 3 ton dan keripik gadung 2 ton," jelasnya.