Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dua orang anggota sindikat penjualan satwa langka dilindungi kura-kura berpunggung lunak (LABI-LABI) jenis moncong babi, endemik Timika Papua, berhasil ditangkap Anggota Ditreskrimsus Polda Jatim.
Keduanya berinisial MIH warga Sukolilo, Surabaya, dan MKP warga Wringinanom, Gresik.
Keduanya, ternyata merupakan residivis atau berulang kali ditangkap aparat.
Bahkan nama keduanya juga telah masuk daftar pencarian orang (DPO) oleh instansi kepolisian dan lembaga pemerintah daerah yang konsen terhadap isu perlindungan satwa dilindungi.
Penindakan hukum tersebut, petugas berhasil menyita 162 ekor hewan bernama latin 'Carettochelys Insculpta' dari Tersangka MIH.
Kemudian, dari Tersangka MKP, petugas menyita 1.192 ekor Labi-Labi Moncong Babi dalam keadaan hidup.
Termasuk, dua ekor burung Kakatua Jambul Kuning dalam keadaan hidup, dan seekor ekor burung Tiong Emas dalam keadaan hidup.
Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengatakan, barang bukti hewan langka dilindungi tersebut berhasil diamankan personelnya sebelum dijual atau diselundupkan oleh para tersangka ke calon pembeli.
Rencananya, dari Papua, hewan-hewan yang diselundupkan dalam muatan kapal penumpang itu akan dikirim ke Kota Payakumbuh, Sumatera Barat.
Namun, dalam proses pengirimannya, kapal pengangkut tersebut transit terlebih dulu di Kota Surabaya, sehingga, petugas berhasil melakukan penangkapan.
"Dia dikirim via jalur laut. Biasanya langsung ke Payakumbuh. Tapi karena kapalnya itu ternyata singgah di surabaya, jadi kita bisa melakukan penanganan. Kapal yang dipakai kapal penumpang," katanya dalam konferensi pers di Gudang Dittahti Mapolda Jatim, Kamis (7/3/2024).
Ternyata, kedua tersangka memperoleh hewan labi-labi itu ke Papua secara langsung dan membelinya dari sejumlah pedagang gelap yang dikenalnya setiba di sana.
Lutfie menerangkan, tersangka membeli hewan itu seharga Rp80 ribu per ekor. Kemudian, menjual hewan itu kembali seharga kisaran Rp130-200 ribu per ekor.
Bahkan, tak menutup kemungkinan, para tersangka juga membeli dengan cara melakukan pemesanan kepada pihak pemburu lokal di lokasi tersebut. Termasuk untuk memperoleh satwa jenis lain.
"Jadi. Memang dia hunting di sana. Ada penjual kecil di sana. Dia kumpulkan. Dan dia akhirnya bawa ke Surabaya," katanya.
Mekanisme penjualan hewan labi-labi tersebut, ternyata para pelaku memanfaatkan marketplace yang tersedia di dalam aplikasi medsos Facebook (FB).
Lutfie menerangkan, para tersangka mengelola sebuah akun FB untuk menjajakan hewan tersebut dengan memberikan patokan harga yang bervariasi sesuai lokasi dan jarak pembelinya.
"Dia pakai online. Tida ada jaringan khusus untuk penjualan. Ada FB, yang banyak," jelasnya.
Disinggung mengenai pangsa pasar hewan tersebut. Lutfie menyebutkan, para tersangka merupakan pemasok hewan satwa kalangan dalam negeri.
Namun, dalam sebuah temuan fakta penyidikan, para tersangka juga sempat berusaha menjual hewan tersebut ke luar negeri, salah satu negara tujuannya Tiongkok. Karena, hewan tersebut dapat menjadi bahan baku kosmetik.
"Ini sementara hasil pemeriksaan, penjualan lingkup lokal. Di dalam negeri. Belum ada ke luar negeri. Tapi dari keterangan mereka kemarin bisa ada pangsa pasar ke China, tapi itu belum. Masih semua pasar lokal," terangnya.
Mengenai sosok kedua tersangka. Lutfie mengaku dibuat geleng-geleng kepala. Pasalnya, Tersangka MIH merupakan residivis.
Karena, pernah ditangkap Anggota Satreskrim Polres Payakumbuh dan divonis masa penahanan selama enam bulan.
Kemudian, pernah juga ditangkap Anggota Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat karena kedapatan menyimpan dan menjual labi-labi sebanyak 472 ekor.
Bahkan, ungkap Lutfie, Tersangka MIH telah masuk dalam DPO dari BKSDA Provinsi Sumatera Barat dan Polres Payakumbuh.
Kemudian, mengenai Tersangka MKP, ternyata pernah ditangkap oleh BKSDA Provinsi Sumatera Barat, dan divonis enam bulan penjara.
"Jadi dia ini sudah berulang kali melakukan penjualan satwa dilindungi. Dan latar belakang, dia ini sebagai pecinta hewan, tapi kemudian ada celah peluang bisnis, makanya dia ikut main," pungkasnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka bakal dikenakan Pasal 40 Ayat 2 UU RI No 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dan, pidana penjara paling lama lima tahun, beserta denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara itu, Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Jatim, Prawono Meruanto mengatakan, hewan labi-labi moncong babi itu termasuk hewan dilindungi berstatus terancam punah (Endangered/EN) dalam daftar The International Union for Conservation of Nature (IUCN)
Dan, kategori Appendix II dalam daftar konvensi perdagangan internasional untuk tumbuhan dan satwa liar atau Convention on International Trade of Endangered Species (CITES).
"Jadi peredarannya ada tetap harus punya izin segala sesuatunya di dalam atau luar negeri," ujar Prawono.
Prawono mengatakan, pihaknya sedang berupaya secara cepat agar mengembalikan hewan labi-labi tersebut ke habitatnya di Timika, Papua. Sedangkan, hewan aves; burung kakak tua, akan dikembalikan ke Pulau Sulawesi.
"Yang kami lakukan, adalah dengan tes kesehatan secepat mungkin untuk satwa-satwa tersebut dan kalau bisa untuk segera dikembalikan ke Papua," pungkasnya.