Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Tulungagung hingga 18 Maret 2024 tercatat 236 kasus (sebelumnya ditulis 123).
Jumlah ini melonjak tajam dibanding periode Januari-Maret tahun 2023 yang hanya 67 kasus.
Sementara 6 pasien telah meninggal dunia, terdiri satu dewasa dan 5 anak-anak.
Jika dipersentase, maka fatality rate (tingkat kematian) kasus DBD Kabupaten Tulungagung mencapai 2,54 persen.
Angka ini juga meningkat tajam dibanding fatality rate kasus DBD 2023, yang ada di angka 1 persen lebih.
"Angka kasusnya memang mengalami kenaikan. Tahun 2023 total kasus yang terdata 206, sedangkan ini sampai Maret saja sudah lewat," terang Kepala Dinas Kesehatan Tulungagung, dr Kasil Rokhmat, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Ketahuan Jual Beras SPHP di Atas HET, Sudah 3 Mitra Kerja Kena Blacklist Bulog Tulungagung
Kenaikan kasus DBD tahun 2024 ini sudah diprediksi sebelumnya.
Hal ini berkaitan dengan siklus ledakan kasus DBD yang selalu terjadi setiap 5 tahun.
Sebelumnya Dinkes sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, namun ledakan kasus DBD ini tetap tak terhindarkan.
"Kami sudah sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk, masyarakat juga sudah tahu penyebaran DBD. Tapi tetap terjadi ledakan kasus," ujr dr Kasil.
Dinkes terus berupaya memutus mata rantai penularan DBD.
Seperti diketahui, virus DBD ditularkan oleh vektor nyamuk aides aegypti.
Karena itu upaya yang dilakukan memberantas nyamuk dewasa dengan fogging (pengasapan), Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan larvasidasi untuk memberantas jentik.
"Kami selalu mengajak masyarakat secara simultan. Tapi kalau tidak serentak juga sulit, nyamuknya akan berpindah," sambung dr Kasil.
Baca juga: ASN Pemkab Tulungagung Diimbau Bayar Zakat Lewat Baznas, Beri Banyak Manfaat untuk Warga
Diakui dr Kasil, ledakan kasus DBD ini juga diikuti naiknya penyakit lain.
Situasi ini yang menyebabkan sejumlah pasien kesulitan mendapatkan tempat perawatan.
Kondisi ini juga disebut sebagai siklus tahunan saat masuk masa pancaroba.
"Trennya setiap Desember, Januari sampai Maret puncaknya orang sakit. Ini terkait bergantian musim," paparnya.
Saat cuaca lembab maka vektor penyakit juga ikut meningkat, seperti nyamuk, lalat dan cacing.
Situasi saat ini selain DBD pasien lain yang ikut meningkat seperti demam tifoid.
Kondisi ini akan menurun saat mulai masuk musim kemarau, karena vektor penyakit juga berkurang.
"Tren DBD juga akan menurun seiring pergantian ke musim panas," pungkasnya.
Sebelumnya pasien DBD banyak yang kesulitan mendapatkan tempat perawatan.
Situasi ini terjadi karena lonjakan pasien sehingga ruang perawatan tidak bisa menampung.
Sementara pasien tidak mau antre di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan memilih klinik yang bisa rawat inap.
Padahal pasien lebih terjamin selama di IGD karena pengawasannya lebih intens