Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Tingginya angka pengangguran dari gen Z menjadi perhatian publik akhir-akhir ini.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan bahwa terdapat 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia yang tidak beraktivitas produktif dari total 44,47 juta anak muda usia 15-24 tahun atau sekitar 22,25 persen pada Agustus 2023.
Radius Setiyawan, Dosen Kajian Budaya dan Media UM Surabaya mengungkapkan fenomena soal citra Gen-Z yang banyak dibicarakan di ruang publik bisa jadi berbeda dengan realitas sebenarnya.
“Tingginya angka pengangguran Gen Z tentu mengejutkan kita semua, pasalnya dalam wacana publik Gen Z kerap dicitrakan sebagai generasi yang kreatif, adaptif, melek teknologi dan label-label fantastis,”ujar Radius, Rabu (5/6/2024)
Menurutnya, dalam konteks Indonesia banyak Gen-Z yang kurang beruntung dalam hal pekerjaan dan kesuksesan.
Baca juga: Wujudkan Modernisasi Pendidikan, Fikom Unitomo Surabaya Upgrade Ruang Perkuliahan
Banyak sekali Gen Z yang tidak mempunyai previllage dan harus berjuang mati-matian dengan segala keterbatasan untuk bisa bertahan hidup dan mendapatkan pekerjaan.
"Perbedaan antara citra Gen-Z di ruang publik digital dan realitas jelas menimbulkan persoalan. Anak muda hidup dalam gelembung citra yang jelas mengkhawatirkan,”imbuh Radius lagi.
Menurut Radius narasi pemerintah dan pemberitaan media kepada Gen Z justru menunjukkan bias kelas. Artinya wacana Gen Z yang muncul di media sebenarnya didominasi oleh mereka yang memiliki privellege atau golongan menengah ke atas.
Sementara Gen Z kelas bawah yang jumlahnya jelas lebih banyak kehadirannya kurang mendapat perhatian.
"Tingginya angka penggangguran tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Anak muda kelas menengah ke bawah yang jumlahnya cukup besar dan tidak mempunyai previllage harus menjadi perhatian dan mendapatkan akses khusus atau fasilitas,"tegasnya.
Baca juga: Nasib Pendidikan Adzam dan Bintang Beda Jauh? Biaya Sekolah Habiskan Jatah Uang Bulanan dari Sule
Menurutnya, dalam banyak ruang kampanye politik, anak muda sering kali menjadi bahan komoditas untuk mendulang suara. Fenomena tingginya angka penganguran adalah bukti bahwa narasi anak muda hanya sebagai objek yang dieksploitasi.
“Artinya Gen Z yang tidak memiliki privallage ini tidak hanya dijadikan komoditas politik dan dibicarakan jelang kontestasi politik saja, namun dalam praktiknya juga harus mendapatkan perhatian serius dan dilibatkan dalam kebijakan. Kalau hal tersebut dilakukan akan mampu menekan jumlah pengangguran dan menyelesaikan beragam persoalan yang ada,”pungkas Radius.