TRIBUNJATIM.COM - Simak sosok Budi Arie Setiadi, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang kini didesak mundur setelah Pusat Data Nasional (PDN) diretas.
Simak juga rekam jejak Budi Arie Setiadi.
Peretasan ini membuat sejumlah layanan publik di Indonesia lumpuh selama berjam-jam.
Budi Arie didesak mundur dari jabatannya sebagai Menkominfo diawali oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet).
Baca juga: Bahayanya Judi Online, Budi Arie Berseloroh Soal Kasus Polwan Bakar Suami: Perempuan Lebih Kejam
Direktur Eksekutif Safenet, Nenden Sekar Arum mengatakan, petisi itu digulirkan untuk mengkampanyekan bahwa ada pihak yang harus bertanggung jawab atas peretasan tersebut.
Kata Nenden, Kominfo merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas peretasan tersebut.
Safenet pun menyinggung latar belakang Budi Arie Setiadi yang tidak memiliki pengalaman di bidang teknologi.
Menurutnya, jabatan Menkominfo belakangan ini diisi perwakilan partai politik dengan kapasitas yang meragukan.
Padahal, ujar Nenden, Menkominfo seharusnya diisi figur yang memiliki wawasan terkait perkembangan teknologi dan digital, meski tidak harus secara teknis.
Lalu seperti apakah latar belakang Budi Arie Setiadi?
Budi Arie Setiadi sebelumnya pernah bersekolah di SD Marsudirini Matraman yang berlokasi di Jakarta.
Kemudian dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Jakarta. Saat SMA, Budi Arie masuk ke SMA Negeri 3 Jakarta.
Lulus SMA, Budi Arie melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dengan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat pada tahun 1988-1995.
Dia juga melanjutkan program pendidikan tinggi Magister Ekonomi di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berlokasi di Yogyakarta pada Tahun 2002-2005.
Bukan berkancah di bidang teknologi, Budi Arie justru memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang ilmu sosial dan ekonomi.
Budi Arie juga merupakan Ketua Umum Projo (Pro Jokowi).
Projo adalah Ormas yang mendukung Joko Widodo (Jokowi) sedari Pilpres 2014.
Sosok Budi Arie Setiadi
Budi Arie sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT).
Ia juga dikenal sebagai pemimpin kelompok relawan Pro Jokowi (Projo), salah satu organisasi relawan terbesar pendukung Jokowi.
Ia juga dikenal sebagai aktivis dan relawan. Selain itu, ia juga memiliki latar belakang sebagai praktisi media.
Terkait latar belakang pendidikannya, Budi merupakan lulusan sarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia (UI). Ia juga melanjutkan studinya ke jenjang pascasarjana di kampus yang sama, prodi Manajemen Pembangunan Sosial.
Dikutip dari laman resmi Kemendesa PDTT, pada 1994, Budi Arie mengawali kariernya sebagai jurnalis di Media Indonesia Minggu hingga tahun 1996.
Lepas dari Media Indonesia, ia masih menggeluti dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan di mingguan ekonomi Kontan pada tahun 1996 hingga 2001.
Tahun 2001, Budi kemudian beralih ke dunia bisnis di PT Mandiri Telekomunikasi Utama.
Di sana, kariernya moncer hingga menduduki jabatan direktur utama sampai tahun 2009.
Pada 2010, ia kemudian pindah ke PT Daya Mandiri dan menjabat sebagai direktur hingga 2014.
Pada saat yang sama, Budi Arie Setiadi juga menjabat sebagai Direktur Utama NKE Investama, dan Direktur di PT Sarana Global Informasi sejak 2009 hingga 2014.
Tahun 2011, ia juga memegang jabatan sebagai Direktur Utama PT Mitra Lumina Indonesia hingga 2014.
Adapun karier politiknya dimulai saat ia bergabung dengan Partai PDI Perjuangan.
Ia menjadi Kepala Balitbang PDI Perjuangan DKI Jakarta periode 2005-2010 dan Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta.
Pada 2013, Budi mendirikan relawan Pro Joko Widodo (Projo) yang kemudian berkontribusi besar terhadap pemenangan Joko Widodo dalam Pilpres 2014 dan 2019.
Budi Arie Setiadi sebagai Aktivis Kampus
Semasa Muni kuliah, berbagai organisasi kemahasiswaan Ia ikuti. Itu mulai dari pers mahasiswa, komunitas olahraga, hingga organisasi politik mahasiswa.
Meski, segala kegiatannya itu tak urung membuat julukan "mahasiswa abadi" sempat pula melekat pada dirinya.
Julukan itu adalah pelintiran sebutan bagi mahasiswa yang menghabiskan seluruh jatah masa studi alias nyaris drop out menjelang batas waktu maksimal kuliah di satu kampus.
“Kuliahnya sudah selesai 3,5 tahun, tujuh semester. Sisanya di IRS (Isian Rencana Studi) itu hanya skripsi, skripsi, skripsi saja, sampai lulus,” kenang Muni sambil tertawa, saat menceritakan kembali masa mudanya kepada Kompas.com, Rabu (2/12/2020).
“Saya ingin jadi mahasiswa yang baik dengan memanfaatkan sepenuhnya waktu yang diberikan pemerintah kepada kita. Tidak terlewatkan satu semester pun,” kilah dia, lagi-lagi sembari tertawa.
Sebagai aktivis di organisasi intrakampus, rekam jejak Muni mentok sampai posisi tertinggi yang dimungkinkan.
Pada 1994, Ia dipercaya memimpin gerakan mahasiswa sebagai Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FISIP UI. Pada tahun yang sama, ia juga dipilih menjadi Presidium Senat Mahasiswa UI untuk periode hingga 1995.
Muni muda dihadapkan pada dua tantangan cukup berat. Pertama, kebijakan Orde Baru yang sedemikian represif terhadap kebebasan berpendapat di lingkungan universitas. Kedua, rendahnya partisipasi politik mahasiswa akibat kebijakan rezim itu.
Mahasiswa generasi 1980-an dan 1990-an seperti Muni berhadapan dengan kebijakan pemerintah berupa Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) di lingkungan perguruan tinggi.
NKK/BKK merupakan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, terutama perguruan tinggi, di era Menteri Pendidikan Daoed Joesoef. NKK diatur dalam SK Nomor 0156/U/1978 sementara BKK berdasarkan SK Nomor 037/U/1979.
Kedua kebijakan itu membungkam mahasiswa, menjauhkan mahasiswa dari pemikiran apalagi aktivitas terkait politik kampus dan nasional. Sejarahnya panjang, dari seruan "golongan putih", peristiwa Malari, hingga Pemilu 1977.
Muni menyebut, situasi akibat kebijakan tersebut lama-lama akan mematikan nalar kritis mahasiswa. Dia dan rekan-rekan pun memodifikasi strategi agar gairah politik di kampus hidup kembali.
Salah satunya, dengan membuat slogan ‘make fun more politics, make politics more fun’.
“Jadi kami waktu itu membuat kegiatan-kegiatan politik dengan nuansa kegembiraan. Demi membangun kesadaran mahasiswa tentang tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara supaya daya kritisnya muncul,” ujar dia.
Salah satu momentum kesuksesannya memobilisasi mahasiswa adalah saat berunjuk rasa memprotes kebijakan rektor UI saat itu.
“Saking seringnya kami demo, Pak Dekan waktu itu jadi perhatian sekali sama saya. Dia nanya terus, kapan kamu lulus,” kenang Muni.
Jejak Karier Budi Arie Setiadi
Selepas dari kampus, beragam jalur profesi pernah dia lakoni, dari jurnalis hingga kini menjadi Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) oleh Presiden Joko Widodo.
Pengalaman menjadi aktivis mahasiswa tak serta-merta hilang bekas begitu saja. Sejumlah sikap dan pemikiran pun
Pada saat menjadi jurnalis Kontan, misalnya, dia pernah kena sentil pimpinan Kompas Gramedia Jakob Oetama karena angle pemberitaan yang terlalu keras terhadap pengusaha. Gaya aktivis kental terasa.
"Ya saya jawab ‘iya iya’ saja saat itu," kenang dia dengan senyum lebar.
Nuansa aktivis muncul lagi ketika Muni pada 2013 mendirikan organisasi relawan pendukung Joko Widodo, yaitu Projo. Kiprah organisasi ini mewarnai banyak pemberitaan kala itu sepanjang pesta demokrasi.
Jokowi menang pada Pilpres 2014 bersama Jusuf Kalla. Kemenangan Jokowi di pemilu berlanjut lagi pada Pilpres 2019 bersama Ma’ruf Amin.
Muni sempat dianggap ngambek setelah kemenangan kedua Jokowi di pesta demokrasi. Alasannya, "jatah" kursi menteri tak sampai ke pendukung Jokowi sejak awal.
Biodata Budi Arie Setiadi
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 20 April 1969
AgamaL Kristen Protestan
Orangtua: Joko Asmoro dan Pudji Astuti
Istri: Zara Murzandina
Anak: Nadila Raisha dan Diandra
Pendidikan:
- SD Fons Vitae Marsudirini, Koja, Jakarta Utara
- SMP Fons Vitae Marsudirini, Koja, Jakarta Utara
- SMA kolose Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat
- S1 Ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia
- S2 Manajemen Pembangunan Sosial Universitas Indonesia
Harta Kekayaan Budi Arie Setiadi
Data ini berdasarkan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 4 Maret 2021.
A.TANAH DAN BANGUNAN >>> Rp.63.321.800.000
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com