Sidang Potongan Insentif BPKPD Pasuruan

Fakta Baru di Sidang Insentif BPKPD Pasuruan, Potongan 10 Persen Terjadi sebelum Terdakwa Menjabat

Penulis: Galih Lintartika
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Saksi Ani Kusniyah, bendahara pengeluaran BPKPD Kabupaten Pasuruan saat menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan advokat yang mendampingi terdakwa Akhmad Khasani, eks Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan, Selasa (9/7/2024).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Galih Lintartika

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - 12 pegawai Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan kembali dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemotongan insentif BPKPD di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (9/7/2024) siang.

Saksi yang dihadirkan kali ini adalah Ani Kusniyah, Devi Eka Mayasari, Yeti Wahyuni, Agung Brotosetyono, Aini Fitriyah, Sanca Dwi Anggoro, Agung Wara Laksana, Budi Susanto, Zaki Firdaus, Fahrizal Bustomi, Ninuk Ida Suryani, dan Faturahman.

Sidang kali ini dibagi 4 kelompok, namun yang berjalan hanya 2 kelompok yang memberikan kesaksian. Sebab, majelis hakim menyatakan dua kelompok sisanya akan disidangkan minggu depan.

Dalam sidang kali ini juga terungkap bahwa ternyata pemotongan insentif pegawai ini bukan hanya terjadi di zaman terdakwa Akhmad Khasani menjabat sebagai Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan.

Baca juga: Telantarkan Anak dan Istri, ASN di Pasuruan Divonis 2 Tahun Penjara, Ternyata Pernah Tersandung Zina

Ani Kusniyah, Bendahara Pengeluaran BPKPD Kabupaten Pasuruan mengatakan, sepengetahuannya penyisihan uang dari sebagian insentif pegawai ini sudah terjadi lama, bukan hal yang baru. "Sebelumnya juga sudah ada," katanya.

Disampaikan dia, untuk pencairan insentif itu dibutuhkan SK, nota dinas dan beberapa persyaratan lainnya, karena itu menjadi dasar. Dia mengaku untuk SK yang menandatangani adalah Kepala BPKPD, sedangkan nota dinas adalah Kabid P4.

Ani menyebut, penghitungan penyisihan dari insentif pegawai itu dasarnya adalah nota dinas yang didapatkan dari bidang P4. Dia mengaku tidak mengetahui pasti hitungannya bagaimana, yang jelas ada nota dinas, diproses dan dicairkan.

"Nota dinas itu saya dapatkan dari Aini Fitriyah bidang P4, disitu sudah lengkap ada penghitungan besaran insentif yang diterima setiap pegawai. Termasuk ada SK dan dokumen lainnya," ujarnya.

Setelah semuanya lengkap, ia mengaku tahapan pencairan insetif pegawai mulai dilakukan. Setelah insentif pegawai BPKPD di triwulan ke-IV dicairkan, tugasnya adalah membagikan ke pegawai lain.

"Total pencairan insetif pegawai di triwulan ke-IV itu sekitar Rp 5 Miliar sekian. Setelah itu saya potong untuk membayar Pph, dan BPJS pegawai. Saya sisihkan untuk pak Pj Bupati dan Sekda. Sisanya, saya bagikan gelondongan ke setiap bidang," terangnya.

Dia mengaku insentif pegawai untuk Kantor BPKPD di Panglima Sudirman sebesar Rp 2,8 Miliar. Untuk Pj Bupati Rp 151 juta, dan untuk Sekda Rp 161 juta. Sedangkan Rp 1,9 Miliar untuk Kantor Raci.

"Memang ada penyisihan dari insentif pegawai yang dibagikan itu. Besarannya sekitar 10 persen. Tapi, bukan saya yang menghitung, karena penghitungan itu saya dapatkan dari bidang P4," lanjutnya.

Baca juga: Terungkap Dalam Sidang, Uang Pemotongan Insentif Pegawai BPKPD Pasuruan Capai Rp 1 Miliar

Menurut dia, pemotongan 10 persen ini atas sepengetahuan dan seizin Akhmad Khasani, mantan Kepala BPKPD. Menurutnya, hasil dari potongan rata 10 persen insentif pegawai terkumpul Rp 438 juta.

"Karena saya bendahara, saya juga punya tugas untuk menyimpan. Saat itu, pak khasani memerintahkan saya untuk menyimpan di brankas bendahara uang hasil penyisihan dari insentif pegawai ini," sambungnya.

Dia menjelaskan, dua kali, Akhmad Khasani meminta uang hasil potongan insentif ini kepadanya. Pertama Rp 175 juta dan itu diserahkan secara tunai, dan yang kedua Rp 15 juta dikirimi melalui transfer rekening.

"Dari total Rp 438 juta, yang diminta hanya Rp 190 juta, dan sisanya masih ada di brankas. Saya tidak tahu digunakan untuk apa, karena saya hanya menjalankan petunjuk dan arahan pimpinan," paparnya.

Sepengetahuannya, uang potongan ini insentif ini tidak digunakan untuk keperluan pribadi Kepala BPKPD. Menurutnya, uang potongan ini digunakan untuk kegiatan yang tidak tercover dalam anggaran dinas.

"Biasanya juga digunakan untuk pemberian THR bagi THL dan PTT yang tidak mendapatkan tunjangan, dan keperluan - keperluan lain. Dan itu biasanya menggunakan uang penyisihan ini," terangnya.

Wiwik Tri Haryati, advokat yang mendampingi terdakwa Akhmad Khasani menyebut, pemotongan insentif pegawai ini bukan inisiatif dari kliennya. Artinya, sebelum kliennya menjabat disana, potongan 10 persen itu sudah ada.

"Secara tidak langsung, potongan insentif pegawai sebesar 10 persen ini bukan hanya terjadi disaat kliennya menjabat di BPKPD, tapi sudah ada sejak sebelum kliennya menjabat. Artinya, budaya potongan ini sudah ada sejak lama," paparnya.

Wiwik, sapaannya, juga menyampaikan, dalam proses penghitungan besaran potongan insentif itu yang menentukan bukan kliennya, tapi pengakuan para saksi, itu sudah ada nota dinas beserta daftar pegawai dan besaran insentif yang didapatkan.

"Yang perlu saya tekankan, kalau SK memang ditandatangani klien saya, tapi tidak ada daftar yang berisikan besaran insentif yang dipotong. Kalau di nota dinas yang ditandatangani kabid P4 itu ada besaran insentif yang dipotong," jelasnya.

Dalam konteks ini, kata Wiwik, kliennya tidak mengetahui besaran insentif yang diterima setiap pegawai, karena memang tidak ikut menghitungnya. Dan, saksi juga menyebut bahwa uang hasil potongan insentif digunakan untuk kepentingan bersama

Berita Terkini