Cara Salat Rebo Wekasan dan Doa Tolak Bala, Amalan Menangkal Sial di Bulan Safar

Editor: Hefty Suud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sholat tahajud - Tata cara salat Rebo Wekasan dan doa tolak bala. 

TRIBUNJATIM.COM - Berikut tata cara salat Rebo Wekasan dan doa tolak bala. 

Salat Rebo Wekasan dikenal juga dengan salat hajat tolak bala atau Shalat Hajat Li Daf'il Bala'.

Waktu yang tepat untuk melaksanakan shalat hajat tolak bala pada pagi hari saat waktu sholat dhuha hingga sore hari atau berakhirnya hari Rabu, 4 September 2024.

Kendati demikian, salat hajat tolak bala Rebo Wekasan bukan merupakan ibadah wajib ataupun sunnah, melainkan hanya bersifat anjuran.

Salat hajat tolak bala Rebo Wakesan sendiri dilaksanakan empat rakaat dan dua kali salam.

Niat Shalat Rebo Wekasan 

Sholat ini dilaksanakan empat rakaat, baik dengan dua tahiyyat satu salam, dengan niat:

Latin: Usoli sunnatan hajati lidaf'il bala' arba'a rakaatain lillahi ta'ala

Artinya: Sengaja aku sholat hajat tolak bala empat rakaat karena Allah ta'ala

Atau dua tahiyyat dua salam, dengan niat:

Latin: Usoli sunnatan hajati lidaf'il bala' rakaatin lillahi ta'ala

Artinya: Sengaja aku sholat hajat tolak bala dua rakaat karena Allah ta'ala

Baca juga: 3 Mitos Rebo Wekasan, Hari Diturunkannya Bala dan Bencana ke Bumi? Disebut Jadi Hari Paling Sial

Baca juga: Tanggal Berapa Rebo Wekasan 2024? Tradisi yang Dirayakan di Rabu Terakhir Bulan Safar

Tata Cara Sholat Rebo Wekasan

1. Rakaat pertama

Pada rakaan pertama Membaca Al Fatihah kemudian membaca surat pendek sebagai berikut:

- Surat Al Kautsar (17 kali)

- Surat Al Ikhlas (5 kali)

- Al Falaq (1 kali)

- An Nas (1 kali) kemudian rukuk.

2. Rukuk dengan tumakninah seraya membaca bacaan:

Subhaana rabbiyal ‘adzhiimi. Subhaana rabbiyal ‘adzhiimi. Subhaana rabbiyal ‘adzhiimi.

Artinya: 'Maha Suci Allah Rabbku Yang Maha Agung, Maha Suci Allah Rabbku Yang Maha Agung, Maha Suci Allah Rabbku Yang Maha Agung.'

3. Iktidal dengan tumakninah seraya membaca bacaan berikut:

Sami'allahu liman hamidah.

Artinya: 'Allah SWT mendengar orang yang memujinya'.

4. Sujud pertama dengan membaca:

Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi. Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi. Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi.

Artinya: 'Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi, dan memujilah aku kepada-Nya'

5. Duduk di antara dua sujud sembari membaca:

Robbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii.

Artinya: 'Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, perbaikilah keadaanku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku'

6. Sujud kedua dengan membaca:

Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi. Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi. Subhaana rabbiyal a'la wa bihamdihi.

Artinya: 'Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi, dan memujilah aku kepada-Nya'

7. Rakaat kedua

Pada rakaan kedua Membaca Al Fatihah kemudian membaca surat pendek sebagai berikut:

- Surat Al Ikhlas (5 kali)

- Surat Al Falaq (5 kali)

Setelah melakukan sholat Rabu Wekasan, dilanjutkan dengan membaca doa tolak bala.

Baca juga: Surat Yasin dan Terjemahannya untuk Dibaca Sebagai Amalan Rebo Wekasan, Buya Yahya: Boleh Dilakukan

Doa Tolak Bala

Allaahummaftah lanaa abwaabal khair, wa abwaabal barakah, wa abwaaban ni‘mah, wa abwaabar rizqi, wa abwaabal quwwah, wa abwaabas shihhah, wa abwaabas salaamah, wa abwaabal ‘aqfiyah, wa abwaabal jannah.

Allaahumma ‘aafinaa min kulli balaa’id dunyaa wa ‘adzaabil aakhirah, washrif ‘annaa bi haqqil Qur’aanil ‘azhiim wa nabiyyikal kariim syarrad dunyaa wa ‘adzaabal aakhirah.

Ghafarallaahu lanaa wa lahum bi rahmatika yaa arhamar raahimiin.

Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘an maa yashifuun, wa salaamun ‘alal mursaliin, walhamdulillaahi rabbil ‘alamȋn.

Artinya:

'Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al-Qur’an yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai Zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.

Ilustrasi doa tolak bala. (freepik.com)

Makna Rebo Wekasan

Rebo Wekasan berasal dari kata Rebo yang artinya hari Rabu dan wekasan yang artinya lepas.

Pada hari tersebut, umat Islam Indonesia khususnya, melakukan ritual, seperti mandi mengikuti warisan tradisi dari Wali Songo, salat berjamaah 4 rakaat dengan doa khusus, silaturahmi, dan sedekah.

Diketahui, tradisi Rebo Wekasan pertama kali diadakan pada masa Wali Songo.

Tujuan dari tradisi Rabu Wekasan sendiri adalah berfungsi sebagai tolak bala atau menangkal marabahaya.

Baca juga: Tradisi Rebo Wekasan di Gresik, Warga Arak Tumpeng Raksasa Sampai Mandi di Sendang Sono

Sejumlah masyarakat percaya di waktu itu akan turun bencana dan sumber penyakit, sehingga harus melaksanakan sejumlah ritual tradisi tolak bala.

Selain masyarakat Jawa, tradisi menganggap Bulan Safar adalah bulan sial juga terjadi di bangsa Arab.

Hal ini dijelaskan dalam Buku Risalah Ahlusunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah, Subaidi, Unisnu Pers 2019.

Lantas bagaimana dalil tentang Rebo Wekasan dalam Islam?

Melansir laman resmi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Tebuireng Online, dijelaskan A. Muabrok Yasin, Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Fiqh Tebuireng online menjelaskan, memang terdapat hadits dla'if (tidak memenuhi syarat sahih) yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:

Ilustrasi definisi Rebo Wekasan tradisi turun menurun masyarakat Jawa yang terjadi di hari terakhir Bulan Safar. (Kolase/Trihugger dan DOK TribunJatim.com)

"Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: 'Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus." HR. Waki' dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami' al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-'Ilal al-Jami' al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla'if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

Sementara hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

"Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang." (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Menurut al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, hadits ini merupakan respon Nabi Saw terhadap tradisi yang brekembang di masa Jahiliyah.

Ibnu Rajab menulis: "Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang." (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).

Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co

Berita Jatim lainnya

Berita Terkini