BEM FISIP Unair Dibekukan

Pengakuan Dekan Bagong Suyanto usai Bekukan BEM FISIP Unair karena Karangan Bunga 'Jenderal Bengis'

Penulis: Ani Susanti
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengakuan Dekan Bagong Suyanto usai Bekukan BEM FISIP Unair karena Karangan Bunga 'Jenderal Bengis'

Meski belum mereka publikasikan.

"Kami ada kajian ilmiahnya tetapi belum kami publikasi, selama satu periode ini kami gencar mengawal isu pelanggaran HAM,"ungkapnya, Minggu (27/10/2024).

Dikatakan Tuffa, melalui Kementerian Politik dan Kajian Strategis pihaknya telah melakukan berbagai diskusi dan kajian.

Termasuk merencanakan karya seni satire terkait dilantiknya presiden RI Prabowo Subianto dan Wakilnya.

"Kami sudah merencanakannya 2 minggu menjelang pelantikan presiden,"lanjutnya.

Ia berharap, melalui kajian dan karya seni satire tersebut, mahasiswa bisa belajar untuk menyampaikan kritik secara kreatif.

Sayangnya, karya seni tersebut berujung pembekuan BEM FISIP Unair.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono mengatakan, persoalan satire melalui karangan bunga oleh BEM FISIP tak perlu direspons dengan melakukan pembekuan organisasi.

Sebab, sedianya hal itu dapat ditanggapi sebagai dinamika kampus.

"Aspirasi mahasiswa harus dihormati," kata Deni saat dikonfirmasi, Minggu (27/10/2024). 

Hal ini begitu ditekankan Deni.

Sebab, dia memahami betul bagaimana peran mahasiswa. Itu karena Deni merupakan mantan politisi berlatar belakang aktivis.

Bahkan pernah menjadi Presiden BEM FISIP Unair periode 2004-2005.

Sehingga, Deni mengatakan, aspirasi mahasiswa harusnya ditanggapi dengan cara dialog. 

Bukan dengan melakukan pembekuan organisasi.

Apalagi mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang perlu diberikan ruang menyampaikan pendapat.

"Mahasiswa adalah calon pemimpin bangsa, pembungkaman bentuk otoritarianisme baru. Perlu cabut pembekuan BEM," ungkap Deni yang merupakan politisi muda PDI Perjuangan ini. 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini