Berita Tulungagung

Pencipta Batik Khas Tulungagung Layangkan Somasi Kedua untuk 3 Toko yang Diduga Jual Produk Palsu

Penulis: David Yohanes
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kain Batik Lurik Bhumi Ngrowo yang asli (kiri) lebih terang, sedangkan kain yang palsu (kanan) lebih gelap, 2024. Batik Lurik Bhumi Ngrowo adalah batik khas Tulungagung.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Pencipta Batik Lurik Bhumi Ngrowo, Nanang Setiawan  melayangkan somasi ke-2 untuk 3 toko kain di Tulungagung, Jawa Timur.

Ketiga toko itu ditengarai menjual produk palsu hingga menyebabkan kerugian. 

Tiga toko itu adalah Toko Bintang di Jalan Teuku Umar, Toko Miranda di Jalan Basuki Rahmat dan Toko Antasari di sebelah utara Stasiun Tulungagung.

Kuasa Hukum Nanang Setiawan, Hery Widodo, mengatakan somasi kedua dilakukan karena jawaban somasi pertama tidak memuaskan.

"Ketiganya sudah memberikan jawaban. Tapi semua hanya normatif, tidak disertai bukti yang memadai," ujar Hery, Rabu (30/10/2024).

Pemilik Toko Miranda sempat menghubungi Hery lewat telepon dan menyampaikan membeli batik itu sebelum ada Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Penjualan dilakukan sejak Agustus hingga September 2024, sedangkan di Oktober sudah habis.

Selain itu, ada penjelasan jika barangnya kurang laku di pasaran.

Batik Lurik Bhumi Ngrowo itu dipesan dari Surabaya.

Kemudian Toko Miranda menjawab secara tertulis lewat pengacara asal Surabaya, pada Senin (28/10/2024).

Baca juga: Kain Batik Lurik Bhumi Ngrowo Palsu Beredar, Perajin di Tulungagung Merugi, Siapkan Gugatan

Materi jawaban tidak jauh beda dengan yang disampaikan pemilik toko.

"Dia bilang tidak tahu jika sudah ada HAKI. Tapi hukum kita tidak bisa bicara itu, siapapun wajib tahu aturan yang berlaku," tegas Hery.

Sedangkan pemilik Toko Bintang sudah menemui Hery untuk menjawab somasi.

Pemilik menunjukkan bukti surat jalan dan bukti ekspedisi.

Saat Hery minta penjelasan dari mana penyuplai batik lurik itu, pihak Toko Bintang tidak memberi tahu.

Hery mengaku hanya diberi nomor telepon dan diminta menghubungi sendiri.

"Kami tolak, kami tidak mau menghubungi nomor telepon yang diberikan. Itu bukan urusan kami," sambung Hery.

Pihak Toko Bintang mengaku menjual batik itu karena ada tawaran dari supplier (penyuplai).

Pengakuan ini berbeda dengan penjelasan saat Hery melakukan pembelian pada 22 Oktober 2024 lalu.

Saat itu pihak toko mengaku mendapatkan batik palsu itu dari Bandung.

"Dia tidak menunjukkan suppliernya dari mana. Mengakunya dia hanya jualan 5 pieces atau 300 yard dan sudah habis," ungkap Hery.

Sementara Toko Antasari telah menghubungi Hery melalui pengacaranya.

Namun pertemuan secara resmi masih akan diagendakan.

Sebelumnya Toko Antasari mengaku menjual barang dari sebuah konveksi di Kelurahan Botoran, Kecamatan Tulungagung.

"Pertemuan bisa dilakukan, tapi somasi kedua tetap kami layangkan, karena batas waktu somasi pertama pada 29 Oktober kemarin," paparnya.

Pada somasi kedua ini, Hery memberi batas waktu pada 6 November 2024.

Jika belum ada respons yang memuaskan, maka Hery akan melayangkan gugatan melalui Pengadilan Niaga Surabaya.

Para pihak yang disomasi diharapkan bertanggung jawab pada perbuatannya yang menjual Batik Lurik Bhumi Ngrowo palsu.

Batik Lurik Bhumi Ngrowo telah ditetapkan sebagai batik khas Kabupaten Tulungagung.

Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) tercatat sebagai pemegang HAKI, desakan penciptanya Nanang Setiawan.

Produk Batik Lurik Bhumi Ngrowo diproduksi 19 perajin batik yang bergabung dalam Asosiasi Batik dan Wastra Tulungagung.

Penjualannya kain asli hanya lewat Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Tulungagung.

Namun sampai saat ini hanya ada 3.586 potong baju batik yang terjual, sementara stok masih melimpah.

Padahal batik ini menjadi salah satu seragam ASN Pemkab Tulungagung, yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang.

Mandeknya penjualan ini diduga karena beredar kain batik palsu yang dijual di 3 toko tersebut. 

Berita Terkini