TRIBUNJATIM.COM - Geger akhirnya warga Desa Pandanlandung yang awalnya menikmati fasilitas dan punya aset desa berupa Tanah bengkok.
Tanah bengkok adalah tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa dan diberikan oleh pemerintah daerah.
Tanah ini tidak bisa diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, tetapi bisa disewakan oleh mereka yang diberi hak untuk mengelola.
Tanah bengkok dapat diperuntukkan sebagai gaji kepala desa dan perangkat desa.
Hasil pengelolaan tanah bengkok digunakan sebagai salah satu anggaran pendapatan desa.
Tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Tanah lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji.
2. Tanah kas desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa.
3. Tanah pengarem-arem, menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua.
Kejadian tanah bengkok desa senilai Rp 6,7 miliar berubah milik perorangan terjadi di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Tanah bengkok desa yang luasnya 4.000 m3 itu berubah kepemilikan diduga karena ada tukar guling aset desa atau ruislag.
Alhasil, warga Desa Pandanlandung geger dan ingin mengusut kasus tanah bengkok desa ini sejelas-jelasnya.
Pasalnya, tukar guling aset tanah desa itu dinilai tidak prosedural dan disebut tanpa persetujuan Bupati, Gubernur dan dewan.
Sebetulnya, tanah bengkok desa yang berubah jadi milik perorangan sudah ada lahan penggantinya, namun warga tetap tidak terima.
Baca juga: Tanah Longsor di Trenggalek, Tembok Rumah Jebol hingga Arus Lalin di Jalan Nasional Sempat Terhambat
Terkuaknya kasus itu berawal dari adanya sertifikat massal atau PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap) tahun 2023.