"Pas lagi mendung. Panas-panas dikit dan mendung. Sampai gerah muter-muter kampung bawa gas," kata Gunawan kepada Tribun Jakarta.
Gunawan menceritakan, tabung gas 3 kg kosong saat dirinya mendatangi dua pangkalan.
"Cuma ada gas pink dan biru," tuturnya.
Tak hanya dirinya, Gunawan menuturkan, banyak tetangga khususnya ibu-ibu yang menenteng gas berkeliling kampung demi mendapatkan gas 3 kg.
"Di sini enggak ada yang sampai ngantri di pangkalan. Karena pangkalan semuanya habis stok," imbuhnya.
Gunawan mengaku heran dengan sikap pemerintah yang selalu membuat sulit masyarakat.
"Bahkan tega ngelihat masyarakat pada antre. Kok tega. Saya berharap pemerintah bisa segera mengatasi kelangkaan ini," harap Gunawan.
Akhirnya, Gunawan membuat pantun bertemakan gas 3 kg yang langka.
"Beli beras di Cinangka, pulangnya lewat Sasak Beji. Gara gara gas lagi langka, mau masak sampai enggak jadi," ujar Gunawan.
Hal serupa juga dialami pedagang dan pelaku UMKM di Desa Bitung Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
Seorang pedagang nasi goreng, Ahmad (39), mengeluh lantaran dirinya tak bisa berjualan imbas langkanya gas melon.
Ahmad terlihat ikut antre di pangkalan gas melon di pinggir Jalan Raya Pantura, sejak pukul 10.00 WIB pagi.
Dirinya tampak membawa sang istri untuk ikut mengantre, demi mendapatkan satu buah gas melon.
"Sebagai pedagang tentunya sangat terkena dampaknya ya, karena enggak ada gas, akhirnya saya enggak bisa berjualan," keluh Ahmad di lokasi.
Menurut Ahmad, peraturan satu KK dan KTP hanya bisa membeli satu buah gas tidak cukup bagi kebutuhan keluarga maupun dagangannya.