Berita Viral

Developer Heran Tak Ada BPN saat Penggusuran Perumahan Cluster, Padahal Tanah Ada SHM & IMB: Legal

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lahan depan Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, yang turut terdampak penggusuran, Senin (3/2/2025). Pihak pengembang heran tak ada BPN saat penggusuran.

TRIBUNJATIM.COM - Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II telah menggusur 27 bidang tanah di Cluster Setia Mekar Residence 2 pada 30 Januari 2025.

Eksekusi pengosongan lahan tersebut mengacu pada putusan PN Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS yang dikeluarkan pada 25 Maret 1997 silam.

Dalam pelaksanaannya, pengadilan mengeksekusi tanah dan bangunan yang mencakup ruko dan warung dengan total lahan seluas 3.100 meter persegi.

Baca juga: Kadis Bantah Potong Gaji Petugas Kebersihan Surabaya, Pekerja Ngaku Tidak Ada yang Berani Protes

Developer Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, menyayangkan eksekusi lahan ini.

Ia menuding penggusuran lahan yang dilakukan pada Kamis (30/1/2025), merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power oleh PN Cikarang Kelas II.

"Abuse of power itu dilakukan oleh PN Cikarang, bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja," ungkap salah satu perwakilan pengembang, Abdul Bari, Senin (3/2/2025).

Bari menilai, eksekusi yang dilakukan oleh PN Cikarang banyak melanggar aturan dan undang-undang yang berlaku.

Pertama, kata dia, sudah ada perlawanan penolakan eksekusi.

Kedua, eksekusi pengosongan lahan tidak dibacakan di atas obyek sesuai kedudukan sertifikat hak milik (SHM) dan tidak didengar oleh para pihak.

"Ketiga, eksekusi dilakukan di luar jam dinas operasional," jelasnya.

Ia menambahkan, dasar hukum perlawanan warga sangat jelas.

Yakni merujuk pada Buku II MA tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, halaman 101.

"Perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 (3) HIR dan 227 RBg)," tegas Bari.

"Kecuali apabila segera nampak bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, maka eksekusi ditangguhkan, setidak-tidaknya sampai dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri," jelasnya.

Suasana Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Senin (3/2/2025). (Rachel Farahdiba R via Kompas.com)

Lebih lanjut developer dan penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2 mempertanyakan tidak dilibatkannya pejabat dari Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bekasi dalam proses penggusuran lahan ini.

Bari menekankan pentingnya peran BPN dalam proses eksekusi untuk mengetahui batas tanah yang terlibat.

"Ketiadaan BPN dalam pelaksanaan eksekusi menjadi tanda tanya besar kepada pihak yang terkena dampak."

"Mana batas-batasnya yang menjadi titik obyek tanah yang akan dieksekusi," ujar Bari saat ditemui Kompas.com.

Bari juga menyoroti prosedur pelaksanaan eksekusi yang dianggap tidak sesuai.

Pasalnya dalam eksekusi tersebut, pengadilan tidak membacakan berita acara pengosongan lahan.

"Eksekusi wajib dibacakan di atas tanah. Kalau kami bicara 704, maka berita acara eksekusi wajib dibacakan di atas tanah 704."

"Bicaranya 705, maka berita acara eksekusi wajib dibacakan di atas tanah 705. Kemarin enggak. Tidak (tidak dibacakan)," tegasnya.

Selain itu, Bari mempertanyakan tidak dilibatkannya Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Distarkim) Kabupaten Bekasi dalam eksekusi tersebut.

Ia menegaskan bahwa pengadilan seharusnya melibatkan Distarkim sebagai pihak yang mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk klaster tersebut.

"Artinya, bangunan dan tanah yang berdiri di atas sertifikat 705 adalah bangunan dan tanah legal," imbuhnya.

Baca juga: Honorer Minta PT Timah Pecat Wenny Myzon, Tak Terima Pengguna BPJS Dihina: Jangan Kebanyakan Nyinyir

Pihak developer Cluster Setia Mekar Residence 2 telah berkomitmen untuk bertanggung jawab atas penggusuran lahan yang terjadi.

"Bentuk perlawanan melalui gugatan penolakan eksekusi di PN Cikarang dan PN Kota Bekasi merupakan bentuk tanggung jawab developer," tegas Bari.

Sebagai developer, ujar Bari, ia telah memenuhi dua aspek utama dalam pengembangan properti.

Yaitu legalitas tanah yang berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) dan legalitas bangunan yang berupa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Kedua hal tersebut telah dipenuhi dan diproses sesuai ketentuan aturan yang berlaku," tambahnya.

Lebih lanjut, Bari merinci langkah-langkah yang telah dilakukan dalam proses transaksi jual beli.

Berdasarkan hasil pengecekan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKPT) oleh notaris di BPN Kabupaten Bekasi, SHM tidak terblokir, tidak terdapat sita, dan tidak ada sengketa.

Selain itu, kata Bari, transaksi juga telah dilakukan di hadapan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Baca juga: Tangis Ibu-ibu Bersujud Minta Rumah Tak Dirobohkan, Tolak Ganti Rugi Rp3 Juta dari Pemilik Tanah

Di sisi lain, pembayaran pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) juga telah divalidasi.

Menurut Bari, proses balik nama ke atas nama pembeli yang beriktikad baik juga telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.

Lalu, pembelian dilakukan melalui KPR bank yang telah melewati verifikasi keabsahan legalitas tanah dan bangunan sehingga dapat memperoleh fasilitas KPR.

"Hak dan kewajiban para pihak telah dijalankan secara benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," pungkas Bari.

Abdul Bari, perwakilan developer sekaligus penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi (KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA)

Sebelumnya, sebanyak 14 penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2 menghadapi ketidakpastian setelah Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengosongkan lahan pada Kamis (30/1/2025).

Eksekusi ini merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997, yang mencakup 27 bidang tanah seluas 3.100 meter persegi.

Langkah pengosongan ini menimbulkan kebingungan di kalangan penghuni, yang merasa dipaksa meninggalkan rumah meskipun memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).

Persoalan ini diduga memiliki kaitan erat dengan praktik ilegal oleh makelar tanah sejak tahun 1990.

Menanggapi eksekusi ini, developer, warga, dan bank pemberi fasilitas KPR di klaster tersebut berencana untuk menggugat eksekusi yang telah dilakukan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkini