TRIBUNJATIM.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus membuat gebrakan dalam dunia pendidkan.
Sebelumnya, ia membuat larangan untuk kegiatan study tour di semua jenjang SMP dan SMA.
Kini Dedi Mulyadi juga bakal melarang pelaksanaan kegiatan wisuda TK dan SD.
Baca juga: Kades Tak Terima Mbah Tasem Dievakuasi ke Panti Jompo, Bantah Hidup Terlantar: Menyatu dengan Alam
Hal itu diutarakan Dedi Mulyadi manakala mengikuti kegiatan retreat hari kedua di Magelang, melansir Kompas.com.
Adapun Dedi Mulyadi langsung memberikan arahan sekaligus tantangan kepada salah satu kepala daerah di Jawa Barat.
Ia menantang kepada Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung, yang kemudian direkam dan diposting ke akun Instagramnya di @Dedimulyadi71, Sabtu (22/2/2025) lalu.
"Ada keluhan, misalnya anak-anak TK wisuda, SD wisuda, nah, kegiatan-kegiatan yang tidak ada relevansinya dengan pendidikan minta dihapus. Pak Bupati berani enggak?" ujar Dedi Mulyadi kepada Dadang Supriatna.
"Siap, berani," jawab Dadang Supriatna.
Dedi mengungkapkan, biaya wisuda siswa TK dan SD tersebut membebani.
Oleh karena itu, beban tinggi yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan, minta dihapuskan.
Selain itu, sambung Dedi, banyak yang usul study tour tingkat TK sampai SMP untuk dihapuskan juga.
Pasalnya study tour tersebut jauh dan mengeluarkan biaya tinggi.
Namun karena TK-SMP kewenangannya ada di Kabupaten dan Kota, ia meminta bupati dan wali kota menghapusnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Dadang pun mengatakan kesiapannya untuk menghapus study tour yang memberatkan orang tua siswa.
Sementara itu, rencana study tour SMAN 1 Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ke Yogyakarta, resmi dibatalkan.
Pembatalan study tour ini mengikuti larangan dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah VI.
Kepala SMAN 1 Cilaku, Tapip, menjelaskan bahwa kegiatan study tour ini awalnya diikuti oleh 130 siswa kelas 11 dari total sebanyak 432 siswa.
"Dari sebanyak 432 siswa kelas 11 yang ikut, tercatat ada 130 orang," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/2/2025).
"Untuk ikut outing class tersebut setiap siswa membayar Rp1,5 juta, dan hal tersebut pun tidak bersifat wajib," imbuhnya.
Uang tour yang sempat dibayarkan pun akan dikembalikan ke orang tua siswa.
Baca juga: Mayor Teddy Ditegur Prabowo, Kini Harus Minta Maaf ke Jokowi Akibat Ulah Seskab: Saya Akan Bertemu
Sesuai rencana awal, para siswa seharusnya berangkat pada Senin (24/2/2025), ke Bandung untuk mengunjungi Saung Angklung Udjo.
Lalu mereka akan melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta untuk melihat universitas negeri dan tempat wisata.
Mereka baru dijadwalkan kembali ke Cianjur pada Rabu (26/2/2025) malam.
Tapip menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program 5P Kebhinekaan dalam Kurikulum Merdeka yang mengombinasikan metode pembelajaran dan rekreasi.
"Formatnya macam-macam, bukan hanya sekedar belajar, tapi juga ada pikniknya yaitu disebut outing class atau pembelajaran di luar kelas," jelas Tapip.
"Dan itu pun hasil kesepakatan dari para siswa juga orang tua," kata dia.
Pihak orang tua juga menerima keputusan pembatalan study tour tanpa keberatan.
Sebagai gantinya, kegiatan 5P Kebhinekaan tetap akan dijalankan di lingkungan sekolah.
Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Nonong Winarni, menegaskan bahwa larangan ini sudah diinformasikan sebelumnya melalui surat edaran.
"Rencana kegiatan SMAN 1 Cilaku tidak jadi, karena sempat saya ingatkan agar tidak berangkat, karena sudah jelas ada surat edarannya," katanya.
Baca juga: Pria Diminta Bayar Buat Surat Jalan, Cuma Beri Rp5 Ribu ke Polisi untuk Beli Kopi: Saya Muak
Polemik study tour SMAN 6 Depok memang membuat Dedi menjadi sorotan.
Ia mengakui, larangan piknik atau study tour untuk sekolah-sekolah di Jabar bakal menimbulkan kekecewaan.
Termasuk kekecewaan yang mungkin dirasakan para siswa yang sudah siap berangkat study tour.
Hal ini diungkapkan Dedi dalam unggahannya pada Senin (24/2/2025).
"Kebijakan larangan piknik yang orang menyebutnya study tour, kemudian studi kunjungan industri dan sejenisnya, itu pasti menimbulkan kekecewaan bagi para siswa yang akan berangkat," kata Dedi, dikutip dari Instagramnya.
Meski begitu, Dedi tidak masalah dirinya menjadi target kemarahan akibat kebijakan larangan tersebut.
Ia mengaku tak mempermasalahkan jika dirinya dicaci maki karena hal tersebut.
"Saya enggak ada masalah dicaci maki, dibilang Dedi Mulyadi atau apapun ya, enggak ada masalah," tegas Dedi Mulyadi.
"Karena saya ini orang tua, tindakan-tindakan yang saya lakukan adalah untuk kebaikan semua," lanjutnya.
Dedi Mulyadi pun menyebut soal kondisi keuangan para orang tua siswa di Jawa Barat.
Karena sebagian dari para orang tua di Jawa Barat tidak cukup mampu untuk mengeluarkan uang demi piknik atau study tour anaknya di sekolah.
Sehingga karena hal ini, orang tua yang tak mampu ini malah berakhir terlilit utang.
"Anda para siswa yang kaya-kaya mungkin tidak ada masalah dengan keuangan keluarga," ujar Dedi.
"Tetapi bagi mereka yang orang tuanya pas-pasan, buat makan pun susah. Itu harus menimbulkan beban utang, bank emok, pinjol, bank keliling," imbuhnya.
Sehingga, bisa jadi anaknya marah karena tidak bisa ikut study tour atau piknik.
Namun dari semua kemarahan tersebut, menurut Dedi, suatu saat akan menjadi kebahagiaan.
Ketika seorang siswa ini bisa memahami dan merasakan maksud dari sikap orang tua mereka.
"Tentunya sebagai orang tua bisa jadi anaknya marah. Diarahkan untuk bagaimana memasak, bagaimana berkebun, bagaimana mengembangkan pertanian peternakan, bagaimana ikut bekerja, bagaimana membuat robot, dan sejenisnya," ujar Dedi.
"Tetapi seluruh kemarahan itu suatu saat akan menjadi kebahagiaan, ketika Anda sudah dewasa."
"Ketika Anda sudah merasakan makna dari sikap orang tua yang membangun arah pendidikan yang jelas bagi anak-anaknya," beber Dedi, melansir TribunnewsBogor.com.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com