Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nurika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Terus belajar pasti ada jalan. Hal ini yang menjadi kunci bagi Marysa Anggi dalam merintis usaha sambal Roenyah.
Alumnus Akuntansi di salah satu kampus di Kediri, Jawa Timur, itu memilih terjun berbisnis olahan sambal.
“Saya ambil dari kata roenyah-roenyah dari Bahasa Jawa Kuno, karena teksturnya kan kasar,” ungkap kepada TribunJatim, Selasa (18/2/2025).
Usaha ini berawal saat pandemi dengan sistem open order. Seiring dibebaskannya aktivitas masyarakat, bisnis Sambal Roenyah diakui Anggi semakin menurun.
Tak mau berlama-lama dalam kondisi tersebut, ia mencoba belajar dari berbagai pihak dan mendalami informasi-informasi terkait produk UMKM.
Baca juga: Warung Sambel Wader di Trowulan Mojokerto Ludes Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 200 Juta
Beberapa kedinasan seperti Dinas Koperasi dan Dinas Perindustrian tempat tinggalnya disambangi, tujuannya mencari ilmu baru terkait penjualan produk.
“Saya sempat datang ke dinas-dinas, banyak masukan. Dulu masih pakai botol selai, itu pengirimannya lebih mahal karena berat. Sekarang yang segel jadi tidak begitu berat kemasannya dan tahan bocor,” ujarnya.
Beberapa peluang bimbingan melalui pelatihan workshop juga menarik minat Anggi. Ia banyak belajar terkait pengolahan sambal hingga sterilisasi produk.
“Sambil jalan masih sambil belajar sampai sekarang,” tuturnya.
Ia mengembangkan aneka sambal seperti sambal cumi, sambal bawang, sambal teri nasi, sambal paru, dan sambal matah.
Sembari menggeluti kesukaannya dalam berjualan, Anggi mengaku tertantang untuk membuat bagaimana produknya mencapai market lebih luas lagi.
Salah satu caranya adalah tidak putus belajar management bisnis, cara komunikasi dan development produk.
“Saya suka jualan dan kalau cuma jualan saja tapi tidak menguasai yang dijual sama saja. Menurut saya pokoknya mau belajar pasti ada jalan,” ujarnya.
Meski demikian, selalu ada tantangan dalam merintis usaha. Seperti saat mencoba berbagai cara produksi sambal untuk dapat mendukung ketahanan produk.
Bukan perjalanan jika hanya jalan mulus, kata Anggi, ada saja hal-hal yang membuat mentalnya terbentuk.
“Pernah juga ikut pameran empat hari laku dua botol, tidak dapat kepanjangan hasil pameran tersebut nah ada rasa down. Tapi berpikir ya ya masih banyak cobaan yang belum dicoba lagi,” ujarnya diiringi gelak tawa.
Baca juga: Nikmatnya Sensasi Sambel Blondo Dipadu Ayam Goreng di Ponorogo, Jawab Kerinduan Soal Makanan Jadul
Tantangan lain datang saat pengemasan dan pengiriman produk. Diceritakan Anggi, dalam perjalanannya ia sempat merugi lantaran mengemas produk yang kurang aman ketika hendak mengikuti pameran di Jakarta.
Ibu satu anak ini pun harus memutar otak dan tetap belajar dari kesalahan. Hingga akhirnya konsisten dalam membangun bisnis Sambal Roenyah.
Kini, sambal yang diproduksi di Sidoarjo itu sudah masuk pasar retail dan market place. Dengan sistem titip jual, produk Sambal Roenyah masuk di swalayan-swalayan yang ada di Surabaya, Sidoarjo dan Malang.
“Ada titip jual di gerai UMKM Pelindo di pelabuhan penumpang Tanjung Perak, Tanjung Priok, Lombok dan Nusa Tenggara Barat,” ucapnya.
Usahanya berbuah manis. Selain dari pasar yang semakin berkembang, juga terkait ketahanan produk.
Semula produk yang dibuatnya bertahan enam bulan, lalu meningkat delapan bulan dan kini hingga satu tahun di suhu ruang selama kemasan belum terbuka.
Ketika sudah dibuka, Sambal Roenyah bertahan tujuh hari di suhu ruang dan satu bulan di lemari pendingin.
Harga sambal roenyah dijual mulai Rp25 ribu sampai Rp35 ribu dan tersedia melalui E-commerce.
“Transaksi tidak selalu dari pameran saja tapi saya yakin rejeki datangnya banyak arah, di usaha kita dan di hari kita yang mana akan datang rejekinya,” ungkapnya.