TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah perjuangan para kurir pick up paket selama Ramadan.
Tak cuma puluhan, para kurir mengambil barang ratusan hingga ribuan dalam sehari selama Ramadan.
Hal ini seperti dialami Ian Supriana.
Ia telah empat tahun bertahan dalam kerasnya dunia logistik, menjalani profesi sebagai petugas pick up barang Shopee Express.
Meskipun hari-hari terakhir jelang Lebaran ini cenderung lebih tenang, ia telah melewati momen puncak pekerjaannya sejak awal Ramadan, dan ritme kerjanya berubah drastis.
“Biasanya dalam sehari saya menangani 400-500 paket. Tapi tahun ini 800 sampai 1.000 paket. Apalagi pesanan paling banyak itu bahan kue, baju koko, dan gamis,” kata pria yang biasa disapa Ian itu kepada Kompas.com, Jumat (28/3/2025) pagi.
Baca juga: Kurir Syok 138 Paket dan Motor Lenyap saat Antar Barang, Seminggu Tak Bisa Kerja, Kini Dapat Bantuan
Ledakan pesanan ini tidak datang tiba-tiba.
Namun, ledakan sesungguhnya datang saat momen promo besar.
“Orang-orang sekarang sudah lebih pintar memanajemen waktu. Mereka enggak mau belanja di H-5 sebelum Lebaran karena tahu barangnya enggak bakal sampai tepat waktu. Jadi puncaknya itu di awal Ramadan,” ujar Ian Supriana.
“Tanggal kembar 3.3 yang bertepatan hari Senin dan pay day tanggal 25 itu parah. Paket membeludak, pernah saya baru bisa pulang jam 12 malam karena nggak selesai-selesai,” katanya.
Meskipun Ramadan tahun ini tidak seperti sebelumnya karena daya beli masyarakat yang menurun,
“Banyak seller yang 'sambat' (mengeluh). Daya beli turun, sementara harga barang juga enggak bisa dinaikkan sembarangan. Kalau terlalu mahal, siapa yang mau beli?” ucapnya.
Menjalani profesi ini di saat berpuasa tentu bukan perkara mudah, terutama di tengah cuaca yang tak menentu.
Ia bekerja mulai siang hingga malam.
Tantangan terbesarnya bukan hanya fisik, tetapi juga waktu tunggu yang tak terduga.
“Bagian beratnya ada di sore hingga tengah malam. Begitu pulang, saya langsung istirahat total biar stamina tetap terjaga. Puasa saya nggak terganggu karena nggak banyak kena panas,” ujar Ian Supriana.
Biasanya, setiap seller hanya memiliki 10-50 barang, tetapi menjelang Lebaran, jumlahnya bisa melonjak hingga 200 per seller.
Hal ini membuat waktu pick up molor jauh dari biasanya.
“Biasanya selesai jam 7 malam, tapi karena packing belum selesai, bisa sampai tengah malam. Tapi ya, namanya layanan, mau enggak mau harus ditunggu,” tutur dia.
Selain kelelahan fisik, menghadapi seller yang rewel adalah tantangan tersendiri.
“Kadang mereka minta diambil malam, saya datang sesuai jadwal, tapi barangnya belum siap. Udah saya kasih waktu lebih, tetap aja harus nunggu. Kadang jumlahnya juga enggak sesuai, harusnya ambil 7 paket, eh yang siap baru 3. Alasannya macam-macam,” tuturnya.
Baca juga: Yoga Kurir Kehilangan 138 Paket Rugi Rp6 Juta, Pasrah Dipecat Imbas Motor Dicuri: Tak Bisa Kerja
Antara Pekerjaan dan Kehidupan
Menjalani pekerjaan yang penuh tantangan ini, Ian Supriana tetap menemukan sisi positifnya.
Kebebasan mengatur waktu dan interaksi dengan banyak orang menjadi hal yang sehari-hari dinikmati.
“Beda sama kerja kantoran yang harus duduk diam 8-10 jam. Di jalanan saya bisa ketemu banyak orang, dengar cerita mereka, itu yang bikin kerja di jalan lebih berwarna,” ujar pria yang berdomisili di Pakis, Kabupaten Malang itu.
Namun, selama menjalani profesinya, ada satu musuh besar yang selalu mengintai, yakni cuaca, terutama saat musim hujan.
“Kalau panas, masih bisa diterjang. Tapi kalau hujan, ini yang bahaya. Paket bisa rusak, makanya kalau hujan ya harus berhenti di mana saja yang penting barang tetap aman,” kata dia.
Baginya, setiap Ramadan adalah ujian ketahanan.
Karena pekerjaannya bukan sekadar mengantarkan paket saja, tetapi juga tanggung jawab, kesabaran, dan bagaimana tetap profesional dalam segala situasi.
“Yang penting amanah. Paket sampai tujuan dengan selamat, hati pun ikut tenang,” ucap Ian.
Baca juga: Nasib Yoga, Kurir Nangis Kemalingan Motor dan 138 Paket Hendak Diantar, Tega Banget Bulan Puasa
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com