Salah satu kerugian AI seperti yang dilansir dari Simple Learn adalah masalah etika termasuk penyalahgunaan data dan informasi.
AI bekerja dengan menghimpun berbagai data sebelum kemudian disatukan.
Dalam hal ini, banyak orang menilai kecerdasan buatan bisa melanggar etika-etika yang ada.
Perlunya AI sebagai mapel
Dengan AI yang sudah masuk ke ranah pendidikan, masih banyak yang perlu diperhatikan mengenai teknologi ini.
Kecerdasan buatan memang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia, tetapi masih ada kerugian yang ditimbulkan karena AI.
Menanggapi wacana Kemendikdasmen menambahkan AI dalam mata pelajaran, peneliti Pusat Riset Penggerak Indonesia Cerdas (PRPIC) sekaligus Dosen Universitas Sampoerna Arkhadi Pustaka menyoroti bagaimana jika sistem ini sudah diimplementasikan.
"Terkait dengan coding dan artificial intelligence itu jika jadi mata pelajaran tersendiri apa ya guru guru kita sudah siap? Jatuhnya nanti paling outsourcing ke lembaga pelatihan...." kata Arkhadi saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (21/3/2025).
Kemudian, peneliti PRPIC itu mengakui bahwa anak-anak memang perlu mengenal konsep dasar AI.
Namun, untuk menulis program belum tentu diperlukan setiap anak.
Baca juga: Pantas Siswi SD Tak Mau Balik ke Sekolah, Dibully Guru Akibat Tak Bisa Bayar Buku LKS Rp 120.000
"Menurut saya memang perlu diperkenalkan konsep dasarnya, tapi kita tidak perlu menuntut setiap anak bisa menulis program komputer," ucapnya.
Daripada AI, para siswa dianggap lebih memerlukan cara berpikir komputasional atau berpikir untuk memecahkan masalah dengan logika yang tepat.
"Jadi alih-alih kelas coding/AI, yang diperlukan adalah wawasan mengenai cara berpikir komputasional (computational thinking), dan tidak perlu mata pelajaran sendiri. Coding dan AI itu bagian dari literasi digital. Jadi masukkan saja ke kelas literasi/bahasa," terangnya.
Menurut Arkhadi Pustaka, penggunaan AI lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat.
Ia melihatnya dari segi kesiapan pengajar perlu diperhatikan.