TRIBUNJATIM.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkap alasannya memangkas dana hibah untuk pesantren di Jabar.
Hal itu dilakukannya dalam pergeseran anggaran pendapatan daerah (APBD) 2025.
Dedi Mulyadi ingin dana hibah tak terfokus ke pesantren tertentu.
Baca juga: Disuruh Baca Al-Fatihah 33 Kali, Driver Ojol Tak Sadar Motor PCX Digondol Pria, Padahal Baru Lunas
Dalam dokumen Pergub No 12 Tahun 2025 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, dirincikan pemotongan dana hibah untuk sejumlah organisasi.
Tercatat ada 370 lebih lembaga yang direncanakan bakal menerima kucuran hibah.
Jumlah itu baru dari satu sub di Biro Kesra Jabar, yakni Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual.
Hanya saja, semuanya terancam batal menerima hibah karena kebijakan pergeseran anggaran.
Tersisa hanya pada dua lembaga, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jabar dengan nilai Rp9 miliar.
Lalu Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor senilai Rp250 juta.
Tak cuma pesantren, organisasi lain seperti PMI, KPID, KNPI, NPCI, Kormi, KONI, Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jabar, Kanwil Kemenag Jabar, hingga organisasi keagamaan yakni NU dan Persis, terkena pemangkasan.
Nilai pemangkasan anggaran hibah terhadap sejumlah organisasi itu pun bervariasi, mulai dari Rp1 miliar hingga Rp3 miliar.
Sementara itu, terdapat lembaga atau organisasi yang nilainya tidak berubah.
Seperti hibah bantuan keuangan kepada partai politik di Jabar, nilainya dihitung berdasar perolehan suara masing-masing.
Lalu ada juga hibah dana operasional organisasi ke sejumlah instansi vertikal di Jabar, yang nilai anggarannya juga tak terusik.
Misalnya untuk Polda Jabar Rp44,963 miliar, Pangkalan TNI AL Bandung Rp16,5 miliar, hingga Kodam III/Siliwangi Rp54 miliar.
Dedi Mulyadi beralasan, kebijakan ini adalah bagian dari upaya membenahi manajemen tata kelola hibah yang dianggap ugal-ugalan.
"Satu, agar hibah ini tidak jatuh pada pesantren yang itu-itu juga," ujar Dedi Mulyadi, Kamis (24/4/2025).
"Kedua, tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik saja," imbuhnya.
Dedi mengaku sudah bertemu dengan Kemenag seluruh Jabar, agar ke depan pemberian hibah ini terdistribusi dengan rasa keadilan.
"Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik."
"Jadi, pertimbangannya nanti pembangunan-pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang di bawah Kemenag," kata Dedi.
Baca juga: Kisah Marhasan Ingin Banting Setir dari Driver Ojol, Rela Berdesakan Lamar Jadi PPSU Demi Gaji Tetap
Selama ini, kata dia, bantuan-bantuan hibah yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag selalu pertimbangannya politik.
"Coba ada yayasan yang terimanya Rp2 miliar, Rp5 miliar, ada yang Rp25 miliar."
"Ada yang satu lembaga terimanya sudah mencapai angka Rp50 miliar," ucapnya.
Ke depan, Dedi akan mengubah mekanisme penyaluran hibah, karena selama ini dia menganggap banyak yayasan yang menerima hibah, tapi yayasannya bodong.
"Ya, boleh lho saya sampaikan, banyak juga yang menerima bantuan yayasannya bodong."
"Ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan," katanya.
"Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama," pungkas Dedi.
Baca juga: Pengakuan Eks Karyawan Jan Hwa Diana, Gaji di Bawah UMK Masih Dipotong Rp1 Juta, Ijazahnya Ditahan
Di sisi lain, Dedi menanggapi ancaman pembunuhan terhadap dirinya dengan tenang.
Ia mengaku sudah sering menghadapi hal serupa sejak menjabat sebagai Bupati Purwakarta.
"Sejak saya jadi Bupati, sudah terbiasa diancam dibunuh, diancam diculik, diancam apapun."
"Dan itu kan bagian dari dinamika risiko seorang pemimpin," kata Dedi Mulyadi dikutip dari Tribun Jabar, Kamis (23/4/2025).
Menurut Dedi, ancaman semacam ini muncul karena kebijakan yang mungkin tidak disukai oleh sebagian orang.
Ia pun menyebut ada dua tipe pelaku, yang benar-benar serius dan yang hanya sekadar iseng.
"Kalau pemimpinnya banyak melakukan langkah-langkah yang dianggap merugikan beberapa pihak, ya pasti ada orang yang tidak suka," katanya.
"Dan orang tidak suka itu bisa jadi ada dua, satu serius, kedua iseng," ujar Dedi.
Meski terlihat santai, Dedi menegaskan bahwa situasi seperti ini tetap harus dipertimbangkan secara matang.
"Tetapi dalam problem seperti ini, kita tidak bisa dianggap terlalu serius juga tidak bisa dianggap terlalu iseng," lanjutnya.
Ia juga belum memutuskan langkah hukum apa yang akan diambil, dan masih ingin mempelajari situasinya lebih dulu.
"Ya, nanti saya mau kaji lah apa yang harus saya lakukan terhadap ancaman-ancaman seperti ini."
"Apakah harus lapor atau tidak, nanti saya lihat lah, saya pelajari dulu untung dan ruginya langkah-langkah yang saya lakukan," katanya.
Sampai saat ini, identitas pemilik akun pengancam belum diketahui dan motifnya pun masih belum jelas.
Sementara itu, Dedi tetap bergerak di tengah ancaman pembunuhan hingga pengeboman yang ditujukan padanya.
Hingga saat ini, ia juga belum mengambil langkah khusus terkait ancaman tersebut.
Sebagai misal meminta tambahan pengawal hingga melaporkan ancaman itu ke pihak berwajib.
Dedi mengatakan, ia tetap melanjutkan kegiatan blusukan ke daerah-daerah rawan di Jabar.
Termasuk mendatangi kampung yang dikenal sebagai basis preman di Kota Depok.
Langkah ini dilakukan Dedi, sehari setelah aksi pembakaran mobil polisi oleh oknum anggota organisasi masyarakat (ormas) di wilayah tersebut.
"Enggak lah, saya terus (bekerja), buktinya kemarin saya datangin ke kampung preman ke Depok."
"Artinya saya tuh enggak akan terpengaruh oleh ancaman siapa pun," ujar Dedi di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (23/4/2025).
Baca juga: Alasan Jan Hwa Diana Tahan Ijazah Karyawan Perusahaannya, Salahkan HRD Resign, Kini Gudang Disegel
Ancaman pembunuhan yang diterimanya justru memperkuat tekad Dedi untuk terus bekerja.
Fokus utamanya adalah menutup tambang ilegal, memperbaiki lingkungan, dan memberantas aksi premanisme.
"Saya akan terus tegak lurus bekerja, kemudian menurunkan bila perlu Jawa Barat zero premanisme."
"Kemudian terus bekerja menutup tambang-tambang ilegal dan mengevaluasi berbagai perizinan yang merugikan lingkungan di Jawa Barat," katanya.
Dedi juga tidak meminta tambahan pengawalan dari aparat penegak hukum.
Ia tetap percaya pada dukungan masyarakat serta ajudan yang mendampinginya.
"Saya mempercayakan diri bahwa rakyat Jawa Barat melindungi saya, dan saya mempercayakan diri juga pada ajudan atau tim pengamanan dari Polda Jabar, yang selama ini nempel di saya sudah relatif cukup," ujar Dedi.